Ekspor Pasir Laut, Membahayakan Ekosistem?t






Oleh: Jumiran SH. 
(Pemerhati masalah publik)

Ekspor Pasir Laut merupakan bisnis yang menggiurkan bagi para pengusaha. Namun, siapa sangka dibalik dari keuntungan yang didapatkan oleh segelintir pengusaha ternyata menyimpan banyak dampak kerusakan yang dapat berakibat fatal bagi negeri ini. Salah satunya adalah tenggelamnya berapah pulau kecil, membahayakan ekosistem laut serta sulitnya menyambung hidup bagi para nelayan yang hidup bergantung pada hasil kelautan.

Dilansir dari tirto.id (8/6) bahwa Presiden Joko Widodo kembali membuka ekspor Pasir Laut yang setelah dua puluh tahun ekspor Pasir Laut di tutup. Hal ini, diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Pasal 9 PP tersebut menyatakan, hasil sedimentasi yang di manfaatkan berupa pasir laut dan/atau material sedimen laut berupa lumpur. Dalam ayat 2, hasil sedimentasi tersebut bisa digunakan untuk ekspor.

Sontak saja, keputusan presiden Jokowi tersebut banyak menuai kritikan dari berbagai pihak. Seperti, Pengamat Ekonomi Energi dari UGM Yogyakarta, Fahmy Radhi mendesak presiden Jokowi untuk membatalkan izin ekspor Pasir Laut, karena berpotensi merusak lingkungan.

Dampak Kerusakan Lingkungan

Penambangan pasir laut yang ada telah nyata  menimbulkan berbagai kerusakan. Hal tersebut pernah dirasakan oleh masyarakat di Kepulauan Riau, seperti abrasi pesisir laut besar-besaran dan terjadi erosi pantai yang menyebabkan tenggelamnya pulau kecil yang berada di kawasan pertambangan.

Penambangan pasir laut yang masif juga akan mengakibatkan ekosistem terganggu. Baik pada pengerukan pasir maupun pencemaran yang di timbulkan. Hal ini akan mengancam biota laut seperti ikan dan terumbu karang. Akibat dari rusaknya biota laut dapat berdampak pada para nelayan yaitu dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Dampak lain yang ditimbulkannya adalah turbulensi yang dapat meningkatkan kadar tursuspensi di dasar perairan laut, sehingga menyebabkan banjir, membuat energi gelombang atau ombak makin tinggi ketika menerjang pasir pantai. Ditambah lagi, dapat menimbulkan konflik sosial antar masyarakat pro lingkungan dan penambang pasir.

Kapitalisme Biang Kerusakan

Lahirnya kebijakan ini membuktikan, bahwa negara lebih mengutamakan ekonomi tanpa mempertimbangkan masalah lingkungan yang ditimbulkannya. Selama menghasilkan pundi-pundi rupiah, negara akan menjualnya. Hal ini menunjukkan, bahwa negara khususnya Indonesia berada dalam cengkeraman kapitalisme. Ideologi yang menjadikan sistem ekonomi sebagai pijakannya. Ideologi yang memandang sesuatu segala hanya pada manfaat semata.

Dalam pengelolaan SDA, kapitalisme membolehkan pihak asing untuk mengeruknya. Memberikan kebebasan bagi siapa  saja yang ingin memperkaya dirinya termasuk dalam eksplorasi tambang milik umum.

Kapitalisme juga menjadikan negara hanya sebagai regulator, yaitu pihak yang membuat aturan agar pihak tertentu bisa untung. Negara tidak memperhatikan kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya, hanya berfokus pada tumpukan pasir yang bisa menghasilkan uang.

Berbagai dampak diatas, menunjukkan bahwa penambangan pasir laut ditambah dengan ekspor ke berbagai negara, seperti Singapura dan negara lainnya, tidak memberikan keuntungan pada masyarakat bahkan negara. Yang ada, berbagai dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Akibatnya, banyak masyarakat pesisir laut yang sulit mencari nafkah akibat rusaknya ekosistem laut. Keuntungan hanya ada pada pihak pengusaha/oligarki.

SDA Milik Umum, Negara Wajib Melindungi!

Laut atau pantai merupakan salah satu sumber daya alam. Dalam Islam merupakan kepemilikan umum. Semua rakyat boleh memanfaatkannya. Baik untuk wisata, penelitian, ataupun lahan usaha seperti para nelayan. Oleh karena itu, pemberian konsesi yang menghalangi hak warga untuk memanfaatkannya termasuk pantai adalah haram. 

Sebagai agama ya g sempurna, Islam sudah menyediakan aturan pemanfaatan SDA. seperti hadist Rasulullah Saw, bersabda "kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara,  yaitu Padang rumput, air dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad). 

Hadist ini bermakna bahwa seluruh Padang rumput, air (laut, danau, sungai dan yang ada didalamnya), serta api ( minyak bumi, gas alam dan tambang) adalah harta milik umum. Haram hukumnya menyerahkan pengelolaannya kepada individu, swasta atau pihak asing. Negaralah satu-satunya yang berhak mengelolah dan memanfaatkan SDA, dan hasil pengelolaannya di kembalikan pada rakyat. Hal ini senada dengan larangan Rasulullah Saw pada para sahabat yang mengelolah tambang garam untuk pribadi karena tambang garam tersebut bermanfaat bagi kemaslahatan umat.

Dengan demikian, jelas bahwa tidak membolehkan ekspor pasir laut karena merupakan harta milik umum. Islam juga tidak akan membiarkan siapapun untuk menguasai SDA dan meraup keuntungan di dalamnya. Islam juga tidak akan menetapkan aturan hanya berdasarkan pada faktor ekonomi, melainkan menetapkan aturan berdasarkan tuntutan syariat dan meraih ridho Allah SWT.

Hanya dengan penerapan Islam secara menyeluruh sajalah yang akan memberikan perlindungan lingkungan alam maupun kehidupan manusia. Dengan penerapan Islam yang menyeluruh pula, ekosistem laut akan terjaga kelestariannya. Wallahu a'lam bisshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak