Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
PT Petrokimia Gresik berencana membangun pabrik baru guna menyerap limbah asam sulfat dari fasilitas Smelter PT Freeport Indonesia di JIIPE. Proyek pabrik yang diberinama Phonska V itu kini terus dikebut persiapannya. (www.radargresik.jawapos.com, 02/02/2023)
Banyak pihak menilai, apa yang dilakukan oleh dua industry raksasa ini (PT Freeport Indonesia dan PT Petrokimia Gresik), adalah harapan baru bagi keselamatan lingkungan. Namun benarkah, Kerjasama yang dijalain kedua industry ini, mampu menangani bencana lingkungan yang terjadi akibat maraknya kegiatan industry?
Spirit kapitalisme yang mengedepankan pencapaian keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya atau modal sekecil-kecilnya, bertujuan untuk mengurangi biaya dan menekan perusahaan untuk memilih proses yang lebih murah. Akibatnya, perusahaan terdorong untuk membuat keputusan jangka pendek berdasarkan pada apa yang membantu industri mereka untuk bisa bertahan, meskipun efeknya membahayakan masyarakat dan lingkungan.
Tidak heran jika terdapat banyak industri yang kemudian mengeksploitasi alam dengan ekstraksi yang tidak berkelanjutan ataupun penanganan limbah yang tidak bertanggung jawab. Selain itu, produk undang-undang yang lahir dari pemangku kebijakan yang terpilih melalui demokrasi—yang transaksional dengan dukungan para pengusaha—menjadikan aturan yang lahir rawan dengan pesanan dari para pemilik modal. Terlebih tatkala penguasanya juga pengusaha.
Upaya Petrokimia Menyerap Limbah Dari Freeport di JIIPE, tidaklah berarti praktek pertambangan yang dilakukan freeport aman dari pengrusakan lingkungan. Jika kita telaah lebih jauh, dampak lingkungan di area tambang (papua) dan dampak ekonomi yang ditimbulkan tidak sebanding dengan pengelolaan mereka terhadap salah satu limbahnya yakni asam sulfat. Sehingga, meski perlu diapresiasi, namun pola kerja sama petrokimia dan freeport ini tidak bisa membayar kerusakan lingkungan secara menyeluruh yang telah dilakukan oleh praktek pertambangan yang dilakukan freeport di papua.
Apabila ditelusuri, penyebab utama dari kerusakan bumi dan lingkungan ada pada konsep industrialisasi yang dikembangkan hari ini berbasis eksploitasi sesuai dengan landasan ideologi kapitalisme neoliberal. Ideologi ini memberikan kebebasan kepada manusia untuk mengeruk kekayaan alam. Akhirnya, konsep ini mendorong manusia untuk menggunakan berbagai macam barang kebutuhan tanpa batas. Hal ini juga yang kemudian menyebabkan para kapitalis mengembangkan industri secara global dan mengeksploitasi bumi dan berdirinya perusahaan multinasional akan senantiasa mengabaikan dampak lingkungan. Tujuan mereka semata-mata untuk meraup keuntungan bagi mereka sendiri.
Di sisi lain, dalam sistem kapitalisme neoliberal, negara justru tunduk dan lemah di hadapan korporasi kapitalistik. Pemerintah di berbagai negara, termasuk juga di negeri kita ini, tidak mampu menegakkan sanksi yang tegas dan keras kepada pelaku pengrusakan lingkungan.
Wallahu a'lam bi ash showab