Impor, Alat Kapitalisme Menguasai Dunia




Oleh : Nur Indah Sari, S.S
Aktivis Serdang Bedagai


Tahun 2023 ini, pemerintah berencana untuk melakukan impor beras secara besar-besaran. Hal ini dapat dilihat ketika para pekerja melakukan aktivitas bongkar muatan beras impor di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, jum’at (16/12/2022). Perum buloq mendatangkan 5000 ton beras impor asal Vietnam guna menambah cadangan beras pemerintah (CBP) yang akan digunakan untuk operasi pasar. (Liputan6.com/Faizal Fanani/27/3/2023)

Pemerintah menargetkan untuk impor beras 500 ribu ton, guna memperkuat cadangan beras pemerintah. Kepututas ini diambil oleh pemerintah untuk menyetok Bahan Pokok dan persiapan Arus Mudik dan Idul Fitri 2023.  
Di sisi lain, karena harga tinggi perum Buloq kesulitan melakukan penyerapan. Sampai 24 Maret lalu, penyerapan Buloq baru 48.513 ton beras, angka yang kecil. Padahal Badan Pangan Nasional (BAPANAS) menargetkan Buloq untuk menyerap beras petani domestik sebesar 2,4 juta ton. Sedangkan menurut khudori, sampai pekan lalu CBP yang ada di gudang Bulog hanya 280 ribu ton beras. Jumlah ini sangat kecil karena mulai Maret hingga Mei nanti Bulog harus menyalurkan bantuan sosial (bansos) beras untuk 21,35 juta keluarga kurang mampu. Masing-masing keluarga akan mendapatkan beras 10kg. Artinya, perlu 630 ribu ton. (Liputan6.com)

Kita memahami bahwa indonesia merupakan negara agraris terbesar di dunia yang mempunyai lahan begitu luas dan banyak keanekaragaman hayatinya, serta produksi pangan yang tinggi. Bahkan Kepala Bapanas memang menyatakan Indonesia telah berhasil melakukan swasembada beras. Namun, mengapa masih impor beras? Bukankah ini akhirnya menjadi kebijakan anomal bagi publik? tidakkah ini berbahaya. 

Hal ini memunculkan dugaan kuat bahwa adanya kesepakatan antara para pengusaha dan pelaku oknum pemerintahan yang mempengaruhi kebijakan impor beras. Hal ini sangat terasa adanya pengaruh oligarki pada importir beras. 
Tampak nyata adanya tarik menarik kepentingan antara pengusaha dan oligarki. Kebijakan ini sangat merugikan para petani. Karena menghancurkan harga padi di pasaran. Sedangkan posisi negara pun semakin jelas ada dipihak oligarki bukan petani. Bahkan negara sangat tunduk terhadap oligarki. Padahal dalam Islam , negara tidak boleh kalah dari para oligarki yang hanya mengejar cuan sehingga mengakibatkan politik pertanian dan pangan tidak berjalan dengan baik. Maka dari itu, negara semakin mengokohkan diri sebagai negara kapitalis. Impor seolah menjadi langkah wajib dalam menyelesaikan kekurangan ketersediaan pangan di negeri ini. Padahal impor dapat mematikan kemandirian negara dan menguatkan ketergantungan  kepada negara lain serta berisiko tinggi menguatnya penjajahan ekonomi. 

Pandangan Islam terkait impor harus diakui, Indonesia gagal mewujudkan kedaulatan dan kemandirian pangan. Hal ini tampak dari dua hal. Pertama, ketergantungan pada impor. Kedua, menjadikan impor sebagai penyelesai masalah  instabilitas harga pangan yang menjauhkan negara dari upaya yang benar dalam mewujudkan pemenuhan pangan rakyat.(muslimahnews.id,3/4/2023)

Paradigma Islam terhadap impor memang menegaskan tidak mutlak untuk dihindari. Negara Islam, Khilafah, tidak anti import. Hanya saja, impor bukanlah jalan utama atau bahkan satu-satunya kebijakan untuk menjamin ketersediaan pangan bagi seluruh warga negara. Bagaimanapun, kemandirian pangan adalah paradigma utama bagi Khilafah disektor pemenuhan kebutuhan pangan, karena pangan adalah kebutuhan asasi. (muslimahnews.id,3/4/2023)

Negara khilafah  tidak akan tinggal diam dengan bergantung begitu saja terhadap impor pangan. Khilafah justru akan melakukan berbagai kebijakan untuk memberdayakan pertanian dalam  negeri secara masif dan penuh. Khilafah juga akan memaksimalkan potensi pertanian dalam negeri dengan memanfaatkan infrastruktur yang ada. Juga melakukan modernisasi pertanian dan sinergisitas antarwilayah sehingga tidak memerlukan melakukan impor. Sungguh, jika kembali pada syariat Islam sebagai patokan kebijakan, Indonesia akan sejahtera dan memiliki kedaulatan pangan. 

Dalam sejarah juga sudah terbukti bahwa di masa pemerintahan Islam bisa saja terjadi  krisis pangan, namun pemerintah khilafah benar-benar optimal mengurus kebutuhan rakyat dan menggunakan sistem ekonomi berdasarkan syariat. Karena Islam mengharuskan negara sebagai institusi kuat dan adidaya serta mandiri berdaulat dalam semua bidang. Islam juga mengatur kerjasama dengan negara lain tanpa ketertundukan dalam bentuk apapun.
Wa'allahualam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak