Oleh : Eti Fairuzita
Pemerintah akan melakukan impor beras 1 juta ton dari India. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkapkan hal ini dilakukan sebagai bentuk antisipasi atas dampak cuaca panas ekstrim atau El Nino.
"Beras kita menang harus ambil (impor) walaupun kadang-kadang enggak populer ya, tapi kita harus ambil inisiatif karena nanti kalau El Nino berat keadaannya kita enggak boleh bertaruh beras kurang kan," kata Zulhas, Kamis (16/6/2023).
Dia menyebutkan pihaknya sudah MoU dengan India, jadi sewaktu-waktu Indonesia bisa membeli beras tersebut.
"Tapi harga sudah diikat sudah G2G antara pemerintah dengan pemerintah, kita sudah pesan 1 juta (ton)," tambahnya.
Selanjutnya rencana importasi tersebut dilakukan di luar penugasan dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) ke Perum Bulog untuk impor beras 2 juta ton sepanjang 2023.
"Ini baru MoU untuk harga tetap barang ada tapi belum dibeli, tapi sudah ada MoU G2G, jadi kita sudah ada (kesepakatan harga) tahun ini kalau butuh bisa beli. Barangnya sudah ada," jelas Zulhas.
Sebagai informasi, sebelumnya pemerintah melalui Bapanas menugaskan Perum Bulog impor beras 2 juta ton hingga akhir Desember 2023.
Impor beras ini dilakukan sebagai langkah untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) yang biasa menjadi pasokan untuk menjaga stabilitas stok dan harga beras.
Saat itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan impor beras tersebut dilakukan karena kemungkinan akan menghadapi El Nino atau kekeringan panjang. Jadi, pasokan tersebut untuk mengantisipasi kekosongan saat musim kekeringan tersebut.
Kebijakan impor saat petani sedang panen raya adalah bukti nyata bahwa kebijakan yang diambil pemerintah tanpa pertimbangan yang matang apalagi memperhatikan nasib petani. Kebijakan impor juga menunjukan negara gagal dalam memanfaatkan lahan pertanian di negeri ini untuk membangun ketahanan pangan bahkan di saat terjadi kekeringan akibat El Nino. Inilah gambaran pemerintah yang abai terhadap pengurusan pangan rakyatnya dan kesejahteraan para petani lokal. Pengelolaan pangan di bawah sistem ekonomi kapitalisme hanya menjauhkan terwujudnya kedaulatan dan kemandirian pangan.
Sistem ekonomi kapitalisme sekuler mewajibkan Indonesia tunduk pada ketentuan perdagangan bebas yang telah ditetapkan oleh WTO tanpa peduli bahwa kebijakan impor yang dianggap mudah, cepat, dan praktis itu akan berdampak negatif terhadap para petani dan produsen pangan negeri lainnya. Padahal kebijakan impor hanya menjadikan petani mudah kehilangan kepercayaan dirinya, karena tidak didukung oleh negara untuk memproduksi beras dalam negeri. Hilangnya minat petani untuk tetap menanam padi bisa mengakibatkan banyak petani melakukan alih fungsi lahan. Masalah pangan di negeri ini pun akan bertambah parah termasuk matinya minat generasi muda untuk menjadi petani.
Solusi impor dalam sistem kapitalisme, jelas hanya akan memperlemah produksi pangan nasional, namun pemerintah sepertinya sudah selalu menganggap impor sebagai solusi terbaik, bahkan sangat nampak kebijakan pangan di negeri ini hanya mengikuti kepentingan korporasi swasta maupun asing.
Kondisi berbeda akan terjadi manakala Islam kaffah dipakai sebagai solusi. Islam memandang peran sentral pengaturan seluruh aspek kehidupan termasuk tata kelola pangan berada di tangan negara (Khilafah), sebab negara adalah penanggung jawab utama dalam mengurusi hajat rakyat, yaitu sebagai raa'in (pengurus) dan junah (pelindung).
Sebagai pengurus rakyat, penetapan kebijakan harus memperhatikan dan berpihak pada rakyat untuk memudahkan hidup mereka termasuk memperhatikan segala hal yang mungkin terjadi, sehingga tepat dalam melakukan antisipasi tanpa harus merugikan petani.
Dalam Islam, seluruh rantai pasok pangan akan dikuasai oleh negara. Walaupun swasta boleh memiliki usaha pertanian, namun penguasaan tetap berada di tangan negara dan tidak boleh dialihkan kepada korporasi. Dalam mewujudkan kedaulatan pangan, Khilafah tidak boleh bergantung pada impor. Khilafah memiliki konsep unggul yang memampukannya mengatasi ancaman krisis pangan akibat perubahan iklim atau terjadi wabah. Negara akan menjaga ketersediaan pasokan pangan, dimana hal ini akan dilakukan dengan meningkatkan produksi pangan dengan cara memaksimalkan pemanfaatan lahan pertanian.
Negara akan mendorong petani untuk melakukan ekstensifikasi pertanian dengan menghidupkan tanah mati, dan intensifikasi dengan menggunakan teknologi terkini agar kualitas alat produksi, benih, dan pupuk dapat ditingkatkan. Untuk hal ini negara akan mendukung dengan berbagai subsidi yang dibutuhkan berupa modal dan teknologi pendukung lainnya.
Dalam hal distribusi, Khilafah akan menyediakan sarana dan prasarana logistik yang memadai untuk mendistribusikan pangan ke seluruh daerah. Selain itu, negara juga menciptakan mekanisme pasar terbaik, penawaran dan permintaan dikembalikan kepada mekanisme pasar namun tetap dalam kontrol negara. Sebab, negara akan menumpas penimbunan, monopoli, penipuan apalagi praktik riba agar harga pangan di pasar tetap stabil. Negara harus mampu melakukan menejemen logistik, disaat panen raya negara harus memasok cadangan lebih yang justru bisa distribusikan ketika persediaan pangan menipis.
Lebih dari itu, negara juga mengatur kebijakan ekspor-impor, jika seluruh kebutuhan pangan rakyatnya telah terpenuhi, maka boleh melakukan ekspor. Sedangkan impor hanya dilakukan ketika negara benar-benar tidak memiliki stok pangan, setelah berbagai upaya sebelumnya telah dilakukan. Juga setelah dilakukan, negara harus memperhatikan pelaku perdaganganya.
Negara juga akan memprediksi cuaca. Adanya teknologi terkini dan fasilitas terbaik mampu mendukung kajian mendalam mengenai perubahan cuaca dan iklim saat ini. Sehingga negara akan mampu mengantisipasi perubahan cuaca ekstrim yang akan mempengaruhi produksi pangan nasional. Demikianlah Strategi negara Khilafah dalam mengatasi persoalan pangan, dimana kedaulatan pangan terwujud dengan tetap menyejahterakan petani lokal dan masyarakat secara keseluruhan.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini