Oleh: Jumiran SH (Pemerhati Remaja)
Mengejutkan, masalah di Indonesia seperti tidak pernah ada habisnya. Setelah Indonesia darurat pelecehan seksual, bullying, narkoba, kini Indonesia kembali dikejutkan dengan meningkatnya penyakit Sifilis di Bandung Jawa Barat, bahkan menduduki peringkat kedua di Indonesia setelah Papua.
Dirilis dari Radar Jabar (22/06) bahwa, sepanjang data 2018-2022 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, provinsi Jawa Barat tercatat 3.186 pasien terjangkit penyakit Sifilis. Jawa Barat menduduki peringkat kedua setelah Papua sebanyak 3.864 pasien. Setelah Jabar, data menunjukkan bahwa DKI Jakarta sebanyak 1.897 pasien, Papua Barat 1.816 pasien, Bali 1.300 pasien dan Banten 1.145 jumlah pasien positif penyakit Sifilis.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jabar, Rochady HS Wibawa menjelaskan, bahwa dari hasil skrining yang telah dilakukan dari beberapa area yang telah ditentukan di kabupaten dan kota Jabar terdapat jumlah kasus penyakit sifilis paling tinggi di kota bandung. Dari 29.552 pemeriksaan yang dilakukan terdapat 830 orang yang dinyatakan positif mengidap penyakit sifilis.
Sifilis merupakan salah satu jenis infeksi menular seksual (IMS) atau biasa di sebut juga raja singa. Tanpa penanganan, maka bisa menimbulkan komplikasi serius. Oleh karena itu, pencegahan penyakit sifilis harus benar-benar di lakukan oleh pemerintah. Sayangnya, hingga hari ini terbukti angka penderita penyakit sifilis mengalami peningkatan.
Kendati gubernur Jabar, Ridwan Kamil menghimbau masyarakat agar selalu menjaga pola hidup sehat, karena pergaulan bebas yang merupakan salah satu jalan masuknya penyakit sifilis, namun hingga saat ini belum ada hasil yang terlihat. Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan juga oleh pihak pemerintah provinsi Jawa Barat, seperti melakukan sosialisasi bahaya penyakit sifilis dan cara penanganannya, melakukan skrining massif pada populasi terutama para pekerja seks dan LGBT, kelompok ibu hamil hingga ke tingkat kecamatan, hingga pemerintah Jabar menyediakan dan mendistribusikan obat-obatan sebagai upaya penyembuhan penyakit sifilis ke berbagai wilayah.
Penanganan dan pencegahan penyakit sifilis yang dilakukan pemerintah perlu di apresiasi. Namun, berbagai upaya pencegahan itu belum menuai hasil yang signifikan. Pencegahan yang dilakukan belum cukup untuk mencegah sifilis. Terbukti, hingga hari ini jumlah positif sifilis mengalami peningkatan. Bagaimana tidak, solusi yang diberikan hanya berpusat pada masalah cabang saja, tanpa menyentuh akar masalah munculnya penyakit sifilis.
Akar masalah ini belum disentuh sama sekali. Seharusnya, jika pemerintah benar-benar melakukan pencegahan sifilis, maka hal yang pertama dilakukan adalah meruntuhkan penerapan sistem kapitalisme. Biang kerok penyebaran penyakit sifilis adalah penerapan sistem kapitalisme yang melahirkan gaya hidup liberal, seperti normalisasi zina dan tata pergaulan yang serba bebas. Penyakit sifilis sendiri muncul karena pola hidup yang bebas dan tata pergaulan yang bebas. Menuhankan hawa nafsu, sehingga apapun dianggap boleh, asalkan suka sama suka.
Diketahui juga, bahwa sifilis rentan terjadi akibat adanya kelompok yang bergonta-ganti pasangan dan adanya hubungan sesama jenis. Sayangnya, negara mendiamkan perilaku zina yang merebak kemana-mana, para pelaku zina bukan saja yang sudah menikah tapi telah menyasar para generasi.
Disis lain, penghalusan kata pezina dan pelacur menjadi pekerja seks komersial. Negara seolah-olah melegalkan bahwa zina adalah bagian dari pekerjaan, adapun berbagai tempat prostitusi dibiarkan, asal ada legalitas dari pemerintah. Padahal zina jelas perbuatan yang paling keji.
Pembiaran kelompok sesama jenis pun, negara seakan mendiamkan. Jumlah yang terus meningkat, bahkan kampanye dukungan untuk mereka makin marak dilakukan agar diakui keberadaanya. Sayangnya, negara pun tak turut hadir di sini. Padahal, salah satu penyebab penyebaran sifilis adalah adanya hubungan sesama jenis.
Oleh karena itu, tidak cukup hanya imbauan saja seperti yang dilakukan Gubernur Jabar, Ridwan Kamil agar masyarakat selalu menerapkan gaya hidup sehat. Negara harus mewajibkan pola dan tata hidup sehat dengan sistem sosial dan tata pergaulan yang sehat pula. Negara juga harus menetapkan sanksi yang tegas bagi pelaku zina. Sungguh, ini hanya bisa dilakukan pada sistem sosial Islam dan tata pergaulan yang sesuai dengan syariat Islam.
Solusi hanya dengan Islam
Untuk mencegah meningkatnya penyakit sifilis tiada lain, selain penerapan aturan Islam secara menyeluruh. Islam sebagai agama sempurna telah mengatur tata pergaulan antara laki-laki dan perempuan, serta penerapan sistem sosial Islam di tengah masyarakat.
Islam mengatur hubungan laki-laki dan perempuan. Agar saling terjaga dari penyelewengan syariat dan meningkatnya penyakit menular seksual lainnya. Dalam Islam, laki-laki dan perempuan hukumnya terpisah (infishal). Boleh bersama ketika hukum syariat membolehkan seperti adanya ikatan pernikahan, kesehatan, pendidikan dan ekonomi.
Islam juga melarang aktifitas khalwat yaitu berdua-duaan dengan nonmahram. Rasulullah Saw, bersabda,"seorang pria tidak boleh berduaan dengan seorang wanita tanpa kehadiran mahramnya". (HR. Bukhari dan Muslim).
Islam juga melarang aktifitas campur baur (ikhtilat) tanpa ada hajat yang syar'i, seperti muamalah, kesehatan dan pendidikan. Islam hanya membolehkan interaksi antara lawan jenis dalam ketiga aspek ini.
Islam melarang keras perzinahan. Karena, zina merupakan perbuatan yang sangat jelas ditentang oleh Allah SWT. Baik pelaku sudah atau belum menikah, apalagi hubungan sesama jenis. Hal ini telah dijelaskan dalam QS. Al-Isra:32, "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk".
Negara Islam juga akan menerapkan sanksi yang tegas. Sanksi Islam berfungsi untuk mencegah masyarakat berbuat zina, juga berfungsi sebagai penebus dosa atau memberikan efek jera bagi pelaku zina lainnya. Begitu pula dengan sanksi pelaku sesama jenis. Sabda Nabi saw, "Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum nabi Luth, bunuhlah kedua pelakunya". (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad).
Dengan pemberlakuan sistem sanksi ini, pelaku zina atau perilaku menyimpang seksual lainnya dapat dicegah secara tuntas. Jika perbuatan zina dapat dicegah, maka penyakit menular seksual lainnya dapat dicegah kemunculannya.
Demikianlah, hanya penerapan sanksi sosial islam dan tata pergaulan Islam saja dapat menyelamatkan generasi dari perilaku kotor tak beradab. Penerapan sanksi sosial Islam dan tata pergaulan akan senantiasa terjaga, tatkala penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam lini kehidupan. Hal ini dibuktikan, Islam telah melahirkan berbagai generasi terbaik sepanjang masa.
Wallahu a'lam bisshowab