Kontroversi Al-Zaytun




Oleh : Sri Setyowati
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)


Al Zaytun adalah Pondok Pesantren (Ponpes) terbesar se Asia Tenggara karena berdiri diatas lahan seluas 1.200 hektar. Terletak di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat. Ponpes tersebut diresmikan pada tanggal 27 Agustus 1999 oleh presiden RI ke 3, Prof.Ing.B.J.Habibie.

Pada hari Kamis, 15 Juni 2023 ratusan massa yang tergabung dalam Forum Indramayu Menggugat melakukan aksi demo di depan Ponpes Al Zaytun pimpinan Panji Gumilang karena ajaran yang dibawakan diduga sesat dan melenceng dari sunnah Islam. Seperti pelaksanaan sholat Idul Fitri yang mencampur baurkan laki-laki dan perempuan, memperbolehkan santrinya berzina, hingga meragukan Al Quran. Terkini, Panji Gumilang mengaku bahwa dirinya adalah seorang komunis. (viva.co.id, 16/06/2023)

Nampaknya, polemik dan segala kontroversi yang dibuat oleh Panji Gumilang tersebut sudah tidak bisa lagi ditolerir dan terus berlanjut, hingga Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat sampai harus menggelar pembahasan dan pengkajian. Didasari pada penyimpangan-penyimpangan ajaran yang dianut Al-Zaytun, maka memutuskan bahwa hukum memondokkan anak-anak di Ma’had Al Zaytun adalah haram. (sumbawanews.com, 19/06/2023)

Karena hal tersebut, Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) KH Athian Ali meminta aparat penegak hukum untuk segera menindak pondok pesantren Al Zaytun yang diduga mengajarkan ajaran menyimpang.

Sejak tahun 2001 Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah melakukan investigasi. Hasil investigasi MUI dan FUUI pada tahun 2001 tersebut juga telah menemukan bahwa adanya penyetoran dana setiap bulan dari anggota yang mengalir kepada struktural Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 (NII KW-9) dari Rp 8 ratus ribu hingga Rp 2 juta. Untuk memenuhi tuntutan itu, anggota NII pun dihalalkan mencuri, menipu dan merampok tak terkecuali harta milik keluarganya atau orang tuanya sendiri.

Kiai Athian mengatakan FUUI sudah menyerahkan berbagai dokumen yang berisi temuan dan bukti-bukti penyimpangan ajaran Al Zaytun serta hubungan kuat dengan NII KW-9. Dokumen itu telah diserahkan sejak tahun 2001 kepada Polri, TNI, hingga BIN. Namun menurut Athian hingga saat ini tak ada tindakan apapun terhadap Al Zaytun.

Pemerintah terkesan lamban dalam menyelesaikan berbagai persoalan terkait Ma'had Al Zaytun. Menurutnya dengan berbagai penyimpangan ajaran di Ma'had Al Zaytun serta adanya keterkaitan dengan NII KW-9, pemerintah tidak cukup untuk memberikan teguran,  namun harus secepatnya mengambil tindakan membubarkan. HTI yang punya pemikiran tentang khilafah sudah dibubarkan, FPI juga dibubarkan, namun Al Zaytun yang jelas punya struktur pemerintahan sendiri belum juga dibubarkan.

Ada saling lempar tanggung jawab dan menunggu keputusan di antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan aparat dalam menyelesaikan persoalan Al Zaytun. Hal tersebut menurutnya justru semakin menimbulkan banyak pertanyaan dan kecurigaan di tengah masyarakat. (republika.co.id, 17/06/2023)

Perbedaan sikap negara atas kelompok Islam nampak nyata.  Hal ini menguatkan dugaan adanya keberpihakan negara terhadap salah satu kelompok, yang jelas menunjukkan kesesatan. Bahkan MUI sendiripun sudah menyatakannya sesat. Hal ini menunjukkan bahwa abainya pemimpin terhadap tugas pokok dan fungsi yang sangat penting dari seorang pemimpin dalam Islam.

Al-Mawardi dalam al-Ahkam as-Sulthaniyah menyebutkan  fungsi pemimpin yaitu menjaga agama (keberlangsungan akidah, syariah, akhlak) dan mengatur dunia dengan agama (untuk menegakkan syariat Allah). Agama bukanlah perkara yang bisa bergerak dan tumbuh sendiri lalu menang sendiri. Karena itu, agama harus didakwahkan, diperjuangkan dan dijaga. 

Imam Al Ghazali dalam kitabnya Al iqthisad Fi Al I'tiqad menyatakan, agama dan kekuasaan adalah saudara kembar. Agama merupakan fondasinya sedangkan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tak memilki fondasi niscaya akan roboh. Segala sesuatu yang tak memilki penjaganya pasti akan musnah. Jadi jelas bahwa agama akan hilang bila tidak dijaga. Dan penjagaannya dengan cara mendakwahkannya, memahamkan kepada umat agar paham. Ketika umat paham, tentu ikut menjaga, mengamalkan dan memperjuangkan, termasuk ketika ada yang memerangi atau menyimpangkan agama, maka harus dihentikan dan diluruskan. Karena itu diperlukan peran keluarga, kelompok dakwah dan peran negara.

Bila masalah agama, maka untuk menentukan benar salahnya ukurannya adalah agama. Kalau dari manusia, pasti ada subyektivitas. Dan subyektivitas itu tergantung pada kepentingan, dan kepentingan itu pasti berbeda-beda, tentu akan menimbulkan kekacauan. Manusia akan  selalu dalam kekacauan kalau tidak ada ketentuan yang pasti. Tentunya kepastian itu datangnya hanya dari Allah, sang Pencipta dan Pengatur manusia.

Karena itu kita harus punya sikap yang jelas terkait dengan aliran-aliran sesat itu. Sikap yang jelas dan tegas itu akan bisa dilaksanakan bila kita memiliki pedoman yang jelas juga. Tentunya rujukan kita adalah Al Qur'an dan As Sunah.

Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak