Oleh : Andini
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencabut izin operasional 23 perguruan tinggi yang tersebar di berbagai provinsi per 25 Mei 2023. Puluhan perguruan tinggi itu disebut bermasalah.
Hingga Kamis (25/5), Kemendikbud menerima 52 aduan masyarakat yang ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi ringan, sedang, berat, hingga pencabutan izin operasional. Pemberian sanksi ini berdasarkan ketentuan Permendikbudristek Nomor 7 Tahun 2020.
Direktur Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek, Lukman mengungkapkan pencabutan izin operasional itu dilakukan lantaran perguruan tinggi tersebut tidak memenuhi ketentuan standar pendidikan tinggi, melaksanakan pembelajaran fiktif, dan melakukan praktik jual beli ijazah. (cnnindonesia.com, 26/05/2023)
Dalam peradaban kapitalisme, bidang pendidikan pun dikapitalisasi. Ijazah yang seharusnya didapatkan dengan penuh perjuangan melalui perkuliahan berjam-jam, ujian, praktikum, hingga sulitnya menyusun skripsi, bisa didapatkan dengan segepok uang dan transaksi.
Maka tidak heran, pendidikan hari ini berhasil mencetak individu-individu bermental instan dan enggan berjuang. Sejak duduk di bangku perkuliahan sudah berbuat curang demi memperoleh apa yang menjadi kepentingannya. Ketika di dunia kerja atau dalam kehidupan bermasyarakat, ia bisa menjadi sosok yang tidak amanah dan menghalalkan segala cara demi meraih manfaat atau materi yang menguntungkannya.
Pendidikan yang berlandaskan kapitalisme-sekuler membentuk generasi muda yang rusak pemikirannya, jauh dari agama, labil dalam menjalani hidup, dan seabrek masalah turunan lainnya.
Sistem kapitalisme, selain melanggengkan praktik kecurangan dalam bidang pendidikan, ianya juga menjadikan pendidikan terasa begitu mahal. Jelas, karena pendidikan dalam sistem kapitalisme telah kehilangan tujuan pendidikan itu sendiri.
Dalam kapitalisme, pendidikan dijadikan komoditas bisnis yang tujuannya hanya untuk meraih sebanyak mungkin keuntungan bagi para penanam modal dalam sektor pendidikan, bukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat terhadap pendidikan. Begitu pun tujuan pendidikannya, hanya untuk mencetak individu yang sukses secara finansial.
Kapitalisme telah menanggalkan tujuan pendidikan yang seharusnya membentuk pemahaman atas ilmu dalam diri para peserta didik. Sehingga tidak heran jika mereka pun ikut kehilangan hakikat ilmu.
Keputusan pemerintah mencabut dan memberi sanksi bagi perguruan tinggi yang melakukan praktik kecurangan tentu layak kita apresiasi. Tetapi, keputusan tersebut tidak dapat menyelesaikan persoalan pendidikan jika negara masih bertahan dengan sistem kapitalisme-sekuler.
Karena sejatinya kapitalisme-sekuler adalah sistem yang menuhankan materi dan kepuasan jasadiyah semata. Maka segala aturan dalam lingkup kehidupannya hanya berorientasi pada materi.
Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, pendidikan termasuk kebutuhan primer untuk masyarakat. Negara wajib memfasilitasi rakyat untuk mendapatkan pendidikan dengan kualitas yang terbaik bahkan bebas biaya.
Negara menjamin pemenuhan pendidikan bagi rakyatnya dengan menggunakan dana dari Baitul maal, yaitu dari pos fa'i (harta rampasan perang) dan kharaj, serta pos kepemilikan umum. Tentu juga dengan dukungan dana dari rakyat yang punya kelebihan harta dengan memberikan wakaf.
Individu muslim yang kaya didorong memiliki motivasi ruhiah memberikan hartanya untuk dunia pendidikan karena berharap pahala dan ridha Allah. Orang-orang kaya di era Khilafah Islam banyak menginfakkan hartanya untuk pengembangan ilmu.
Negara juga akan menutup semua upaya untuk menjadikan pendidikan sebagai komoditas bisnis.
Tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk mencetak individu-individu berkepribadian Islam. Juga membentuk generasi yang paham akan ilmu kehidupan. Landasan pendidikannya adalah akidah Islam. Maka lahirnya generasi yang cara pikirnya cemerlang dan mendalam akan terwujud dalam sistem Islam. Generasi bertakwa inilah yang juga akan membangun peradaban Islam yang gemilang dan penuh berkah.
Wallahu a'lam bisshawwab.
Tags
Opini