Islam, Pendukung Pendidikan Tinggi Anak Negeri

 



Oleh : Nunik Umma Fayha


Akhir tahun ajaran bagi sebagian besar orangtua yang memiliki anak di kelas akhir sekolah menengah atas (SMU, SMK), sudah sejak beberapa bulan terakhir mulai disibukkan mencari tempat kuliah. Memilih dari berbagai perguruan tinggi, jurusan dan ketersediaan dana, mana yang cocok. 


Bagi yang tidak bermasalah dengan dana, pemilihan perguruan tinggi dan jurusan jadi lebih leluasa , tapi yang pas-pasan terpaksa harus menahan diri. Jurusan bergengsi membutuhkan isi dompet lebih tebal, belum lagi kalau yang dipilih perguruan tinggi bergengsi pula.


Beberapa waktu lalu di media sosial ramai dibahas baliho iklan bimbel masuk Fakultas Kedokteran sebuah Universitas negeri kenamaan yang biayanya ratusan juta. Catat ya, ini biaya Bimbel, bukan biaya masuk Perguruan Tinggi. Bikin mengkeret bagi mereka dengan nilai dan dana yang pas-pasan. 


Sangat tak adil! kesempatan pendidikan dilihat dari kacamata kemampuan dana semata.  Mampu secara intelektual tanpa diikuti mampu secara finansial mau tak mau harus mengalahkan.  Pilihan perguruan tinggi maupun jurusan harus disesuaikan. Hanya sedikit dari yang mampu secara intelektual bisa bernapas lega melalui beasiswa. 


Belum lagi ketika karena keterbatasan informasi, keterbatasan biaya, calon mahasiswa terjerat masuk ke kampus perguruan abal-abal yang tidak terdaftar di Dikti karena ada yang mengambil untung dari berbagai keterbatasan itu dengan memalsukan ijin operasional perguruan tinggi swasta (PTS). Bahkan yang menyediakan gelar tanpa perkuliahan yang seharusnya,  pun ada. Ini semua mengacu hukum supply and demand. 


Pendidikan dalam Islam dan Kapitalisme


Sebagaimana yang terjadi saat ini. Perguruan tinggi didorong menjadi komersial. Orangtua harus menyediakan dana besar agar anaknya bisa memasuki jenjang perguruan tinggi. Kampus dilepas untuk mengupayakan sendiri pembiayaan operasionalnya, sehingga  membuka kerjasama dengan swasta serta membebankan biaya pada orangtua adalah keharusan. Bahkan sempat viral ada kampus yang mensyaratkan orangtua memiliki rekening setidaknya 100 juta sebagai jaminan kemampuan pembiayaan kuliah. Wow!


Tingginya biaya kuliah membuat banyak calon mahasiswa gigit jari. Tidak berkuliah bukan sebab keterbatasan intelektual tapi finansial menjadi jamak terjadi. Pemerintah di lain sisi terus menutupi 'ketidakmampuan' memberi layanan pendidikan dengan mendorong perguruan untuk berdiri sendiri dengan terus memotong subsidi.


Berbeda dalam Islam. Seorang muslim didorong untuk belajar dan belajar. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam menekankan hal ini seperti termaktub dalam hadist berikut : "Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Muslim)


Karena sifat wajibnya inilah maka pengadaan pendidikan bagi setiap warga negara menjadi kewajiban bagi penguasa. Dan bagi mereka yang gigih menuntut ilmu, juga dijanjikan kebaikan baginya. Sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, “Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya suatu jalan menuju surga.” (HR. Muslim)


Pada masa Kekhilafahan Ummayah, Abbasiyah, masa Andalusia, Islam pernah menjadi pusat dan sumber peradaban dunia. The Dark Ages, masa kegelapan yang tidak diakui Eropa, adalah masa Islam berjaya dan menjadi panutan dunia. Prestise bagi bangsa Eropa kala itu ketika berkesempatan menuntut ilmu di sana. Berbanding terbalik dengan saat ini, ketika umat muslim berbangga mendapat beasiswa ke negeri Eropa, Amerika. Sayangnya yang dipelajari moderasi Islam, moderasi beragama yang dengan bangga kemudian dijajakan di kalangan Muslim. 


Pendidikan menjadi titik tolak penting peradaban. Rasulullah sangat memperhatikan hal ini. Sampai-sampai para tawanan perang Badar diberikan kebebasan dengan menggantinya  mengajarkan membaca pada anak-anak kaum Muslimin. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam sangat paham bahwa risalah akan disebarkan dengan ilmu. Maka bagi para penguasa yang menerapkan Islam, pendidikan adalah salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Tidak boleh terjadi orang yang mampu dan mau belajar tapi tidak punya kesempatan akibat tidak memiliki biaya. 


Negara menyediakan sarana dan prasarana belajar yang cukup. Para Guru bisa fokus mendidik sementara para pencari ilmu tidak perlu khawatir dengan kesempatan belajar dan biaya. 


Sejatinya negeri ini mempunyai UUD 1945 yang disusun oleh banyak ahli agama. Para Founding Father memperjuangkan hak umat salah satunya dengan memasukkan hak tiap warga negara mendapat pendidikan seperti tertuang dalam UUD 1945 pasal 31. Dalam pasal 31 yang sudah diamandemen pada Sidang Tahunan MPR 2022, di ayat 1 dan 2 disebutkan,"tiap warga negara berhak atas pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya".


Sedangkan di ayat 3 disebutkan,"Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang". 


Berkaca dari sini,  fakta yang sekarang terjadi pada dunia pendidikan, dimana rakyat harus susah payah mendapatkan pendidikan dan ternyata output akhlak mulia sering terabaikan, terbukti semakin seringnya muncul temuan kasus bullying maupun kriminalitas di kalangan usia pelajar, dan yang lainnya, seharusnya tidak perlu terjadi. 


Pendidikan formal tidak bisa berdiri sendiri. Harus didukung yang lain seperti regulasi tegas terkait tontonan,  pornografi dan pornoaksi serta edukasi kasus kriminalitas yang kadang justru menjadi pemicu terjadinya kriminalitas itu sendiri.


Negara berperan penting menjaga moralitas bangsa dengan menyediakan pendidikan berbasis keimanan dan ketakwaan guna mendukung anak negeri maju dengan tetap menjaga akhlak mulia.Wallahu'alam.Lereng Lawu, 25 Dzulqa'dah 1444H

Goresan Pena Dakwah

ibu rumah tangga yang ingin melejitkan potensi menulis, berbagi jariyah aksara demi kemuliaan diri dan kejayaan Islam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak