Marak Sifilis, Rusaknya Pergaulan Generasi Akibat Liberalisme



Oleh: Hanifah Afriani


Sifilis adalah infeksi menular seksual (IMS) yang ditularkan melalui kontak seksual dengan seseorang yang terinfeksi.

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Treponema Pallidum, yang masuk dan menginfeksi seseorang melalui luka di vagina, penis, anus, bibir, atau mulut.

Kasus sifilis di Indonesia cukup banyak banyak menyebar di beberapa wilayah.
Menurut data tahun 2022 tercatat sebanyak 16.283 kasus sifilis yang diterima oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). (klikpendidikan, 18/06/2023)

Berdasarkan data dirilis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, Provinsi Jawa Barat tercatat 3.186 pasien terjangkit sifilis sepanjang data 2018-2022. Jabar di peringkat kedua setelah Provinsi Papua sebanyak 3.864 pasien. Setelah Jabar data menunjukkan provinsi DKI Jakarta 1.897 pasien lalu Papua Barat 1.816 pasien, Bali 1.300 pasien dan Banten 1.145 pasien.

Dari 3.186 kasus di Jabar, Kota Bandung yang merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat, tercatat paling dominan dari hasil skrining yang dilakukan Dinas Kesehatan Provinsi Jabar di beberapa kota dengan temuan  830 kasus.

Rochady HS Wibawa, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jabar menjelaskan, skrining dilakukan di beberapa area yang telah ditentukan di kabupaten dan kota di Jawa Barat. Hasilnya, terdapat jumlah kasus penyakit sifilis atau bisa akrab disebut Raja Singa yang paling tinggi di Kota Bandung. (radarjabar, 16/06/2023)

Tingginya kasus sifilis (dan penyakit menular seksual lainnya) menunjukkan  buruknya pergaulan saat ini.  Liberalisasi pergaulan  terbukti membawa masalah besar pada kehidupan masyarakat. Kondisi ini tentu akan lebih buruk lagi jika legalisasi LGBT di negeri ini disahkan. Terbukti, sebelum legalisasi saja  terjadi kasus sifilis di DIY mengalami kenaikan dan hal tersebut di dominasi oleh pasangan seks sesama pria. 

Seperti inilah kehidupan yang lahir dari cara pandang sekularisme kapitalisme. Kehidupan dalam sistem ini telah memisahkan antara agama dari kehidupan, sehingga kebahagiaan dinilai dari kadar kepuasan jasmani yang mereka dapatkan. 

Menurut Syekh Taqiyyudin An Nabhani dalam kitabnya Nidzam Al Ijtima’i,  bahwa kapitalisme menganggap penyaluran hasrat sebagai kebutuhan, bukan naluri. Menurut mereka, kebutuhan ini harus dipenuhi saat itu juga, jika tidak dipenuhi maka akan mengakibatkan bahaya pada manusia, baik bahaya fisik, psikis maupun akalnya. 

Karena itu, tidak heran kehidupan peradaban barat yang mengusung kapitalisme, banyak sekali dijumpai pemikiran-pemikiran yang mengundang hasrat seksual. Seperti dalam buku-buku, film-film dan berbagai karya mereka.

Campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa hajat seperti di rumah-rumah, kolam renang, tempat rekreasi dan sejenisnya menjadi hal lumrah. Sebab mereka menganggap itu adalah sebuah keharusan dan sengaja diwujudkan.

Sayangnya, kaum muslimin justru latah dengan menganggap peradaban barat dengan sekularisme kapitalismenya adalah gaya hidup modern yang patut diikuti. Padahal semua tindakan tersebut justru menjadi gerbang awal kehancuran manusia.

Sesungguhnya Islam yang diturunkan sebagai ideologi telah mengatur agar manusia dan interaksi di antara mereka menjadi interaksi yang mendatangkan keberkahan, termasuk terkait kebutuhan seksual. 

Islam tidak menafikan kenikmatan hubungan seksual di antara lawan jenis. Untuk itu, Islam mengatur agar hubungan ini membawa keberkahan. Aktivitas seksual hanya disalurkan pada interaksi yang tepat yakni hubungan suami istri.

Islam mengharamkan perzinaan dan segala aktivitas seksual yang menyimpang. Dan perlu dipahami juga, bahwa aktivitas seksual bukan kebutuhan jasmani sebagaimana pandangan peradaban barat. Namun, penampakan dari garizah nau' (naluri berkasih sayang). Naluri akan bergejolak ketika ada pemicunya. 

Oleh karena itu, dalam kehidupan publik atau umum masyarakat Islam tidak menjadikan interaksi laki-laki dan perempuan bersifat seksual, melainkan interaksi amar makruf nahi munkar dan saling tolong menolong.

Aktivitas pemicu bangkitnya garizah nau’ akan ditutup rapat-rapat melalui aturan sistem pergaulan. Islam memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangan mereka.

Khusus untuk para Muslimah, wajib menutup aurat di ruang publik secara sempurna. Selain itu, Islam melarang perempuan safar tanpa mahram dan melarang istri keluar rumah kecuali dengan izin suaminya. Islam juga melarang perempuan dan laki-laki berkhalwat (berdua-duaan) tanpa disertai mahram juga Islam melarang campur baur antara laki-laki dan perempuan jikalau tidak ada kepentingan yang memang diperbolehkan syara’. 

Demikianlah Islam mengatur tata pergaulan manusia yang sehat, sesuai syariat dan mendatangkan maslahat bagi umat. 

Allahu'alam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak