Oleh Dian Safitri
Pendidikan adalah kebutuhan utama bagi setiap individu, maka harusnya negara menjamin kebutuhan itu dengan keberadaan perguruan tinggi yang berkualitas dan bersih dari kecurangan.
Baru-baru ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Tekhnologi (Kemendikbudristek) mencabut izin operasional 23 perguruan tinggi yang tersebar di berbagai provinsi per 25 Mei 2023 karena dinilai bermasalah.
Usut punya usut pencabutan izin itu dilakukan lantaran perguruan tinggi tersebut tidak memenuhi standar pendidikan tinggi, melaksanakan pembelajaran fiktif, melakukan praktik jual beli ijazah, dan melakukan penyimpangan pemberian beasiswa kartu Indonesia pintar kuliah (KIP-K) (cnnindonesia.com, 26/05/2023)
Kecurangan yang terjadi di perguruan tinggi tidak lepas dari paradigma yang dibangun oleh sistem kapitalis sekuler. Sistem ini hanya berlandaskan pada materi semata di mana ada konsep bisnis atau permintaan dan penawaran. Artinya perguruan tinggi mencari keuntungan sementara mahasiswa mengejar ijazah yang memudahkan mereka dalam mencari pekerjaan. Sehingga wajar idealisme pendidikan yang mengharuskan terwujudnya pemahaman atas ilmu menjadi hilang karena faktanya pendidikan kapitalisme sekuler hari ini diarahkan untuk kepentingan ekonomi bukan untuk ilmu apalagi untuk pembentukan kepribadian yang baik. Maka tidak heran output yang dihasilkan juga adalah lulusan yang tidak berkualitas.
Praktik curang sudah menjadi fenomena yang sudah dilegalalisasi secara tidak langsung oleh perguruan tinggi dan jelas yang diuntungkan adalah para pengusaha yang menanamkan modalnya di sektor pendidikan. Adapun langkah yang diambil oleh negara untuk mencabut ijin perguruan tinggi sebenarnya sudah tepat tapi sejatinya pencabutan ini tidak akan pernah menyelesaikan persoalan pendidikan hari ini mengingat negara masih menjadikan kapitalisme sekuler sebagai landasan paradigmanya.
Tidak bisa dimungkiri juga kebutuhan masyarakat akan perguruan tinggi masih banyak dan jika negara menutup sebagian besar perguruan tinggi tersebut akan berdampak pada berkurangnya generasi untuk kuliah dan ini masalah yang sebenarnya ada pada pemimpin itu sendiri.
Seyogyanya pemimpin menjadi pengurus urusan rakyat. Tapi nyatanya justru kehilangan jati dirinya sebagai pemimpin yang tugasnya menyediakan institusi pendidikan berkualitas dan memadai untuk rakyatnya. Karena praktiknya justru menyerahkan pengurusan tersebut kepada pihak swasta. Negara berlepas tangan dan parahnya lagi negara mendorong masyarakat juga korporasi untuk berpartisipasi aktif untuk mendirikan sekolah-sekolah walau berbiaya tinggi.
Negara hanya menjadi regulator bagi kepentingan siapa pun yang ingin mengeruk keuntungan dari dunia pendidikan. Sungguh memprihatinkan maka tidak heran jika ada celah praktik ilegal dalam sistem dunia pendidikan kapitalis.
Karut marutnya pendidikan yang terjadi hari ini adalah hasil dari kapitalis sekuler yang sudah terbukti gagal. Fakta itu berbanding terbalik dengan pendidikan dalam Islam.
Islam memposisikan negara sebagai pihak yang memiliki kewajiban memenuhi kebutuhan rakyatnya tidak terkecuali layanan pendidikan yang baik dan memadai. Negara menjamin bahwa setiap individu dapat mengakses layanan pendidikan dasar dan menengah nya dengan cuma-cuma. Tidak hanya itu, negara juga membuka kesempatan seluas mungkin bagi rakyat yang mau melanjutkan pendidikan ke tingkat pendidikan tinggi.
Negara wajib menyediakannya dengan fasilitas terbaik. Semua ini bisa terwujud karena Islam menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan primer masyarakat.
Kebutuhan primer menurut pandangan Islam terbagi menjadi dua, pertama bagi tiap individu rakyat, kedua bagi rakyat secara keseluruhan. Adapun kebutuhan primer bagi tiap individu berupa sandang, pangan, dan papan. Sementara kebutuhan primer bagi rakyat secara keseluruhan berupa keamanan, kesehatan, dan pendidikan.
Islam memiliki politik ekonomi yang menjamin terpenuhinya setiap kebutuhan primer setiap individu. Dengan politik ekonomi Islam, pendidikan yang berkualitas dan bebas biaya bisa terwujud secara menyeluruh.
Islam menetapkan seluruh pembiayaan pendidikan berasal dari baitul maal dan seandainya tidak cukup maka negara akan memotivasi kaum Muslim memberikan sumbangan sukarela dan seandainya pun tidak juga cukup maka kewajiban pembiayaan itu beralih kepada seluruh kaum Muslim yang mampu.
Tujuan pendidikan dalam Islam yaitu membangun kepribadian Islam dan penguasaan akan ilmu kehidupan seperti sains dan tekhnologi dan output yang dihasilkan adalah peserta didik yang kokoh keimanannya dan mendalam pemikiran Islamnya maka untuk mewujudkan tujuan yang mulia ini negara akan menjadikan akidah Islam sebagai kurikulumnya.
Kurikulum yang berlaku hanya ditetapkan oleh negara. Adapun keberadaan sekolah dan perguruan tinggi swasta tidak dilarang selama mengikuti kebijakan negara.
Wallahu a'lam bishawab