Oleh : Maulli Azzura
Ekonomi Islam memandang bahwa pasar, negara, dan individu berada dalam keseimbangan (iqtishad), tidak boleh ada sub-ordinat, sehingga salah satunya menjadi dominan dari yang lain. Pasar dijamin kebebasannya dalam Islam. Pasar bebas menentukan cara-cara produksi dan harga, tidak boleh ada gangguan yang mengakibatkan rusaknya keseimbangan pasar. Namun dalam kenyataannya sulit ditemukan pasar yang berjalan sendiri secara adil(fair). Distorasi pasar tetap sering terjadi, sehingga dapat merugikan banyak pihak.
Pasar yang dibiarkan berjalan sendiri (laissez faire), tanpa ada yang mengontrol, ternyata telah menyebabkan penguasaan pasar sepihak oleh pemilik modal (capitalist) penguasa infrastruktur dan pemilik informasi. Asymetrik informasi juga menjadi permasalahan yang tidak bisa diselesaikan oleh pasar. Negara dalam Islam mempunyai peran yang sama dengan pasar, tugasnya adalah mengatur dan mengawasi ekonomi, tak terkecuali pengawasan harga komoditi bahan pokok. Itulah sebabnya di zaman kekholifahan (iqtishod fiil Islam ) menjadi tugas penting yang tidak boleh lalai. Sehingga harga komoditinya akan selalu stabil dipasaran.
Negara hadir untuk memastikan kompetisi di pasar berlangsung dengan sempurna, informasi yang merata dan keadilan ekonomi. Perannya sebagai pengatur tidak lantas menjadikannya dominan, sebab negara, sekali-kali tidak boleh mengganggu pasar yang berjalan seimbang, perannya hanya diperlukan ketika terjadi distorsi dalam sistem pasar.
Konsep makanisme pasar dalam Islam dapat dirujuk kepada hadits Rasululllah Saw sebagaimana disampaikan oleh Anas RA, sehubungan dengan adanya kenaikan harga-harga barang di kota Madinah. Dengan hadits ini terlihat dengan jelas bahwa Islam jauh lebih dahulu (lebih 1160 tahun) mengajarkan konsep mekanisme pasar dari pada Adam Smith. Dalam hadits tersebut diriwayatkan sebagai berikut :
غلا السعر فسعر لنا رسول الله صلى الله عليه و سلم :
ان الله هو الخالق القابض الباسط الرازق المسعر وانى أرجوا أن ألقى ربى وليس أحد منكم يطلبنى بمظلمة ظلمتها اياه بدم ولا مال (رواه الدارمى)
“Harga melambung pada zaman Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu mengajukan saran kepada Rasulullah dengan berkata: “ya Rasulullah hendaklah engkau menetukan harga”. Rasulullah SAW. berkata:”Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga, yang menahan dan melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku menemui Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntutku tentang kezaliman dalam darah maupun harta.”
Maka inilah prinsip ekonomi Islam yang mumpuni mengatasi problema yang terjadi ditengah aktivitas pasar. Dalam hadits tersebut Rasulullah Saw menggambarkan bahwa tidak ada secara spesifik dalam penentuan harga barang yang ada di pasaran. Kecuali sebuah akad jual beli yang keduanya sama - sama ridho. Individu yang taat seperti inilah gambaran yang sangat luar biasa terjadi kala masyarakat terkontrol oleh syariat Allah dan ketaatan pada RasulNya. Artinya tidak ada ketentuan sebuah harga pasar itu sesuai dengan kehendak Allah yang sunnatullah atau hukum *supply and demand*
Berbeda dengan harga pasar yang ada dalam pasar ekonomi kapitalis. Jelas penguasaan harga dikuasai oleh pemilik modal. Seperti sebuah semboyan "Biarkan ia berbuat dan biarkan ia berjalan, dunia akan mengurus diri sendiri". Karena pada prinsipnya ekonomi kapitalis menghendaki pasar bebas untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi, mulai dari produksi, konsumsi sampai distribusi. Maka tak heran seperti kenaikan sebagian bahan pokok , lauk pauk serta sayuran tidak lepas dari kekuasaan pemilik modal. Inilah yang dinamakan intervensi pasar.
Saat ini pun dengan kenaikan harga telur dipasaran, juga tak lepas dari kegiatan monopoli pemilik modal (capitalist) untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan cara yang tidak fair.Terlebih lagi menjelang masa-masa pemilu , seperti yang dikutip dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20230515191422-92-949932/alasan-harga-telur-ayam-mahal-imbas-pakan-sampai-nasi-bungkus-caleg
Maka tidak lepas juga dari politisasi sektor peternakan. Sungguh miris tidak adanya kontrol terhadap intervensi pemilik modal sebagai penguasa pasar individu, menyebabkan mahalnya harga telur. Jika terus di biarkan, bukan tidak mungkin kenaikan bahan pokok lainnya akan mengalami kenaikan.
Harusnya negara hadir untuk melakukan price intervention seperti saat kelangkaan harga minyak yang belum lama terjadi. Sehingga tidak ada lagi penguasaan harga di segelintir orang. Dan tentunya rakyat akan bisa menjangkau pembelian bahan pokok. Negara juga harus memberikan pengarahan kepada produsen telur agar mendapati rasionalitas ekonomi dan persaingan sempurna dengan kaidah syara' ,sehingga akan terwujud masyarakat pasar yang berjalan secara terarah dan terukur dalam kegiatan atau mekanisme pasar.
Wallahu a'lam bishshowwab