Harga Telur Melonjak, Mengapa Bisa Terjadi ?




Oleh : Zunairoh

Masyarakat kembali resah akibat harga telur tak mampu dikendalikan. IKAPPI menyebut harga telur di wilayah Jabodetabek berada di kisaran Rp 31.000 hingga Rp 34.000 per kg, sedangkan di luar pulau Jawa atau wilayah Timur Indonesia tembus Rp 38.000 per kg, bahkan lebih dari Rp 40.000 per kg. Oleh karena itu, para pedagang mendesak pemerintah untuk segera mengambil sikap. (kumparan.com, 18/05/2023)

IKAPPI menemukan ada dua hal yang menyebkan harga telur tak mampu dikendalikan antara lain, pertama, karena factor produksi yang disebabkan oleh harga pakan yang tinggi. Kedua adalah akibat proses distribusi yang tidak sesuai dengan kebiasaan, yang biasanya didistribusikan ke pasar. Selama  harga pakan ayam tidak turun maka harga telur ayam di pasar tradisional akan tetap tinggi karena harga telur kebutuhan tersebut sangat dipengaruhi harga pakan ayam. “Di tingkat eceran saja, harga pakan ayam dari sebelumnya Rp 8000 per kilogram, sekarang mencapai Rp 14 ribu per kilogram,” ujar Yendra di Pemda KBB, (TribunJabar.id, 25/05/2023). Selain itu, harga jagung sebagai pakan ternak juga naik yang biasanya Rp 5000 per kilogram menjadi Rp 6000 per kilogram.(Republika.co.id, 25/052023). Dibutuhkan adanya substitusi komponen pakan dengan gandum dan bahan lain sebagai solusi memenuhi kebutuhan jagung yang juga masih tergantung impor

Tidak hanya factor produksi, lonjakan harga telur ayam terjadi karena distribusinya tidak sesuai dengan kebiasaan. Pada bulan Mei  mengalami peningkatan kebutuhan, pesanan nasi bungkus, rames di masa pendaftaran bakal calon legislative yang membutuhkan telur. Selain itu, program Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang membagikan bantuan social (bansos) berupa telur kepada keluarga rentan stunting (KRS) di 7 propinsi. Penerima bantuan diberikan 1 pack telur ayam dan 1 ekor daging  karkas. Sehingga pesanan telur ke peternak melonjak sedangkan pasar tidak mendapatkan pasokan telur akibatnya konsumen sulit memenuhi kebutuhan proteinnya.

Kondisi seperti ini merupakan buah penerapan kapitalisme, di mana negara hanya sebagai pengatur bukan pelayan umat. Urusan yang menguasai hajat hidup rakyat diserahkan kepada pemilik modal atau pihak swasta. Dalam hal ini, perusahaan integrator yang memiliki modal besar telah menguasai  industry perunggasan dari hulu sampai hilir seperti DOC (Day Old Chick), pakan, vaksin, peternakan budidaya, pemotongan, olahan sampai mendikte harga. Sedangkan peternak mandiri kelimpungan  harus menghadapi harga pakan ternak yang terus melambung tinggi. 

Berbeda dengan Islam, Islam memiliki paradigma mulia yang lahir dari sang Kholik dalam menangani urusan rakyat yaitu negara hadir ditengah –tengah mereka untuk menjamin kebutuhan hidupnya. Berbagai mekanisme yang dilakukan negara agar tidak terjadi kelangkaan barang antara lain memberi pasokan barang kepada pedagang agar pedagang tetap bisa menjual barangnya dengan murah, negara tidak menetapkan harga, harga terbentuk alami, peternak ayam dicukupi kebutuhan produksi usahanya. pendistorsi, kartel, monopoli akan ditindak oleh yang berwenang yaitu qodhi hisbah. Pendistribusian barang jelas untuk kebutuhan rakyat tidak ada campur tangan pihak swasta yang berkuasa. Itulah gambaran penerapan  system ekonomi  yang sehat, system ekonomi yang ideal yang dibutuhkan bagi para pelaku usaha.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak