Oleh Sumiyati
Guru dan Pemerhati Umat
Deraian air mata melihatnya
Hati terluka merasakannya
Telinga panas mendengarnya
Tubuh gemetar menjadi satu
Berita dimana-mana dengan kasus yang sama semakin meningkat. Bukan menjadi pembelajaran untuk menjadi lebih baik, tapi malah sebaliknya banyak kasus seolah menjadi contoh untuk melakukan hal yang sama. Lagi-lagi perempuan menjadi korban. Perempuan merupakan makhluk yang diciptakan oleh Allah sebaik mungkin.
Dari hari ke hari kasus kekerasan seksual bahkan pemerkosaan hingga pembunuhan terhadap perempuan terjadi dimana-mana. Baik di tempat kerja, sekolah, bahkan di rumahnya sendiri. Dan yang membuat hati pedih, sakit mendengarnya ternyata yang melakukannya adalah orang-orang terdekatnya. Ini bukan sesuatu yang wajar!
Di tempat kerja bisa terjadi pelecehan bahkan pemerkosaan oleh atasannya, teman kerjanya dan lain-lain. Di sekolah, sekalipun sekolah yang islami terjadi juga hal yang sama bahkan oleh gurunya yang dipercaya oleh orang tua yang harusnya menjadi contoh dan mampu memdidik anak-anak yang beriman dan bertakwa tapi malah sebaliknya. Di rumah yang harusnya menjadi tempat teraman ternyata tidak, malah di rumah menjadi tempat yang menyeramkan juga.
Dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional 2023, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merilis data kekerasan seksual pendidikan sepanjang bulan Januari-April 2023 terdapat 15 kasus kekerasan seksual baik di sekolah umum maupun pondok pesantren. Dari 15 kasus tersebut 46.67% satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementrian Agama, dan 53,33% di bawah kewenangan Kemendikbudristek. (Detikedu, 02/05/2023)
Dugaan kekerasan seksual di pondok pesantren di Lombok Timur NTB (Nusa Tenggara Barat) yang dilakukan oleh pimpinan pondok pesantren dengan jumlah santri yang menjadi korban sebanyak 41 orang. (BERITASATU, 24/05/2023)
Akan kemana pendidikan berlabuh? Isi UU no. 20 tahun 2003 pada bab ii pasal 3 menjelaskan tujuan pendidikan, bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Dengan tujuan pendidikan yang dituangkan dalam undang-undang dibuatlah wadah untuk mengumpulkan orang-orang guna untuk menuntut ilmu, yaitu wadah bernama “Sekolah”. Tempat yang di dalamnya orang-orang hebat yang siap menjadi orang tua bagi setiap yang memasukinya, tempat yang rindang untuk mengetahui segala ilmu dan pengetahuan. Tapi sekarang dengan asumsi sebagian orang menjadi tempat yang horor bagi orang tua untuk menyesekolahkan anak.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi: Pertama, sanksi tidak berefek jera, fakta saat ini kasus semakin meningkat. Ini membuktikan sanksi yang diberikan tidak membuat pelaku jera tapi malah melahirkan pelaku yang semakin banyak.
Kedua, buruknya media yang diakses. Kemajuan teknologi yang begitu canggih yang bisa mendekatkan yang jauh. Sangat mudahnya untuk mengakses segala informasi di media sekarang, dari yang baik hingga yang buruk segalanya ada. Iklan-iklan bahkan tontonan yang tidak wajar ditampilkan. Seharusnya ada penyaringan informasi sehingga yang berseliweran di media adalah hal-hal yang positif.
Ketiga, sistem pendidikan yang rusak, hal ini dibuktikan dengan adanya kasus-kasus bukan hanya di luar sekolah, tapi ternyata terjadi di sekolah juga bahkan di beberapa sekolah Islam/pesantren yang notabene anak-anak dibersamai atau dididik oleh guru-guru yang luar biasa yang memahami ilmu agama.
Kondisi sekarang sangat darurat. Kondisi ini semakin membuktikan lemahnya sistem kapitalisme. Karena kasus seperti ini bukan sekarang saja, tapi sudah jauh-jauh hari tapi tetap ada sampai sekarang. Pemerintah tidak mampu memberi peringatan keras yang mampu menyadarkan para pelaku tapi sekarang justru bertambah meningkat kasusnya, dan malah korbannya adalah anak-anak. Ini sangat menyedihkan. Benar-benar sistem kapitalisme adalah sistem yang rusak!
Sistem kapitalisme tidak mampu memberikan harapan yang baik bagi masyarakat. Satu-satunya jalan keluar dari kasus kekerasan seksual bagi anak bahkan kasus-kasus yang lain adalah dengan kembali pada sistem Islam yang sesungguhnya.
Islam memiliki mekanisme jitu dalam memberantas kasus ini baik dari pencegahan maupun pengobatan.
Pertama, terus memupuk keimanan kepada Allah Swt, sebagaimana firman Allah: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Ali Imran: 102)
Kedua, menundukan pandangan. Ini adalah perintah yang sangat jelas. Karena siapa saja yang mampu menundukan pandangannya pasti mampu menahan gejolak nafsunya. Sebagaimana firman Allah Swt: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS. An-nûr: 30)
Ketiga, penerapan aturan-aturan Islam yang menjaga kehormatan dan martabat perempuan. Misalnya anak-anak diajarkan menutup aurat, peran keluarga yang begitu masif penjagaan mahramnya.
Keempat, Islam mengatur pergaulan laki-laki dan perempuan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Seorang laki-laki tidak boleh berduaan (khalwat) dengan seorang perempuan kecuali wanita tersebut bersama mahramnya.” (HR. Muslim)
Kelima, penerapan sanksi bagi pelaku pelecehan/kekerasan seksual. Pelaku pemerkosaan akan dikenakan hukuman had zina. Jika pelakunya belum menikah akan dicambuk 100x, jika sudah menikah akan dirajam hingga mati.
Kelima, orang yang berusaha melakukan zina dengan seorang perempuan tapi tidak sampai melakukannya, maka akan dikenakan penjara 3 tahun ditambah hukuman cambuk dan pengasingan dari tempat tersebut.
Mari kembali pada aturan yang benar-benar datang dari Allah Swt, maka keberkahan dan keselamatan hidup dunia dan akhirat akan kita rasakan.
Wallahualam bissawab. []
Tags
Opini