Oleh : Eti Fairuzita
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan Indonesia akan mengalami kekeringan panjang akibat fenomena El Nino yang kemungkinan terjadi pada Juli hingga akhir 2023. Prakirawan BBMKG Wilayah I Medan Aryo Prasetyo mengimbau masyarakat untuk mulai menghemat penggunaan air dan memaksimalkan cadangan air. "Kalau untuk wilayah Sumatera Utara mungkin tidak terlalu berdampak, hanya wilayah Sumatera Utara bagian Selatan dan Timur saja. Kekeringan tidak serta merta terjadi, tetapi bertahap dan terus hingga akhir tahun," ujarnya seperti dikutip dari Antara, Minggu (11/6).
Ia menjelaskan fenomena El Nino dipengaruhi oleh suhu muka air laut di Samudra Pasifik, dan Indian Ocean Dipole yang dipengaruhi suhu di Samudra Hindia, di mana keduanya terjadi bersamaan pada musim kemarau tahun ini. Fenomena ini akan menyebabkan semakin berkurangnya curah hujan di sebagian wilayan Indonesia selama periode musim kemarau pada semester kedua tahun ini. Sebagian wilayah Indonesia diprediksi akan mengalami curah hujan dengan kategori di bawah normal, atau lebih kering dari kondisi normalnya.
El Nino adalah suatu fenomena di mana suhu permukaan laut (SST) di Samudera Pasifik mengalami peningkatan di atas kondisi normal. Peningkatan suhu ini menyebabkan pertumbuhan awan lebih tinggi di wilayah Samudera Pasifik tengah dan mengurangi jumlah curah hujan di Indonesia.
BMKG telah memprediksi dampak El Nino mengakibatkan musim kemarau yang lebih ekstrem akan terjadi di berbagai wilayah Indonesia, tidak terkecuali Provinsi Sulawesi Selatan yang sebagian besar wilayahnya berbatasan dengan selat Makassar.
Ancaman kekeringan adalah satu keniscayaan di tengah perubahan iklim dengan segala konsekuensinya. Namun upaya antisipasi dari negara dalam menghadapi bencana di negeri ini hanya bersifat kuratif, yang tidak menyentuh akar persoalan. Bahkan himbauan menghematan air bersih hingga mempercepat impor, tidak bisa memastikan dapat memenuhi kebutuhan rakyat secara menyeluruh selama kekeringan terjadi. Hingga saat ini belum ada upaya dari negara untuk melakukan pemetaan, mulai dari pemetaan iklim, kondisi cuaca, potensi panas, hujan, termasuk dampak terhadap pertanian, berikut rekayasa dan solusi yang dibutuhkan berbagai wilayah negeri ini saat menghadapi cuaca ekstrim.
Selain itu perlu dipahami, bahwa terjadinya cuaca ekstrim selain disebabkan oleh faktor klimatologis, juga dipengaruhi oleh perilaku manusia terhadap bumi. Penelitian terkini para ahli iklim dan lingkungan menujukan bahwa laju deforestasi yang sangat cepat berpengaruh besar terhadap pemanasan global yang menyebabkan kenaikan suhu udara. Harus diakui bahwa laju deforestasi atau pembabatan hutan untuk alih fungsi lahan yang begitu pesat beberapa dekade terakhir, bukan karena tekanan populasi manusia yang bertambah sebagaimana yang disangkakan. Akan tetapi, lebih karena tekanan politik globalisasi seperti liberalisasi sumber daya alam kehutanan, pertambangan, hingga pembangunan kawasan ekonomi khusus, dan energi baru terbarukan.
Penerapan sistem ekonomi kapitalisme dan sistem politik demokrasi lah yang melegalkan liberalisasi SDA ini di bawah kendali negara. Alhasil negara mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait konsesi hutan demi melancarkan bisnis para pemilik modal. Mirisnya di saat yang sama negara abai terhadap kepentingan rakyatnya. Inilah gambaran negara yang terbentuk di bawah sistem kapitalisme demokrasi. Umat harus mengembalikan bumi dan segala isinya ke dalam pangkuan sistem kehidupan dari penciptanya, yakni Allah Swt. Sistem inilah yang akan menyelamatkan manusia beserta bumi tempat mereka hidup dari segala bentuk kerusakan. Yaitu sistem Khilafah yang menerapkan Islam kaffah.
Islam mewajibkan negara untuk mengurus rakyat dengan baik dan menjamin kesejahteraannya. Negara juga wajib membuat kebijakan yang memperhatikan kepentingan rakyat.
Rasulullah Saw Bersabda :"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan Ia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya,"(HR. al-Bukhari).
Air adalah salah satu kebutuhan pokok rakyat yang sangat berkaitan dengan keberlangsungan hidup manusia.
Oleh karena itu, negara wajib menjaga daur air dan segala aspek yang menjaga keberlangsungannya, baik hutan, iklim, sungai, dan dan danau.
Islam telah menempatkan air sebagai harta kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang termasuk pihak swasta. Sebab hal tersebut akan menghambat sebagian yang lain untuk mengaksesnya hingga membahayakan nyawa mereka. Negara lah yang memiliki hak untuk mengelola sumber daya air didistribusikan kepada rakyat secara menyeluruh.
Negara akan membangun infrastruktur air terbaik agar air bisa dijangkau oleh masyarakat di mana pun dan kapan pun. Namun, tentu saja negara tetap harus memperhatikan faktor ekologis dan hidrologis. Di sisi lain, tidak bisa dipungkiri beberapa wilayah di negeri ini berpotensi mengalami anomali iklim yang bisa mengganggu siklus hidrologi. Diantaranya fenomena El Nino yang berdampak pada kekeringan suatu wilayah.
Khilafah pun akan mengantisipasi hal ini dengan melakukan kajian dan riset. Dari kajian riset tersebut, Khilafah akan menindaklanjuti dengan berbagai rekomendasi berupa rekayasa dan solusi yang dibutuhkan saat menghadapi kondisi ekstrim, baik yang bersifat jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Adapun upaya Khilafah dalam menghadapi dampak anomali tersebut adalah : pertama, mengedukasi masyarakat secara terus-menerus dalam rangka membangun kesadaran dan melibatkan seluruh masyarakat secara sistematis menghadapi bencana kekeringan.
Kedua, membangun, merehabilitasi, dan memelihara jaringan irigasi serta konservasi lahan dan air. Ketiga, memberikam bantuan sarana produksi, seperti benih, pupuk, hingga pompa spesifik kepada masyarakat. Dan ke empat, bersama-sama masyarakat mengembangkan budaya hemat air. Inilah mekanisme Khilafah dalam mencegah terjadinya kekeringan dan menghadapi dampak kekeringan akibat faktor iklim. Semua ini hanya akan terwujud melalui penerapan syariat Islam secara kaffah.
Wallahu alam bish-shawab
Tags
Opini