Oleh : Eti Fairuzita
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mencabut izin operasional 23 perguruan tinggi. Direktur Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) Kemendikbud Ristek, Lukman mengatakan, pencabutan izin operasional 25 perguruan tinggi dilakukan berdasarkan pengaduan masyarakat dan pemeriksaan tim evaluasi kinerja. Dari sana, maka diputuskan sanksi bagi perguruan tinggi yang terbagi dalam beberapa klasifikasi, mulai sanksi ringan, sedang, berat, hingga pencabutan izin operasional.
"Dilakukan bertahap berdasarkan bukti fakta dan data yang ditemukan di lapangan," kata Lukman, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/5/2023). Sanksi berupa pencabutan izin operasional dijatuhkan pada perguruan tinggi yang sudah tidak memenuhi ketentuan standar pendidikan tinggi. Bukan hanya itu, kampus-kampus tersebut juga melaksanakan praktik terlarang, seperti pembelajaran fiktif, jual beli ijazah, dan penyimpangan beasiswa KIP Kuliah. "Ditambah ada perselisihan badan penyelenggara juga," ujar Lukman.
Tak ada PTN, semua PTS Lukman mengaku tak mau membagikan data perguruan tinggi yang telah dihentikan lantaran beberapa alasan. "Waduh saya menjaga betul perasaan mahasiswa, alumni, dan gejolak masyarakat ya, jadi saya tidak mau menyebutkan secara langsung perguruan tingginya," tuturnya. Kendati demikian, dia memastikan, semua kampus yang dihentikan adalah perguruan tinggi swasta (PTS).
Pencabutan izin operasional perguruan tinggi terjadi karena praktik-pratik yang tidak memenuhi standar perguruan tinggi, sejatinya telah mencederai tujuan pendidikan itu sendiri. Perguruan tinggi yang seharusnya membentuk lulusan-lususannya memiliki kompetensi dan karakter shalih, nyatanya membiarkan praktik-praktik curang. Namun hal ini merupakan sesuatu yang wajar terjadi di tengah paradigma kapitalis sekuler yang melandasi sistem pendidikan kita saat ini.
Sistem pendidikan berlandaskan kapitalisme hanya beorientasi pada materi, ada konsep bisnis atau permintaan dan penawaran di dalamnya. Dimana perguruan tinggi mencari keuntungan, sedangkan mahasiswa mengejar ijazah untuk memudahkan mereka mendapat pekerjaan. Maka tak heran, idealisme pendidikan yang mengharuskan terwujudnya pemahaman atas ilmu menjadi hilang. Pendidikan kapitalis sekuler memang diarahkan untuk kepentingan ekonomi, bukan semata-mata ilmu apalagi untuk pembentukan kepribadian (karakter).
Menjadi wajar praktik-praktik curang menjadi fenomena yang dilegalisasi, secara tidak langsung oleh perguruan tinggi. Dengan konsep ini, maka tentu saja yang paling diuntungkan adalah para pengusaha atau pemilik modal yang menanamkan modalnya di dalam sektor pendidikan.
Keputusan pemerintah mencabut izin perguruan tinggi yang bermasalah adalah satu keharusan, namun pencabutan tersebut sejatina tidak akan menyelesaikan persoalan pendidikan selama masih bertahan dengan paradigma kapitalisme-sekuler. Sebab faktanya, kebutuhan akan perguruan tinggi masih tinggi.
Jika pemerintah menutup sebagian besar perguruan tinggi, maka peluang bagi generasi untuk bisa kuliah semakin berkurang. Sayangnya, negara dalam sistem kapitalisme telah kehilangan jati dirinya sebagai periayah (pengurus urusan umat).
Negara seharusnya mampu menyediakan institusi pendidikan yang memadai dan berkualitas bagi rakyatnya. Namun nyatanya, negara malah menyerahkan perguruan tinggi tersebut kepada swasta. Bahkan negara mendorong masyarakat termasuk korporasi berpartisipasi aktif untuk mendirikan sekolah, meski berbiaya tinggi.
Negara hanya menjadi regulator (pembuat aturan) untuk kepentingan siapa pun yang ingin mengeruk keuntungan dari dunia pendidikan.
Artinya, negara memberi kemudahan dengan syarat yang tidak berbelit dalam mendirikan sekolah maupun perguruan tinggi. Hal ini pula yang menjadi celah terjadinya praktik ilegal dalam sistem pendidikan kapitalis. Pendidikan sekuler kapitalis sangat berbeda dengan pendidikan Islam. Dalam Islam, negara berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya termasuk pendidikan yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya. Semua individu harus dapat mengakses layanan pendidikan dasar dan menengah dengan cuma-cuma. Negara juga harus membuka kesempatan seluas mungkin bagi rakyat yang ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat pendidikan tinggi.
Negara wajib menyediakan dengan fasilitas sebaik mungkin.
Semua ini dapat terwujud karena Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan primer masyarakat. Kebutuhan primer menurut pandangan Islam terbagi menjadi dua. Pertama, bagi tiap individu rakyat dan kedua bagi rakyat secara keseluruhan. Kebutuhan primer bagi setiap individu diantaranya sandang, pangan, dan papan. Ketiganya merupakan basic needs bagi setiap individu. Adapun yang termasuk kebutuhan primer bagi rakyat secara keseluruhan seperi kesehatan, pendidikan, dan keamanan.
Islam memiliki politik ekonomi yang akan menjamin terpenuhinya semua kebutuhan primer setiap individu, termasuk layanan pendidikan.
Dengan politik ekonomi Islam, pendidikan yang berkualitas dan bebas biaya bisa terealisasikan secara menyeluruh. Negara akan mencegah upaya yang menjadikan pendidikan sebagai bisnis atau komoditas ekonomi sebagaimana yang terjadi saat ini. Islam menetapkan seluruh pembiayaan pendidikan berasal dari Baitul Mal yakni dari pos fa'i dan kharaj, serta pos kepemilikan umum. Jika sumber pembiayaan dari Baitul Mal tidak mampu menutupi kebutuhan biaya pendidikan, maka negara akan memotivasi kaum muslimin untuk memberikan sumbangan secara sukarela.
Jika sumbangan dari kaum muslimin belum mencukupi, kewajiban pembiayaan beralih kepada seluruh kaum muslim yang mampu.
Adapun tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk membangun kepribadian Islam dan penguasaan ilmu kehidupan, seperti sains, teknologi, dan matematika. Output pendidikan Islam akan menghasilkan peserta didik yang kukuh keimanannya dan mendalam pemikiran Islamnya. Untuk mewujudkan tujuan ini, disusunlah kurikulum pendidikan formal berlandaskan akidah Islam. Kurikulum yang berlaku hanya satu, yaitu kurikulum yang ditetapkan oleh negara. Akan tetapi, keberadaan sekolah dan perguruan tinggi swasta tidak dilarang selama mengikuti kebijakan negara. Dengan sistem pendidikan Islam, maka bisa dipastikan tata kelola pendidikan akan mencapai puncak kegemilangannya hingga mampu menyelesaikan problematika umat di tengah-tengah masyarakat.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini