Ditulis Oleh: Sri Wahyu Anggraini S.Pd
(Aktivis Muslimah Lubuklinggau)
Menjadi seorang ibu adalah hal yang patut untuk dipersiapkan dan bahkan persiapannya dilakukan sebelum ia menjadi seorang ibu, ada banyak tsaqofah dan kesiapan mental yang harus dimiliki. Karena jika tidak dipersiapkan secara matang dengan memiliki mental yang kuat ilmu dan pengetahuan justru ini akan berdampak kurang baik pada ibu sendiri sebagaimana yang banyak terjadi saat ini.
Sungguh mengkhawatirkan dengan kondisi dan dan keadaan sekarang pasalnya Ibu hamil, ibu menyusui dan ibu dengan anak usia dini menjadi salah satu kelompok masyarakat yang memiliki persentase gangguan kesehatan mental tinggi di Indonesia. Jika dibiarkan begitu saja dan tidak ditangani, kondisi ini bisa berujung depresi bahkan kematian. Mereka mengalami gangguan depresi setelah pasca melahirkan biasanya mengalami baby blues, kecemasan dan kekhawatiran yang tinggi. Bahkan kasus gejala baby blues ibu indonesia menjadi urutan tertinggi ketiga di Asia. (Health.detik.com/26/05/2023)
Tingginya kasus baby blues menggambarkan kesehatan mental ibu, sejatinya disebabkan oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal adalah kesiapan seseorang menjadi seorang ibu baik mental maupun fisik. Sementara kondisi mental dipengaruhi oleh tsaqofah dan ilmu yang dimiliki terkait cara pandangnya terhadap hidup berumah tangga ,mendidik anak, merawat anak, serta segala hal terkait lainnya. Adapun faktor Eksternal adalah faktor yang berada pada kondisi diluar dirinya termasuk dukungan suami, keluarga besar dan lingkungan di sekitarnya. Namun sayangnya kehidupan saat ini yang dikuasai oleh sistem sekularisme dan kapitalisme yang telah mengurangi bahkan tidak memberikan support system bagi seorang ibu. Sistem ini telah meninggalkan peran agama dalam kehidupan akibatnya kehidupan manusia jauh dari agama dan kering dari rasa keimanan, hidup hanya disandarkan pada nilai-nilai materi semata. Alhasil sosok ibu dalam sistem Kapitalis sekularisme sama sekali tidak dikaitkan dengan agama, namun justru hanya dilihat dari penampakan fisiknya saja tapi tidak memahami bagaimana kondisi Psikologisnya
Akibatnya ketika menjalankan perannya sebagai calon ibu ataupun seorang ibu menjadi sangat berat. Mereka terbebani dengan keberadaan anak dan rutinitas seorang ibu adalah hal yang menjemukan sehingga berdampak juga pada aktivitas lainnya. Sehingga cara pandang yang salah inilah yang menyebabkan seorang perempuan hanya siap menjadi seorang istri namun tidak siap menjadi seorang ibu, apalagi secara sistem, perempuan saat ini tidak disiapkan menjadi sosok seorang ibu. Salah satu buktinya kurikulum pendidikan saat ini hanya berfokus pada potensi nilai-nilai materi dan akademik. Kompetensi menjadi orang tua tidak menjadi ukuran yang harus mereka miliki padahal pendidikan memiliki peran penting dalam mendidik generasi termasuk menyiapkan mereka menjadi sosok orang tua yang siap dan hebat.
Sungguh sangat berbeda dengan para ibu dari sistem Khilafah mereka adalah sosok yang sangat memahami peran strategisnya yakni sebagai Al Ummu warobbatul bait. Peran ini akan menuntut seorang ibu sebagai madrasatul ula (pendidik utama dan pertama) terhadap putra dan putrinya serta sebagai pengatur rumah tangga suaminya. Mereka juga paham peran politik strategis sebagai entitas masyarakat yang memiliki kewajiban Amar ma'ruf nahi mungkar dalam kehidupan umum. Keberhasilan mereka dalam menjalani dua kewajiban ini yang akan menentukan kualitas generasi sebuah peradaban, terbukti selama sistem berdiri selama 1300 tahun begitu banyak teladan sosok yang berhasil menjalankan perannya sebagai seorang ibu. Seperti ibu-ibu dari shahabiyah yang senantiasa menyiapkan anak-anaknya menjadi seorang mujahid, ibu-ibu yang begitu sabar mendidik anak-anaknya hingga menjadi ulama yang terkemuka maupun, ibu-ibu yang luar biasa mendidik anak-anaknya menjadi sosok seorang khalifah yang terbaik untuk umat.
Keberhasilan ini tidak lantas hadir dengan sendirinya. Kenapa ? Karna sebagai institusi, negara ikut andil untuk menyiapkan generasi, sistem pendidikan Islam Khilafah berhasil mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam. Tolak ukur kepribadian adalah terrwujudnya pola pikir dan pola sikap yang sesuai distatandarkan oleh Syariat. Tidak hanya itu generasi akan di didik menguasai ilmu praktis dan ilmu alat sehingga mampu menyelesaikan semua masalah kehidupan dengan keilmuan mereka.
Menurut "Syekh Atha Khalil Ar Rustha” dalam kitabnya dasar-dasar pendidikan negara, Kurikulum daulah Khilafah secara khusus kan menyediakan mata pelajaran kerumahtanggaan, mata pelajaran ini dikhususkan bagi para perempuan agar siap menjadi seorang ibu begitu pula masyarakat dalam sistem Khilafah. Masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap sesama sehingga terbentuklah support sistem untuk untuk para ibu dalam menjalankan perannya secara optimal. Demikian pula ada pelajaran bagi laki-laki agar menjadi suami yang peduli dan mendukung istri sesuai tuntunan syariat. Seperti inilah lingkungan yang dibutuhkan bagi para calon ibu dan ibu mereka berhasil dalam menjalankan peran besarnya. Hanya saja lingkungan yang demikian hanya dapat terwujud jika Islam diterapkan secara dalam naungan Khilafah islamiyah. Dengan demikian hanyalah di bawah kekuasaan Islam akan tertanam akan tertanam dalam diri perempuan suatu kesadaran yang sangat besar tentang peran penting sebagai pengatur Rumah tangga dan pendidikan anak-anak mereka, sehingga mereka menunaikannya dengan penuh kesungguhan dan kepedulian yang tinggi
Wallahu A'lam Bishawab
Tags
Opini