Oleh : Sumeilina, S.Pd.
(Aktivis Muslimah Lubuklinggau)
Remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja kebanyakan anak-anak akan menjadi labil, mudah terpengaruh dan sulit mengontrol emosi. Seperti yang terjadi pada sekelompok remaja di Palembang.
Tidak terima ditegur saat mencuri mangga di pohon depan rumah warga, sekelompok remaja di Palembang melakukan penyerangan. Alhasil, satu rumah rusak dan seorang warga luka di kepala. Penyerangan ini terekam oleh CCTV hingga viral di media sosial. Di video menampilkan sejumlah remaja mencoba menerobos rumah warga untuk mencari seseorang namun ternyata mereka salah sasaran akibatnya ada 1 korban luka di kepala (iNews.id, 20/05/23)
Sakit hati karena teguran orang-orang memang sering terjadi dan manusiawi namun jika sampai menimbulkan korban jiwa maka ada hal yang salah pada diri orang tersebut, terutama pelaku ini adalah sekelompok remaja yang dengan sadar melakukan tindakan kriminal hingga menimbulkan korban hanya karena perkara sakit hati, pada zaman digitalisasi saat ini kenakalan remaja semakin marak dan banyak hal yang mereka lakukan seperti melakukan klitih, nongkrong dipinggir jalan dan melakukan hal yang tak senonoh, sampai narkoba.
Saat ini banyak sekali para remaja itu membahas tentang mental illness, kesehatan mental, dan lemahnya mental, jika kita telisik penyebab hal ini karena lemahnya aqidah yang tidak dengan sengaja di tanamkan dalam diri remaja saat ini. Agama hanya dianggap sebagai simbol, pelajaran nya dianggap membosankan, dan rumah yang seharusnya bisa menjadi sekolah utama justru menjadi malapetaka belum lagi lingkungan dan digitalisasi modern.
Dan orang tua yang seharusnya bisa membimbing, memotivasi, dan mengayomi justru malah kebanyakan abai terhadap pendidikan moral dan mental anak alhasil anak menjadi tidak betah dirumah dan memilih untuk keluar dengan mencari kesenangan sendiri, dan negara tentu saja abai dengan hal ini negara hanya mengobati luka luar tapi tapi tidak memperhatikan luka dalam, remaja yang seharusnya bisa menjadi penerus peradaban negara justru malah menjadi momok menakutkan bagi negara alhasil rakyat lah yang disalahkan.
Penerapan sistem sekuler menyebabkan banyak orang tua menjadi fokus dalam mencari materi sehingga pendidikan anak bukanlah hal yang urgent padahal ibu yang seharusnya mampu menjadi madrasah pertama sang anak justru ikut-ikutan terjerumus kedalam dunia digitalisasi anak dititipkan ditempat ngaji tanpa dipantau, dibiarkan main gadget tanpa batas dan parahnya orang tua tidak peduli asalkan anaknya tidak menganggu hajatnya, astaghfirullah. Beginilah yang terjadi jika kita hidup dibawah naungan sekulerisme tiada sekat yang membatasi antara halal dan haram dan anak hanya dianggap beban penghambat karir kehidupan.
Maka penting sekali jika para remaja itu dididik dengan konsep pendidikan islam yang mana negara akan melakukan penguatan aqidah atas diri para remaja mengokohkan keimanan mereka atas penciptanya, sehingga pola pikir dan pola sikap mereka akan islami dan tidak akan pernah terjadi yang namanya tawuran, saling membunuh, bahkan narkoba, karena mereka telah terikat dengan hukum syara'. Karena itulah para pemuda harus melakukan sejumlah hal:
1. Menanamkan keimanan dan menganggap bahwa islam adalah agama yang paripurna, mengatur urusan dunia dan akhirat
2. Mengkaji Islam dari akar hingga daun
3. Senantiasa berpihak pada islam tidak netral, apalagi oportunis dengan hanya mencari kesenangan duniawi
4. Terlibat dalam jamaah dakwah Islam Kaffah, demi kembali tegaknya syariah dimuka bumi.
Dan manfaatkanlah masa mudamu hanya untuk sesuatu yang baik agar kelak bisa kamu nikmati di dunia abadi. Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam telah mengingatkan: "Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum masa tuamu. Sehatmu sebelum sakitmu. Kaya sebelum miskin. Waktu luang sebelum sibukmu dan saat hidupmu sebelum tiba kematianmu. " (HR.al-Baihaqi).
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Tags
Opini