Oleh: U. Diar
Penyampaian nilai Liberal dengan kemasan asli cenderung mudah terdeteksi. Terbacanya upaya liberalisasi ini tentu bukan hal menyenangkan bagi promotornya. Pasalnya gagasan yang sudah muncul ke publik akan segera mendapatkan respon balik. Akan ada pihak yang mengkritisi dan pada akhirnya ada yang tidak percaya, tidak jadi terarahkan sesuai target program.
Dari kacamata pemodal, tentu kegagalan program liberal bersifat merugikan. Karena sudah pasti untuk melandingkan sebuah gagasan, biaya yang digelontorkan tidaklah sedikit. Dan jika program yang dirancang mandeg, maka industri pendukung program tersebut otomatis tidak jadi dilanjutkan.
Tak heran jika gaya lama menanamkan nilai-nilai liberal nan bebas di tengah kaum Muslim dan generasinya mulai ditinggalkan. Pengusung liberalisasi pun mencari gandengan siapa saja atau elemen apa saja asalkan bisa ditumpangi misinya. Di antara elemen tersebut adalah dunia hiburan, baik musik ataupun perfilman.
Belakangan jalur musik dinilai menjadi rute soft marketing liberalisasi yang relatif mulus. Konser girl band dari luar negeri yang syarat mengampanyekan nilai liberal pun sukses digelar. Acaranya pun bukan cuma sehari, dan harga tiketnya juga terbilang mahal. Bahkan beberapa bulan ke depan kabarnya malah akan didatangkan grup Band *CP yang dengan tiket yang jauh lebih mahal. Dan fantastisnya banyak yang tidak kebagian tiket.
Realitas ini menggambarkan bahwa melalui jalur hiburan, upaya penanaman nilai liberal cenderung bisa tetap berjalan. Pun andaikan tetap ada yang mengkritisi, penyelenggara tetap mendapatkan uang lantaran tiketnya laris terjual. Sekali dayung dua misi tercapai.
Sementara itu bagi generasi muslim, justru berada pada posisi yang sebenarnya ditargetkan. Pertama sebagai pasar bagi industri hiburan, kedua sebagai objek yang berpotensi meneruskan gelombang liberal. Dari sisi pangsa pasar, hal ini jelas nampak dari berapa besar pundi-pundi uang yang masuk ke kantong kapitalis. Kendati penyiapan dan talent yang didatangkan memerlukan biaya, namun mustahil jika tidak ada keuntungan yang didapatkan.
Dari sisi potensi paparan liberal, maka ini mulai terbaca sejak konser berlangsung. Budaya campur baur tentu susah dihindarkan, tampilan talent yang tidak berpakaian sesuai norma agama pun nyata disajikan. Bahkan dari sisi pengeluaran banyak uang untuk hedon sesaat turut digelontorkan. Karena tak jarang untuk datang ke sebuah konser, ada kostum khusus yang mencerminkan ciri khas bintangnya. Maka pada saat bersamaan, peniruan style idola sulit dielakkan.
Sisi ini jarang mendapatkan perhatian, padahal sejatinya mulai terjadi pelemahan terstruktur pada generasi. Mereka dibuat oke-oke saja menerima konsep yang bisa jadi jauh dari ajaran agama yang dianutnya. Mereka dibiasakan menerima konsep liberal sedikit demi sedikit. Hingga perlahan tapi pasti akan banyak ajaran liberal yang dianggap biasa saja karena sudah sering dilihat dan terjadi.
Pada saat yang sama doplengan nilai liberal terhadap dunia hiburan ini juga bersimbiosis dengan perluasan nilai sekuler yang pluralis. Dari arah lain pun nilai ini disuarakan juga atas nama deradikalisasi dan yang sejenis. Walhasil generasi muda akan lebih pro kepada hiburan meskipun ada nilai liberalnya. Bahkan kemungkinan besar mereka akan berpikir panjang sebelum mengikuti aktivitas yang berbau penguatan nilai IsIam.
Maka sungguh disayangkan jika generasi muda, muslim pada khususnya harus berada dalam jebakan soft marketing ini. Potensi muda mereka hanya akan terfokus pada urusan kesenangan duniawi. Padahal bangsa ini kedepannya memerlukan pemuda-pemuda hebat yang kompeten meneruskan estafet peradaban. Mungkinkah terwujud jika mereka terkorban tanpa sadar?
Bagaimanapun generasi muda harus dihindarkan dari jebakan nilai liberal, harus diikatkan pada aturan Rabbnya. Mereka tidak dilarang mencari hiburan, tapi mereka harus tahu mana yang syarat nilai membahayakan dan mana yang murni hiburan semata.
Dan filter sekaligus kemampuan sortasi ini hanya akan bisa mereka lakukan secara mandiri bila mereka mengenal seluk beluk hiburan dan hal terkait berdasarkan sudut pandang Islam.
Dengan paham rambu-rambu Islam pula mereka akan mampu memiliki perisai dari paparan nilai liberal melalui pintu manapun. Terlebih jika upaya Islamisasi ini didukung semua pihak, terutama negara, maka bukan mustahil justru dari kalangan muda akan lahir generasi kokoh berkepribadian lagi berdaya bagi peradaban. Akan lahir kembali ilmuwan dan tokoh hebat muda muslim dalam jumlah banyak sekaligus, sebagaimana di masa kejayaan Islam dahulu. []
Sumber gambar: iStock