Kekerasan Seksual Pada Anak Makin Parah, Dimana Peran Negara?



Oleh: Ummu Ayla
(Pemerhati Keluarga dan Generasi)



Nasib malang kembali menimpa salah satu anak perempuan Indonesia. Kali ini peristiwa kekerasan seksual dialami gadis 15 tahun berinisial R di kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh 11 pria. Kekerasan seksual ini melibatkan pelaku mulai dari guru, kepala desa, hingga anggota kepolisian. 

Bahkan beberapa pemerhati anak meminta kepolisian menelusuri dugaan adanya prostitusi anak dalam kasus ini. Pasalnya, kejadian kekerasan seksual yang dilakukan 11 pria terhadap R dilakukan dalam waktu dan tempat yang berbeda. 

Kasus ini makin menuai kontroversi ketika Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah atau Kapolda Sulteng, Irjen Agus Nugroho dalam konferensi pers 31 Mei 2023 menyebut kasus yang menimpa R, 15 tahun, di Parigi Moutong bukan termasuk pemerkosaan. Agus Nugroho memilih diksi persetubuhan anak di bawah umur dibanding pemerkosaan dengan alasan tidak ada unsur kekerasan maupun ancaman dalam kasus tersebut. 

Seperti di kutip dalam konferensi pers 31 Mei 2023, Agus Nugroho memilih diksi persetubuhan anak di bawah umur dibanding pemerkosaan terkait kasus pemerkosaan terhadap anak 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo). Agus beralasan tidak ada unsur kekerasan maupun ancaman dalam kasus tersebut. "Dalam perkara ini tidak ada unsur kekerasan, ancaman, ataupun ancaman kekerasan termasuk juga pengancaman terhadap korban," kata Irjen Agus.

Sontak pernyataan itu mendapat sorotan berbagai pihak. Pakar hukum hingga Kompolnas pun menilai bahwa Irjen Agus  keliru(tempo.co/4/6/2023).

Banyak pihak menyesalkan dan menganggap keliru pernyataan Kapolda, diketahui akibat kejadian ini R mengalami infeksi pada alat reproduksinya dan harus dilakukan pengangkatan rahim. Kabar terbaru, penyidik kepolisian menjerat 11 tersangka dengan pasal perlindungan anak. 

Berbagai kebijakan dan perundang-undangan dibuat baik menyangkut pemerkosaan ataupun perlindungan terhadap anak, tetapi tidak menyurutkan kasus kekerasan seksual. Indonesia makin darurat kasus kekerasan seksual pada anak. Berdasarkan catatan KemenPPPA, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 kasus pada 2022. Jumlah itu mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, yakni 4.162 kasus. Sanksi hukum nampak tak menjerakan dalam sistem kehidupan kapitalisme sekuler liberal hari ini.

Kasus kekerasan terhadap anak yang makin meningkat jelas menunjukkan hilangnya peran berbagai pihak. Hilangnya peran keluarga dalam memberikan penjagaan. Keluarga yang seharusnya menjadi orang pertama menjadi penjaga mereka, tetapi tak sedikit malah memberikan kebebasan bertingkah laku dan terkesan abai dalam penjagaan. Terlebih banyak kasus terjadi, orang tua atau keluarga yang malah menjadi pelaku kekerasan seksual pada anak. Sistem kapitalisme juga telah menyulap masyarakat menjadi individu-individu yang individualisme, minim empati bahkan tak peduli atas kerusakan yang terjadi di sekitar. 

Kekerasan seksual pada anak tentu akan berpengaruh pada masa depan mereka, trauma yang diakibatkan bisa jadi akan merusak karakter generasi. Meninggalkan sisa rasa sakit yang tidak akan pernah sembuh, mentalnya menjadi sakit, bahkan bila parah bisa menimbulkan rasa dendam hingga menuntut mereka kelak menjadi pelaku. 

Di sinilah nampak hilangnya peran negara, dalam memberikan keamanan bagi rakyatnya, terutama memberikan rasa keadilan yang diharapkan para korban. Bahkan dalam kasus kekerasan seksual yang dialami R ini melibatkan anggota Brimob yang seharusnya menjadi penegak hukum malah menjadi bagian dari pelaku kejahatan kekerasan tersebut. 

Terlebih, apabila negara salah dalam mengenali akar masalah maka tak tepat pula penanganannya. Begitu pula dengan sanksi hukum yang tak menjerakan tentu akan memunculkan kasus serupa hingga makin darurat kekerasan seksual pada anak.

Kapitalisme sekuler liberal telah terbukti tidak mampu memberikan rasa keadilan bagi pelaku kekerasan seksual pada anak. Sanksi hukum dalam kapitalisme tidak mampu memberi efek jera, apalagi mencegah munculnya pelaku baru. Itu sudah terbukti nyata. 

Namun, rasa keadilan ini dan hukuman yang menjerakan terlebih mampu mencegah bibit baru pelaku kekerasan seksual bisa diberikan oleh sistem sanksi dalam Islam. Akan tetapi, sebelum menerapkan keadilannya yang mampu menjerakan sekaligus diketahui mampu menebus dosa bagi pelakunya, Islam mewajibkan bagi negara berperan penuh melakukan riayah bagi setiap urusan rakyatnya, di antaranya: 

Pertama, negara wajib memenuhi kebutuhan dasar rakyat mulai dari pangan, sandang, dan papan, serta pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi per individu rakyatnya. Di sini negara menerapkan sistem ekonomi Islam yang mampu berperan penuh menjalankan kebijakannya. Dalam pemenuhan ini akan mencegah rakyat jatuh pada jerat prostitusi. Di banyak kasus kekerasan seksual pada anak awalnya biasanya diiming-imingi dengan uang atau pekerjaan. Juga akan menjauhkan orang-orang yang rela melakukan prostitusi anak hanya karena materi. 

Kedua, negara wajib memberi pendidikan yang berdasarkan pada akidah Islam. Kurikulum sekolah membentuk individu-individu yang mampu berpikir islami dan bersikap islami sehingga terbentuk kepribadian Islam pada diri setiap anak. Dari sistem pendidikan Islam akan terwujud generasi Islam, hingga terwujud masyarakat Islam. 

Ketiga, negara wajib menumbuhkan masyarakat yang sadar kewajiban beramar makruf nahi mungkar. Peran masyarakat penting sebagai kontrol di tengah-tengah umat ketika terjadi penyimpangan, menjauhkan mereka menjadi bagian dari pelaku penyimpangan. 

Keempat, negara wajib menjadi filter berbagai media dan informasi yang merusak. Mulai dari penghapusan situs-situs porno hingga tontonan-tontonan yang dapat merusak akidah generasi. 

Kelima, sanksi tegas. Sanksi yang tegas di dalam Islam diketahui mampu memberi efek jera sekaligus menjadi penebus dosa. Bagi pelaku kekerasan seksual baik pada anak maupun perempuan akan dirajam hingga meninggal apabila pelaku telah menikah. Sedangkan akan ada hukuman cambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun bagi pelaku yang belum menikah. Sanksi ini akan dipertontonkan di depan umum sebagai pelajaran bagi masyarakat agar tidak ada yang berani melakukan kejahatan serupa. 

Sungguh kejahatan kekerasan seksual pada anak tidak akan mencapai kondisi darurat ketika negara berperan penuh meriayah rakyatnya dengan aturan Penciptanya. Berikut dengan menerapkan sanksi Islam yang pasti memberi keadilan bagi korban dan menjerakan bagi pelaku, serta mencegah munculnya pelaku lainnya. []

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak