Oleh : Wulandari Rahayu, S.Pd
(Penggiat Literasi)
Kasus Kekerasan seksual pada anak semakin menggila dari tahun ke tahun. Baru-baru ini kita dibuat kaget dengan kasus pemerkosaan anak dibawah umur oleh 11 pria di Sulteng. Pasalnya Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah atau Kapolda Sulteng menyebut kasus yang menimpa R,15 Tahun itu bukan termasuk pemerkosaan (Tempo.co/04/06/2023)
Kasus pemerkosaan dan kekerasan sesual pada anak yang kian memprihatinkan ini tak lagi datang dari orang tak di kenal. Kini, orang terdekat dari anak pun bisa menjadi hal yang mengancam.
Data dari Himpunan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), ada sebanyak 11.952 kasus kekerasan pada anak sepanjang 2021. Dari data itu, 7.004 kasus diantaranya merupakan kekerasan seksual.
Wakil Sekjen Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI), dr Baety Adhayati mengungkapkan bahwa seringkali yang membuat korban kekerasan seksual takut untuk melapor adalah fakta terkait pelaku yang ternyata merupakan orang dekat. Seperti ayah kandung, ayah tiri, sanak saudara, dan lainnya (Liputan6.com/30/10/2022)
Perempuan dan anak-anak seringkali menjadi korban kekerasan seksual. Hal ini dikarenakan mereka merupakan objek yang lemah dan banyak juga faktor lain yang akhirnya menjadikan mereka sasaran empuk kekerasan seksual. Berbagai upaya dilakukan untuk bisa menanggulangi hal ini. Namun ternyata hasilnya masih sangat jauh dari harapan. Bahkan tiap tahun semakin bertambah dengan kasus semakin menggila dan diluar nalar manusia.
Di sisi lain hukuman bagi para pelaku dinilai tidak membuat efek jera, sehingga pelaku malah semakin leluasa dalam melakukan aksi kekerasan seksual tersebut. Berdasarkan Laporan World Rape Statistic Tahun 2012, ditemukan bahwa hukuman mati atau hukuman kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual di berbagai negara di dunia tidak efektif untuk menimbulkan efek jera (Kompasiana, 16/05/2023)
Sedangkan Peneliti Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara meragukan pemberlakuan hukuman kebiri akan mampu mengurangi angka kekerasan seksual terhadap anak (Kompas.com, 30/10/2015)
Jika ditelisik lebih jauh perkara mendasar terus terjadinya kekerasan seksual pada ini dapat dilihat dari beberapa faktor, diantaranya :
Pertama, Minimnya ketakwaan individu ditengah-tengah masyarakat. Ketakwaan individu yang sangat minim ini menyebabkan banyak perilaku rusak dan amoral di tengah masyarakat. Ini juga disebabkan dari kurikulum pendidikan yang tidak menjadikan ketakwaan sebagai tolak ukur prestasi. Bahkan di kurikulum sekolah, pelajaran pendidikan agama hanya mendapatkan ruang yang sangat sedikit yakni rata-rata hanya dua jam per pekan
Kedua, aktivitas amar makruf yang tidak ada. Aktivitas amar ma’ruf merupakan benteng dari lingkungan yang rusak. Namun sekarang aktivitas ini tidak lagi leluasa dilakukan. Aktivitas yang dilakukan oleh para penyeru kebaikan ini banyak menerima intimidasi dari berbagai pihak. Sehingga remaja-remaja semakin jauh dari nilai-nilai agama. Dampaknya bertambah deraslah perilaku buruk dikalangan anak-anak, remaja maupun dewasa.
Ketiga, Tidak sampainya aturan mengenai interaksi antara laki-laki dan wanita. Aturan mengenai interaksi ini diatur dalam islam. Dimana kehidupan pria dan wanita itu pada dasarnya terpisah. Namun dalam kehidupan sekuler-kapitalis hal ini malah menjadi hal tabu. Dalam sistem kehidupan sekuler pria dan wanita bebas dalam berinteraksi. Bahkan kebebasan berinteraksi ini dilindungi HAM dalam salah satu dari 5 asas kebebasan dalam HAM yakni kebebasan bertingkahlaku.
Keempat, abainya peran negara. Semakin massifnya kasus kekerasan pada anak menandakan bahwa negara tak benar-benar serius dalam menangani masalah ini. Hukum yang dikenakan pada para pelakupun sama sekali tak memebri efek jera. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan seperti tak mampu membendung laju kekerasan pada anak. Hal ini tak lain disebabkan karena tidak jelasnya akar masalah dari meningkatnya kasus kekerasan pada anak sehingga solusi yang ditawarkanpun menjadi tidak fundamental.
Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam mengurangi kasus kekerasan pada anak ini yaitu:
Negara memiliki kewajiban untuk mengontrol media yang menyuguhkan informasi maupun konten-konten di tengah-tengah masyarakat, agar informasi dan konten-konten yang dihadirkan tidak bertentangan dengan akidah dan nilai-nilai agama.
Memberlakukan sanksi tegas bagi para pelaku. Tidak akan ada rasa takut bagi para pelaku manakala hukum yang diberlakukan tidak bersifat mencegah dan menghadirkan efek jera untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi. Maka, di sini penting bagi negara menegakkan hukum yang mampu menghentikan perilaku menyimpang di tengah-tengah masyarakat dengan menghadirkan sanksi yang tegas.
Dan hukum itu tidak lain dengan menerapkan syariat Islam. Sebab, Islam memiliki aturan tegas bagi para pelaku kejahatan seksual, para pelaku yang belum menikah akan mendapat 100 kali cambukan, bagi yang sudah menikah akan dihukum rajam, bagi pelaku sodomi akan dibunuh. Itulah diantara sanksi tegas yang diberlakukan dalam sistem Islam.
Tags
Opini