Kemiskinan Papua Menjadi PR Besar Negara





Oleh : Leni Setiani
Aktivis Muslimah Karawang


Setiap manusia tentu tidak ada yang ingin hidupnya menderita seperti merasakan kemiskinan. Pahitnya merasakan serba kekurangan dan pedihnya mencari penghasilan untuk tetap melanjutkan hidup tentu tidak mudah. Begitulah yang dialami oleh saudara kita dibelahan Indonesia sana, Papua.

Kemiskinan yang di klaim menurun angkanya pada 2022 dari 28,17 persen di Maret 2010 menjadi 26,56 persen namun masih meninggalkan PR besar bagi negara mengingat masih adanya kemiskinan.

Sekilas memang angka kemiskinan di Papua mengalami penurunan. Namun penurunan tersebut terjadi setelah 10 tahun berlalu artinya waktu yang cukup panjang. Dalam 10 tahun tersebut pun Papua mengalami kemiskinan ekstrim berujung pada kematian.

Dampak lain kemiskinan di Papua adalah warga tidak mendapatkan layanan kesehatan yang layak, fasilitas yang buruk kecuali jalur tambang, pendidikan yang memadai, dan gerakan OPM yang membuat terancam keselamatannya. 

Angka memang mengalami perubahan namun fakta di lapangan harus menjadi perhatian. Menurunnya angka kemiskinan di Papua pada faktanya masyarakat masih hidup dalam keterbelakangan, ketidak adilan, kemiskinan, kebodohan, kesehatan yang buruk, kesenjangan maupun pendidikan yang tidak memadai.

Papua yang kaya akan sumber daya alam semestinya tidak kekurangan bahkan sampai mengalami kemiskinan. Atas nama kerja sama kapitalisme bermain angka untuk mengelabui kondisi nyata. 

Sejatinya membuat Papua sejahtera tidak lah sulit dengan syarat sistem ekonomi dan politiknya shahih. Hanya Islam yang mempunyai sistem ekonomi dan politik yang shasih.

Solusi Dari Islam

Islam hadir sebagai rahmat bagi alam semesta yang isinya semua berasal dari Allah swt. pencipta manusia dan segalanya. Maka apapun yang diperintahkan-Nya mestilah keadilan dan kesejahteraan.

Buktinya pada masa Abbasiyah saat dipimpin oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz, untuk menihilkan kemiskinan beliau hanya butuh waktu 3 tahun. Menihilkan artinya sama sekali tidak ada yang menerima zakat maupun bantuan dari Baitul Maal.

Kisahnya diabadikan dalam kondisi Baitul Maal surplus. Ketika beliau memerintah utusannya untuk mencari orang miskin tidak ditemukan satupun. Beliau memerintah utusannya untuk mencari pemuda yang hendak menikah namun utusannya sudah menikahkan semua pemuda yang hendak menikah. Baitul Maal tetap surplus. Sampai satu-satunya orang yang berhak menerima zakat hanyalah beliau sendiri.

Bandingkan dengan sistem kapitalisme yang butuh waktu 10 tahun untuk bisa menurunkan angka kemiskinan itu pun tidak terselesaikan dengan tuntas. Terbukti Islam lah satu satunya sistem yang menyejahterakan. Solusi atas segala personal hidup. Setelah mengetahui fakta tersebut masih maukah tetap bertahan dengan sistem kapitalisme atau mencampakkannya dan bergegas menuju Islam?

Wallahu'alam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak