Oleh : Tri Silvia
(Pengamat Kebijakan Publik)
Akhir-akhir ini netizen berhasil dibuat geleng-geleng dengan kelakuan pejabat di negeri antah berantah bernama Wakanda. Bagaimana tidak, negeri tersebut bertabur emas berlian warna warni dan kekayaan alam terserak meliputi empat unsur manusia. Namun rakyatnya begitu sengsara, mengemis-ngemis belas kasih para pengusaha sekedar untuk bertahan hidup.
Yang lebih membuat para netizen geleng-geleng, ternyata negeri tersebut punya pejabat yang rajin korupsi dan pamer harta kekayaan. Saat ada tender-tender besar, air liur nya tak kunjung berhenti jika tak dilayani. Dan nahasnya mereka diberi keleluasaan untuk membuat kebijakan, dengan dalih kebaikan. Padahal nyatanya keuntungan pribadi saja yang mereka perhitungkan. Boro-boro rakyat jelata, tetangga sebelahnya saja mereka enggan untuk melihat apalagi memikirkannya. Bersikap individualis istilahnya.
Duh, kasihan sekali rakyat yang ada di bawah kekuasaan negeri tersebut. Selayaknya rakyat, mereka harusnya memiliki hak untuk diberi jaminan penghidupan yang layak, kesehatan, pendidikan, begitupula keamanan. Tapi saat ini mereka harus menanggung segala kesengsaraan, mulai dari kemiskinan, stunting, biaya kesehatan mahal, tidak terjangkaunya biaya pendidikan, tingginya tingkat kriminalitas, dan rendahnya tingkat kepercayaan rakyat pada sistem keamanan.
Memang ada istilah subsidi di negeri ini. Subsidi pendidikan, kesehatan, bahan bakar, pupuk dan lain-lain. Namun jumlahnya semakin berkurang dari tahun ke tahun, periode ke periode. Bahkan berpotensi hilang atau dicabut suatu saat nanti, ketika rakyat lengah dan tak sadarkan diri. Alasannya satu, subsidi tak tepat sasaran. Itu sudah menjadi agenda besar bagi mereka, para pejabat negeri Wakanda. Kalaupun masih dipertahankan, itu semata-mata untuk kepentingan politis yakni mendongkrak pundi-pundi popularitas lewat berbagai pencitraan.
Hmmmh, harusnya subsidi itu bertambah seiring berkurangnya nilai uang di negeri Wakanda ini ya. Ini kok malah dicabut?!
Wajar sekali jika banyak warga negeri yang protes dan memberikan kritik sosial terkait hal tersebut. Namun segala macam itu terhempas dengan tangan besi dan segala fitnah keji penguasa, yang akhirnya membawa mereka masuk ke dalam jeruji besi.
Nah kali ini, warga negeri itupun kembali terganggu dengan sampainya kabar bahwa pemerintah Wakanda mengalokasikan sejumlah dana dengan peruntukan subsidi. Bukan subsidi untuk rakyat, melainkan untuk para produsen alat transportasi jenis baru disana. Yang menghentakkan ternyata, kasus inipun menyeret beberapa nama pejabat masyhur di negeri tersebut.
Eeelahdalaah, subsidi kok ngawur. Bukannya untuk rakyat, malah dikasih ke pejabat. Hemmh, kemarin-kemarin subsidi rakyat dicabut karena salah sasaran. Kalau sekarang subsidi pejabat di ACC karena apa ya kira-kira?
Bicara tentang masalah di negeri antah berantah bernama Wakanda ini layaknya peribahasa hilang satu tumbuh seribu. Tak pernah ada habisnya. Solusi satu diambil, masalah lain pun bermunculan, lebih dari satu bahkan. Katanya menciptakan solusi transportasi aman lingkungan, tapi nyatanya justru dimanfaatkan segelintir pihak untuk cari keuntungan.
Adapun rakyatnya, justru dipaksa puas menjadi bantalan konsumeritas oleh para elit dan pengusaha. Artinya, rakyat didorong untuk membeli dan terus membeli. Agar keuntungan yang didapat para pengusaha dan elit pejabat terus berlipat ganda. Begitu seterusnya para elit pejabat ini mencari para pengusaha untuk menginvestasikan modalnya di Indonesia. Tanpa regulasi yang benar, seakan-akan mereka ingin menjual negeri dengan iming-iming rakyat dan kekayaan alam nya sendiri.
Miris betul kondisi negeri Wakanda ini. Ia merupakan gambaran riil negara yang menganut paham kapitalisme. Mereka mendewakan para investor dan pengusaha, demi meraih uang dan keuntungan sebesar-besarnya. Adapun rakyat hanya dianggap sebagai elemen pelengkap, yang tanpanya pun negara bisa tetap berjalan. Kecuali di saat negeri tersebut tertimpa darurat militer, berada dalam ancaman negara lain, atau saat kampanye maka rakyat akan mendadak jadi dewa, dielu-elukan demi turut sertanya mereka dalam perihal yang diinginkan.
Dalam sistem kapitalisme, rakyat hanya dianggap sebagai konsumen ataupun pekerja. Dimana para pengusaha dan pemerintah nya berkolaborasi untuk menciptakan pasar dan lapangan kerja yang sempurna menurut mereka. Alhasil segala kebutuhan rakyat dalam sistem ini hanya dianggap sebagai beban APBN yang harus bisa dihindari dengan berbagai cara. Kecukupan mereka hanya akan diperhatikan saat kondisi ekonomi memburuk dan rakyat mulai menarik tangan-tangan mereka untuk berhenti membeli dan menahan aliran harta demi sesuatu yang lebih penting.
Nyatanya kondisi tersebut adalah hal yang dzolim dalam Islam. Seorang pemimpin dalam hal ini pemerintah, bertugas untuk mengatur seluruh kehidupan masyarakat dan menjamin kesejahteraan mereka dengan aturan yang berasal dari Rabb semesta alam. Pemerintah bertanggungjawab menyejahterakan dan menjamin keterpenuhan seluruh kebutuhan rakyatnya. Terutama dalam beberapa hal utama yang menyangkut pangan, tempat tinggal, pakaian, kesehatan, pendidikan, dan juga keamanan.
Mereka bertanggungjawab untuk memastikan keterjangkauan semua rakyat pada segala jenis bahan pangan yang dibutuhkan, begitu pula hal-hal lain yang berhubungan dengannya, semisal bahan bakar (baik untuk transportasi ataupun kebutuhan rumah tangga). Begitupun kesehatan dan pendidikan gratis, ketersediaan fasilitasnya sudah menjadi kewajiban. Tak ada istilah subsidi bagi mereka, sebab semuanya merupakan kewajiban. Tertunaikannya tidak dianggap sebuah prestasi, melainkan hanya melahirkan ketenangan sebab gugurnya kewajiban.
Ketersediaannya (subsidi) bahkan bukan lagi jadi ajang perlombaan. Semua rakyat mendapat hak yang sama, tak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin. Semuanya sama dihadapan Khalifah, mereka berhak untuk mendapatkan kebutuhan pokok mereka juga. Terbayang lah di masa tersebut tak akan ada istilah subsidi tak tepat sasaran. Subsidi inipun tak mungkin bisa dijadikan lumbung keuntungan bagi para pengusaha dan segelintir pejabat nakal.
Islam menjadikan pemimpin sebagai pelayan umat. Ia bekerja untuk kesejahteraan umat atau rakyat yang ia pimpin. Alih-alih menjadikannya tameng dan objek bisnis, rakyat justru akan merasa dirajakan, diutamakan dan diperhatikan segala kebutuhannya. Semua hal tersebut sungguh akan terjadi jika Islam diterapkan secara kaffah dalam kehidupan. Ia tak hanya menjadi slogan ataupun tambahan brand untuk meraih pangsa pasar. Namun ia benar-benar diterapkan sebagai asas negara, aturan-aturannya dituangkan dalam undang-undang dan diterapkan secara seksama dalam kehidupan masyarakat.
Itulah yang harus dilakukan, jika kehidupan ideal tersebut ingin diwujudkan. Tidak lagi berpandu pada ideologi kapitalisme yang menyengsarakan, namun benar-benar menggantinya dengan sistem Islam. Sebagaimana janji yang akan terlaksana, semoga semua itu segera terwujud secara nyata.
"...Setelah itu, akan datang masa raja diktator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian, datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaj al-Nubuwwah. Setelah itu, beliau diam." (HR. Ahmad)
Wallahu A'lam bis Shawwab
Tags
Opini