Harga Telur Meroket, Ibu-Ibu Menjerit



Oleh : Istiaisyah Amiyni, S.Kep.,Ners
 (Praktisi Kesehatan)


Telur merupakan salah satu komoditas pangan yang diandalkan sebagai sumber protein hewani dengan harga terjangkau ditengah masyarakat khususnya ibu-ibu. Sebagai manajer rumah tangga, ibu berusaha mengelola keuangan dan memberikan makanan terbaik untuk keluarga. Namun ketika harga lauk yang dianggap paling ekonomis ini melonjak, tak ayal ibu-ibu mulai resah. Meroket jauh, harga telur lebih mahal ketimbang ikan lele dan patin ungkap salah satu warga yang berbelanja dipasar Maskarebet Palembang selasa (iNews.id, 16/05/23).

Badan perlindungan konsumen nasional (BPKN) menilik harga kenaikan telur ayam tembus Rp. 32.000., per kilogram (Kg) sampai Rp. 40.000./Kg. Harga telur yang terus meroket ini juga tidak ditampik oleh Wakil menteri perdagangan Jerry Sambuaga, menurutnya harga telur memang mengalami kenaikan namun hanya dibeberapa daerah saja. Secara nasional Badan Pusat Statistik mencatat terdapat 5 komoditas bahan pangan yang mengalami kenaikan diantaranya beras naik 1,46%, gula pasir naik 2,35%, tepung terigu naik 13,97%, telur ayam ras naik 19,01%, dan cabai merah naik 42,60% (cnbcindonesia.com)

Ironis, meroketnya harga telur dipasaran saat ini berbanding terbalik dengan upaya pemerintah dalam menekan angka stunting di tengah masyarakat. Telur yang merupakan sumber protein termurah dan termudah untuk dijangkau oleh masyarakat malah menjadi barang mahal. Protein hewani sendiri ialah salah satu zat yang mendukung pertumbuhan sel dan memperkuat daya tahan tubuh. Kecukupan protein hewani inilah yang menjadi salah satu tolak ukur status gizi untuk mencegah stunting. Ketika harga telur ditengah masyarakat melonjak, program penanggulangan stunting ini layaknya program tong kosong nyaring bunyinya.

Sejalan dengan problematika kemiskinan di Indonesia yang angkanya terus merangkak naik. Badan Pusat Statistik memperoleh data bahwasannya peran komoditas makanan terhadap GK (garis kemiskinan) jauh lebih besar dibandingkan peran komoditas non makanan. Diketahui garis kemiskinan ialah nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan bukan makanan yang wajib terpenuhi agar tidak terkategorikan miskin. Dimana Garis Kemiskinan Makanan (GKM) memberikan kontribusi sebesar Rp 397.125 (74,15%), sedangkan kontribusi Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) sebesar Rp 138.422 (25,85%). Pada kondisi ini, masalah stunting maupun problematika kemiskinan yang terus membayangi masyarakat bukanlah perkara yang bisa terus diabaikan. Apalagi lonjakan harga telur yang membuat ekonomi masyarakat semakin morat marit.

Pangan adalah kebutuhan primer bagi individu yang keberadaannya tidak bisa dinomorduakan. Pangan merupakan salah satu bagian dari pemenuhan hajat 'udhowiyyah (kebutuhan jasmani) yang bisa berakibat fatal bahkan bisa nyebabkan kematian jika tidak terpenuhi. Menjadi kewajiban penguasa untuk memenui kebutuhan rakyatnya. Sejatinya kebijakan yang sifatnya mengayomi dan mengurusi rakyatnya secara penuh dan nyata hanya dapat terwujud ketika penguasa mengamalkan sabda Rasulullah saw., “Imam/Khalifah ialah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Bentuk pengurusan dari penguasa terhadap komoditas telur diwujudkan melalui perlindungan terhadap pengendalian stok dengan maksud mengendalikan harga sehingga ketersediaan telur dipasaran tetap cukup.
Stabilitas harga pangan sangatlah penting demi terpenuhinya kebutuhan rakyat untuk mendapatkan makanan yang sehat. Terlebih telur memiliki kandungan protein yang tinggi dan menjadi salah satu bahan olahan pangan sehingga ketersediaan telur dengan harga terjangkau dan kualitas yang baik sangat dibutuhkan rakyat. Negara harus hadir secara penuh dalam mengurusi urusan pangan ini sebab pangan merupakan kebutuhan dasar untuk hidup.

Khilafah akan memenuhi setiap hak rakyatnya tanpa terkecuali, apalagi jika itu menyangkut kebutuhan primer seperti pangan. Khilafah juga akan menjamin berbagai hal lain yang menyangkut hajat hidup rakyat, seperti jaminan hak hidup (nyawa), harta (ekonomi), keamanan, maupun berbagai hak publik seperti kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Demikian pentingnya keberadaan Khilafah sehingga permasalahan harga telur tidak harus menguras isi dompet rakyat. Wallahualam bishsawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak