Lagi-lagi Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Bagaimana Solusinya?
Oleh : Nia Amalia, Sp
Pegiat Literasi
Miris, lagi lagi pemberitaan tentang kejahatan seksual pada anak bertebaran dimana-mana. Setelah kasus memilukan yang menimpa remaja usia 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo) Sulawesi Tengah. Tidak tanggung-tanggung remaja ini dilecehkan oleh 11 laki-laki di tempat dan waktu yang berbeda-beda.
Berawal dari kedatangan korban pada posko bencana banjir untuk memberikan bantuan logistik di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah tahun 2022 silam. Korban berkenalan dengan sejumlah pelaku yang belakangan melakukan pelecehan terhadapnya. Tindakan rudapaksa yang dialami korban terjadi saat masih berusia 15 tahun hingga kini beranjak 16 tahun. (sultra[dot]tribunnews[dot]com,2023/05/31)
Kasus kedua yang tidak kalah mirisnya, dilakukan oleh seorang pensiunan guru di Kalasan, Kabupaten Sleman, DIJ. Pelaku tega mencabuli sebelas bocah. Parahnya, para korban yang masih di bawah umur itu dicabuli sejak 2020 dan baru terungkap Mei 2023. Rata-rata korban berusia 5-10 tahun. (radarkudus[dot]jawapos[dot]com)
Mengapa Menimpa Anak-anak di bawah Umur?
Kasus yang ramai terjadi saat ini banyak menimpa anak-anak. Dalam kasus di Sleman, pelaku melancarkan aksinya dengan membawa para korbannya ke rumahnya yang berada di Kalasan. Sebelum melakukan aksi bejatnya, pelaku memberikan iming-iming sesuatu terhadap korban. Modus yang dilakukan pelaku adalah menjanjikan para korban uang jajan dan atau buah-buahan. Jumlah uang yang diberikan bervariasi mulai Rp 2 ribu hingga Rp10 ribu.
Kurangnya perlindungan negara terhadap anak, bisa terindikasi dengan data bahwa di tahun 2022 terdapat 9588 anak yang mendapat kekerasan seksual. Belum termasuk data anak yang terkena kekerasan psikis (4162 anak), kekerasan fisik (3746 anak) dan penelantaran (1269 anak). (dataindonesia[dot]id)
Pemerhati sosial, Ustadzah Najmah Saidah mengatakan, negeri ini memang sudah darurat kekerasan terhadap perempuan dan anak.Wajar jika banyak pihak berusaha menyelesaikan permasalahan ini. Beberapa pihak mengusulkan hukuman seberat-beratnya bagi pelaku, termasuk kebiri agar pelaku jera. Saat ini, makin banyak pihak mengupayakan agar RUU TP-KS segera sah menjadi UU agar kekerasan terhadap perempuan segera berakhir. Mereka berpendapat maraknya kekerasan di negeri ini terjadi karena adanya diskriminasi terhadap perempuan.
Padahal, realitasnya, kekerasan tidak hanya menimpa perempuan, tetapi juga laki-laki.
Parahnya, kasus kekerasan seksual anak di tahun 2023 ini lebih banyak terjadi di satuan Pendidikan. Hal ini mengisyaratkan bahwa sekolah sebagai tempat anak membekali anak dengan ilmu-ilmu kehidupan, malah menjadi tempat yang sudah tidak aman bagi anak. Jelas sudah, bahwa problem kekerasan seksual anak, tidak semata-mata bisa diselesaikan dalam keluarga dan atau lingkungan sekolah saja. Kekerasan seksual merupakan permasalahan sistemik. Harus diberikan pemecahan sistemik pula. Satu-satunya sistem yang dapat menyelesaikan problematika yang berat ini, hanya syariat Islam kaffah.
Perbaikan Sistemik Mulai dari mana?
Pertama, dimulai dari pembinaan ketakwaan individu. Setiap individu wajib untuk menuntut ilmu Islam. Bukan sekedar menjadi pemuas intelektual semata, tapi harus menjadi pemahaman. Pemahaman Islam yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, masyarakat yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini hanya bisa terwujud dengan diterapkannya aturan Islam kaffah. Allah Swt. menjamin keberkahan dan kesejahteraan dengan aturan Islam yang kaffah. Perintah menerapkan Islam Kaffah dalam surat Al Baqarah 208-209 :
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kalian turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian. Tetapi jika kalian tergelincir (dari jalan Allah) sesudah datang kepada kalian bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah bahwasanya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 208-209).
Ketiga, semua aturan tadi harus didukung dengan adanya institusi pendukung. Institusi yang didalamnya diterapkan Islam Kaffah. Institusi yang mampu menegakan sangsi yang jelas bagi pelaku kejahatan.
Pelaku zina dalam Islam layak mendapat hukuman berupa hukum cambuk 100 kali (bagi yang belum pernah menikah) (QS an-Nur: 2) dan diasingkan selama setahun (HR. al-Bukhari). Adapun pezina yang sudah menikah dikenai hukum rajam (dilempari dengan batu) sampai mati. Hukuman dilakukan di hadapan umum, sehingga akan menjadi upaya preventif agar tidak terjadi kasus serupa. Wallahualam bissawab.