Ekonomi Syariah Terwujud dalam Naungan Islam Kaffah




Oleh : Eti Fairuzita



Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan pengembangan ekonomi syariah merupakan kebutuhan pembangunan di Indonesia, selain sebagai manifestasi ajaran Islam.
Sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar yakni 86,7 persen atau sebanyak 237 juta orang dan jumlah institusi keuangan syariah terbanyak di dunia, ekonomi syariah merupakan sebuah keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Indonesia.

"Pemerintah ingin memposisikan Indonesia sebagai pelaku utama dan sekaligus Hub ekonomi syariah, serta produsen pusat halal dunia," ujar Sri Mulyani dalam acara Anugerah Adinata Syariah 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.
Kendati demikian, dirinya berharap pengembangan ekonomi syariah di Tanah Air tidak terjebak pada hal yang sifatnya branding semata, namun juga menitikberatkan kepada berbagai hal substantif.

Dengan demikian, pengembangan ekonomi syariah bisa menghadirkan sebuah sistem ekosistem perekonomian syariah yang bermakna kepada kemakmuran, keadilan, efisiensi, dan sesuai dengan kebutuhan zaman, sehingga bukan sebuah ekonomi yang tidak efisien dan memiliki berbagai persoalan dari sisi tata kelola keuangan syariah.

Perhatian pemerintah terhadap potensi ekonomi syariah, dalam hal ini bank syariah sejatinya menunjukan bahwa ekonomi syariah hanya diambil jika ada sisi kemanfaatannya. Namun anehnya, Islam kaffah dianggap tidak layak diterapkan di negeri ini, bahkan dianggap membahayakan negara. Hal ini menguatkan wajah kapitalis sekuler di negeri ini. Sesungguhnya persoalan negeri ini dan juga dunia, semuanya terjadi karena penerapan sistem kapitalis-sekuler. Kemiskinan, pengangguran, stunting, dan sebagainya diakibatkan oleh sistem ini.

Sistem ini lahir dari cara pandang sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.
Kebijakan-kebijakannya pun syarat kepentingan materi segelintir kelompok berkuasa.
Alhasil, berbagai kebijakannya tak lagi mempertimbangkan apakah mampu mendatangkan kemakmuran yang nyata bagi masyarakat atau tidak. Akan tetapi keuntungan segelintir orang yang merupakan pemilik modal itulah yang menjadi tujuan.

Potensi keuangan syariah dijadikan sebagai target perekonomian Indonesia, tentu karena melihat realitas masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim makin menunjukan keinginannya untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam kemudian peluang ini justru dimanfaatkan oleh kapitalisme untuk memberikan tempat bagi aturan syariah selama aturan itu mampu mendatangkan cuan. Sebaliknya, jika aturan syariat itu meredupkan atau mematikan ekonomi, maka kapitalisme akan menutup peluang kemunculannya. Inilah ruh sesungguhnya penerapan sebagian kecil dari penerapan ekonomi syariah oleh sistem ekonomi kapitalis.

Sesungguhnya, persoalan umat hari ini, akan selesai melalui penerapan syariat Islam kaffah termasuk sistem ekonomi Islamnya. Dan penerapan syariah Islam hanya akan terwujud dalam sistem Khilafah yang berasaskan akidah Islam. Pemberlakuan aturan yang bersumber dari wahyu Allah ini, akan membawa rahmat bagi seluruh alam. Apalagi tujuan pemberlakuan syariah semata untuk meraih ridha Allah bukan karena materi atau manfaat. Begitu pun dalam bidang ekonomi, Khilafah menerapkan sistem ekonomi Islam yang mengatur hak kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Sehingga harta tidak didominasi oleh individu tertentu. 
Penerapannya akan membawa kemaslahatan masyarakat, individu per individu.

Ekonomi syariah dalam Khilafah tidak tegak di atas asas ribawi, melainkan berbasis Baitul Maal. Baitul Maal adalah tempat akumulasi hasil pengelolaan kekayaan umum dan kepemilikan negara, serta zakat kaum muslimin yang akan didistribusikan sesuai peruntukannya. Sistem mata uangnya pun berbasis dinar-dirham.
Menurut Dr. Husain Abdullah dalam bukunya Dirasaat fi al fikr al-Islami menjelaskan, sistem ekonomi Islam akan berjalan di atas 3 asas utama :

Asas pertama, konsep kepemilikan. Dalam Islam konsep kepemilikan dibagi menjadi 3, 
1. Kepemilikan individu
2. Kepemilikan umum, mencakup fasilitas umum yaitu pertama, barang-barang yang mutlak diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti air, api (bahan bakar, listrik, gas), dan padang rumput.
Kedua, kemudian barang-barang yang tabiat kepemilikannya menghalangi penguasaan individu, seperti sungai, danau, jalan, lautan, udara, dll. Ketiga, barang tambang dalam jumlah besar yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, seperti emas, perak, minyak, dll.

Untuk harta kepemilikan umum ini sendiri pengelolaannya dilakukan oleh negara sementara sisi pemanfaatannya bisa dinikmati masyarakat secara umum. Kewenangan negara terhadap kepemilikan umum sebatas mengelola dan mengaturnya.
Negara haram mengalihkan kepemilikan umum (privatisasi) atau menjual aset-asetnya.

3. Kepemilikan negara. Adapun harta kepemilikan negara seperti ghanimah, fai, khumus, kharaj, rikaz, jizyah, ushr, harta orang murtad, harta orang yang tak memiliki ahli waris, dan tanah milik negara. 

Asas kedua, pemanfaatan kepemilikan. Yakni siapa yang sesungguhnya berhak mengelola dan memanfaatkan harta tersebut. 
Adapun pemanfaatan ini dilakukan dengan beberapa cara.
Pertama, pengembangan harta, yaitu upaya-upaya yang berhubungan denga cara dan sarana yang dapat menumbuhkan pertambahan harta, yaitu sektor pertanian, industri dan perdagangan.
kedua, infak harta yaitu pemanfaatan harta dengan atau tanpa kompensasi misalnya, zakat, nafkah anak istri, hadiah, hibah, sedekah, infak jihad fi sabilillah, dll.  

Asas ketiga, adalah konsep distribusi kekayaan. Islam menetapkan sistem distribusi kekayaan di antara manusia melalui mekanisme pasar yang menetapkan bahwa negaralah yang berwenang melakukan intervensi pasar pada batas syariat. 

Kemudian, bentuk suplai untuk menjamin keseimbangan ekonomi bagi pihak yang tidak mampu bergabung dalam mekanisme pasar karena alasan tertentu seperti cacat, ideot, dan lain-lain. Dan terakhir, bentuk transfer yaitu bentuk distribusi ekonomi seseorang kepada orang lain yang sepadan tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apa pun. Konsep ekonomi Islam ini akan membawa kemakmuran bagi rakyat, namun aturan ekonomi Islam secara komperhensif hanya akan berjalan di bawah institusi Khilafah.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak