Oleh: Umma Shakeel
Setelah kritik seorang Tiktoker indonesia, Bima Yudho Saputro yang tinggal di Australia atas kekecewaannya terhadap kondisi di Lampung yang menurutnya tidak mengalami kemajuan menjadi viral. Lewat video berdurasi 3 menit 28 detik di akun media sosial TikTok miliknya @awbimaxreborn, Bima mempersoalkan infrastruktur seperti jalan yang rusak hingga kecurangan dalam sistem pendidikan. Meraih perhatian masyarakat yang cukup besar. Bahkan mendapat respon cepat dari Bapak Presiden Indonesia Joko Widodo atau Jokowi.
Beliau melakukan tinjauan langsung jalan rusak di Terusan Ryacudu menuju daerah Kota Baru, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan, Provinsi Lampung, pada Jumat 5 Mei 2023. Tanpa menunggu lama, Bapak Presiden langsung membuat keputusan untuk mengucurkan dana pusat senilai Rp 800 miliar untuk perbaikan 15 ruas jalan rusak di Provinsi Lampung tersebut. (nasional.tempo.co)
Pemerintah Provinsi Lampung menyatakan tidak sanggup untuk membiayai perbaikan jalan rusak di wilayahnya. Pasalnya, alokasi untuk pemeliharaan jalan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hanya Rp72,44 miliar. Berdasarkan APBD 2023 Lampung yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Lampung Nomor 38 Tahun 2022 tentang Penjabaran APBD Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2023, yang diteken Gubernur Lampung Arinal Djunaidi pada 16 Desember 2022, pemda mengalokasikan anggaran belanja sebesar Rp7,38 triliun. Artinya, anggaran untuk pemeliharaan jalan tidak sampai satu persen dari total APBD Lampung yang dialokasikan pada tahun ini. Dengan kondisi tersebut, Pemerintah Pusat melalui APBN akan mengambil alih perbaikan jalan tersebut. Kementerian PUPR menyiapkan anggaran sebesar Rp625 miliar untuk memperbaiki 14 ruas jalan di Pemprov Lampung. (CNN Indonesia)
Jokowi mengatakan pemerintah pusat akan "mengambil alih" perbaikan 15 ruas jalan yang sudah rusak parah dalam kurun waktu yang lama dan menganggarkan "kurang lebih Rp800 miliar". Perbaikannya akan dimulai pada Juni karena harus dilakukan lelang terlebih dahulu. Sementara perbaikan jalan lainnya tetap menjadi tanggung jawab gubernur dan bupati/wali kota. "Jangan semua pemerintah pusat," tambah Jokowi.
Bagi pengamat kebijakan publik, Zuliansyah, pernyataan presiden merupakan "tamparan" untuk pemerintah daerah karena sudah ada pembagian tugas antara pemerintah pusat dan daerah. Artinya, dalam hal ini, jalan-jalan yang rusak di kabupaten Lampung semestinya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. "Itu tamparan buat pemerintah daerah. Artinya kan dengan kata lain, 'Anda tidak siap ya dikasih otonomi daerah', kan begitu nanti pertanyaannya. Masa sih infrastruktur dasar saja daerah tidak bisa membangun?" kata Zuliansyah, yang menyebut bahasa yang disampaikan Jokowi "sangat halus.
Namun Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, tidak sepakat dengan aksi Jokowi. Menurutnya, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Lampung sudah memadai, hanya saja salah alokasi. "Kalau dilihat APBD Lampung kan cukup, Rp7 triliun lebih. Yang salah selama ini kan alokasi belanjanya, banyak ke belanja pegawai, belanja barang, sementara belanja modal yang berkaitan dengan infrastruktur misalnya itu kecil. Jadi salah alokasi Lampung itu," katanya kepada CNNIndonesia.com, Senin (8/5).
"Kalau misalnya pemerintah pusat seperti pahlawan kesiangan yang memberikan anggaran untuk perbaikan jalan, itu berarti anggaran yang sudah dialokasikan di Pemda Lampung, di APBD gimana? Itu yang akan jadi pertanyaan soal tata kelola governance dan juga akuntabilitas," sambung Bhima. Bhima menyinggung manuver Jokowi di balik viralnya jalan rusak Lampung adalah langkah yang tidak mendidik pemda. Menurutnya, jalan provinsi adalah kewenangan pemerintah provinsi (pemprov), begitu pula jalan kabupaten yang menjadi wewenang pemerintah kabupaten (pemkab).
Di lain sisi, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta sekaligus CEO Narasi Institute Achmad Nur Hidayat pengambilalihan tanggung jawab perbaikan jalan rusak di Lampung oleh Jokowi merupakan kebijakan yang tak tepat dalam manajemen keuangan negara. "Saya kira kata pengambilalihan oleh pusat adalah komunikasi politik yang sebenarnya tidak tepat dalam manajemen keuangan negara," sambung Achmad.
Achmad lantas mengutip penjelasan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang menyebut Pemda Lampung punya anggaran Rp2,16 triliun, di mana khusus untuk Provinsi Lampung ada anggaran Rp886,8 miliar untuk perbaikan jalan. Selain itu, ada gelontoran dana APBN untuk pemeliharaan jalan di Lampung. Dana dikucurkan melalui dia keran. Pertama, dari belanja Kementerian PUPR untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan nasional dengan alokasi sebesar Rp588,7 miliar di 2023. Kedua, dana transfer dari pusat ke pemda untuk pembangunan jalan (DAK Fisik) untuk Provinsi/Kabupatan/Kota seluruh Lampung sebanyak Rp402,44 miliar untuk 231,9 km jalan.
Menurutnya, aksi Jokowi ke Lampung hanya mengambil momen. Achmad menegaskan tidak ada anggaran baru yang digelontorkan pemerintah pusat untuk perbaikan jalan rusak tersebut. "Jadi narasi Presiden (Jokowi) kemarin ada tambahan anggaran dana untuk Lampung itu misleading alias menyesatkan. Karena kasus Lampung viral, Presiden mengambil momen dengan berkunjung ke Lampung yang sebenarnya tidak membawa perubahan anggaran baru," tegasnya. "Kedatangan Presiden ke Lampung lebih banyak gimik dan misleading. Yang sebenarnya terjadi adalah tidak ada perubahan anggaran baru ke Lampung. Bisa dibilang, publik khususnya Lampung kena prank Presiden," tandas Achmad.
Polemik ini cukup jelas menggambarkan kepada kita. Bahwa sistem kepengurusan rakyat dinegeri ini sangatlah kacau. Baik dari pemerintahan daerah hingga pusat tidak mencerminkan kepedulian terhadap kepentingan masyarakat. Anggaran dana yang dialokasikan setiap tahunnya tidak membawa perubahan apapun. Terbukti dari kasus ini yang sudah menunggu 20 tahun untuk mendapat perhatian pemerintah. Koordinasi antar sesama penguasa pun seperti tidak terjalin dengan baik. Saling lepas tangan dan melempar tanggungjawab, tanpa sadar bahwa kesejahteraan rakyat adalah kepentingan bersama.
Di sistem ini, Jalan hanya dipandang sebatas infrastruktur yang mesti dikelola, sebab menjadi bagian penting dalam dunia industri dan sebagai penyedia jasa layanan publik saja. Paham ini mengenyampingkan aturan agama sebagai sistem kehidupan. Sehingga, jalan yang menjadi roda transportasi adalah kebutuhan masyarakat yang urgen. Dalam pandangan Islam, infrastruktur dan pelayanan publik adalah tanggung jawab pemerintah secara penuh.
Jika kita melihat sejarah, salah satu kisah masa Kekhilafahan Umar bin Khattab. beliau selalu merasa khawatir jikalau ada hewan atau keledai (baca: hewan yang dikenal bodoh karena sering terperosok atau terperangkap di lubang yang sama) terluka akibat jalanan di Irak yang berlubang. Hal ini disebabkan Umar ra. yakin bahwa Allah Swt. akan bertanya, “Mengapa tidak engkau sediakan jalan yang rata?" Jika Umar saja takut kalau hewan terluka, bagaimana dengan nyawa manusia yang di dalam Islam sangat berharga? Jalan dibiarkan rusak selama puluhan tahun adalah bentuk kezhaliman.
Rasulullah Saw. bersabda yang artinya: “Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka” (HR. Ibnu Majah dan Abu Nuaim). Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw. juga bersabda, “Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari)
Inilah yang seharusnya seorang penguasa lakukan. Mereka tidak akan memikirkan diri sendiri dan keuntungan pribadi atau kelompoknya saja. Namun, juga berpikir bagaimana caranya agar rakyat bisa terlayani dengan baik. Sayangnya, kehidupan saat ini sangat jauh dari nilai dan aturan Islam. Hal ini menyebabkan para penguasanya menganggap kekuasaan itu sebagai keuntungan yang tidak boleh disia-siakan. Mereka menganggap kekuasaan menjadi lebih penting dari sekadar memikirkan tanggung jawab besar sebagai pemimpin. Para penguasa seperti ini, hendaknya merenungi sabda Rasulullah Saw berikut: “Jabatan (kedudukan) itu pada permulaannya penyesalan, pertengahannya kesengsaraan dan akhirnya adalah azab pada hari kiamat.” (HR. Ath-Thabrani).
Wallahu 'alam bisshawab.