Oleh: Ita Mumtaz
Harga minyak goreng rakyat kembali membuat masyarakat Indonesia harap-harap cemas. Minyak goreng dengan nama MinyakKita yang kemarin sempat hadir menghibur rakyat, kini semakin mahal.
Para pedagang sembako semakin gerah dengan ulah sejumlah distributor yang menerapkan pembelian minyak bersyarat, yakni sitem bundling. Jadi jika para pedagang mau membeli produk Minyakkita dengan harga murah, syaratnya harus membeli produk lainnya yang ditawarkan. Akhirnya produk bersubsidi itu terkena imbasnya karena harga harus menyesuaikan. Pedagang pun ragu untuk menjual produk tersebut di tengah kebijakan yang tidak menentu. Konsumen juga ogah membeli MinyakKita jika harga hampir sama dengan minyak merk lain yang kualitasnya lebih baik.
Jika daya beli masyarakat terhadap MinyakKita pun menurun, artinya kondisi kesejahteraan rakyat juga berkurang. Mengapa hal ini terjadi? Ternyata ini adalah pilihan yang harus dilakukan oleh perusahaan agar tidak mengalami kerugian. Kabarnya hingga saat ini utang rafaksi pemerintah terhadap distributor Minyakkita banyak yang belum dibayarkan. Sehingga untuk menutupi kerugian, pedagang diberikan pilihan bundling lalu konsumen dibebani harus membayar lebih.
Pemerintah belum membayar utang rafaksi minyak goreng itu kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) karena ada perbedaan angka tagihan.Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan mengatakan bahwa total tagihan adalah sebesar Rp812 miliar, sedangkan hasil verifikasi oleh surveyor PT Sucofindo hanya mencapai Rp474 miliar.
Kisruh tentang tagihan ini menunjukkan bahwa sistem yang berjalan di negara ini tidak baik-baik saja. Pasti ada pihak yang melakukan kecurangan lalu resikonya dibebankan kepada rakyat. Padahal rakyat adalah konsumen yang memiliki hak untuk dilayani dan diberikan harga murah.
Kebijakan minyak goreng bersubsidi MinyakKita ini sebenarnya hanyalah solusi sementara. Maka wajar saja jika selalu terjadi masalah. Rakyat akhirnya banyak yang terzalimi karena tak bisa menjangkau harga, pedagang kecil pun terkena dampaknya. Subsidi tidak langsung diberikan kepada rakyat kecil sehingga rentan terjadi manipulasi dan kecurangan.
Dalam sistem kapitalisme, negara membiarkan rakyat memenuhi kebutuhan sendiri tanpa bantuan dari negara. Peran negara hanya sebagai regulator. Rakyat yang lemah harus berhadapan dengan pengusaha.
Sistem kapitalisme yang berasas manfaat akan melahirkan penguasa yang mengutamakan kepentingan oligarki dan tidak berpihak pada rakyat. Banyak pejabat bermental korup, bahkan dana bansos pun dikorupsi. Jadi korupsi minyak goreng atau kecurangan subsidi di sana-sani sudah biasa terjadi di sistem kapitalisme.
Syariat Islam dijadikan landasan penentu kebijakan yang diambil oleh penguasa. Kasus mahalnya minyak goreng akan bisa teratasi jika mindset yang dibangun oleh pemimpin adalah riayah. Minyak goreng termasuk ke dalam sembilan bahan pokok rakyat. Sehingga negara harus fokus mengupayakan solusi terbaik dan tidak boleh menyerahkan urusannya pada swasta atau melimpahkan amanahnya kepada pihak lain.
Maka butuh perjuangan dari rakyat untuk menumbangkan kapitalisme dan menggantinya dengan sistem terbaik yang berasal dari Sang Pencipta. Sebuah sistem kehidupan sempurna dan paripurna dengan peran sejatinya mengurus kepentingan rakyat, menjaga kamashlatan umat secara adil. Yakni sistem Khilafah yang terbukti mampu menjadi perisai bagi rakyatnya. Wallahu’alam bish-shawwab.
Tags
Opini