Oleh : Lilik Yani (Muslimah Peduli Umat)
Siapa yang tahan setiap hari lewat jalan berlubang? Puluhan tahun jalan rusak tak disimak. Apakah dianggap hal biasa, sementara jalan itu menjadi akses warga memenuhi hajat hidupnya? Pantaslah jika harga kebutuhan pokok di Lampung mahal, akses masuk kendaraan perlu perjuangan berat.
Kalau kemudian ada warga yang peduli dan membuat respon kritis hingga jadi viral, akankah disalahkan? Ketika viral, baru pemerintah gerilya akan memperbaiki jalan. Haruskah menunggu viral agar jalan itu beraspal?
Dilansir dari BBCNewsIndonesia.com, Warga Lampung berharap kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berujung pada perbaikan jalan secara menyeluruh, tidak hanya di daerah yang viral saja. Presiden Jokowi menjanjikan perbaikan jalan-jalan yang rusak di Lampung dilakukan "secepat-cepatnya".
"Secepat-cepatnya dimulai (perbaikan jalan) yang rusak. Yang kira-kira provinsi tidak memiliki kemampuan, kemudian kabupaten tidak memiliki kemampuan, akan diambil alih untuk Kementerian PU [Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat], utamanya yang jalannya rusak parah," kata Jokowi selepas meninjau harga kebutuhan pokok di Pasar Natar, Lampung Selatan, Jumat (05/05).
Jokowi mengatakan pemerintah pusat akan "mengambil alih" perbaikan 15 ruas jalan yang sudah rusak parah dalam kurun waktu yang lama dan menganggarkan "kurang lebih Rp800 miliar". Perbaikannya akan dimulai pada Juni karena harus dilakukan lelang terlebih dahulu.
Bagi pengamat kebijakan publik, Zuliansyah, pernyataan presiden merupakan "tamparan" untuk pemerintah daerah karena sudah ada pembagian tugas antara pemerintah pusat dan daerah.
Artinya, dalam hal ini, jalan-jalan yang rusak di kabupaten Lampung semestinya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Menurut pakar ilmu pemerintahan, Bayu Dardias Kurniadi, pemerintah pusat sebaiknya fokus ke jalan nasional yang menjadi kewenangannya. Sebab, jalan provinsi dan jalan kabupaten—jalan rusak yang dikunjungi Jokowi di Lampung—adalah kewenangan pemerintah daerah.
"Selain itu, pemerintah harus memastikan kontrol anggaran agar pemprov dan pemkot/pemkab mengutamakan anggaran untuk kepentingan publik, termasuk jalan, tidak hanya untuk anggaran rutin," kata Bayu.
Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Fahrizal Darminto, mengatakan pihaknya menganggarkan perbaikan jalan antara Rp600 miliar - Rp700 miliar.
"Itu sudah masuk di APBD, sudah disetujui oleh dewan terhormat bulan Desember awal," kata Fahrizal beberapa waktu lalu.
Kepada warga, Jokowi menjanjikan jalanan Lampung akan diperbaiki. Mendengar ucapan Jokowi, warga pun bersorak gembira. "Masyarakat harus tahu ada tanggung jawab, jalan nasional itu di pemerintah pusat, jalan provinsi itu ada di gubernur, jalan kabupaten itu ada di bupati dan walikota. Tapi ini karena memang sudah lama, jadi akan diambil alih oleh pemerintah pusat," kata Jokowi.
Pengamat kebijakan publik Zuliansyah menilai keputusan Jokowi itu "jangan dianggap sebagai presiden memperhatikan".
"Ini tamparan. Mau ngomong apa pak presiden kalau layanan infrastuktur dasar saja satu pemerintah provinsi, kabupaten, kota, enggak bisa menyelesaikan itu? Itu kan berarti kapabilitas pemerintah provinsi, kabupaten/kota dipertanyakan presiden sebenarnya, kan?" kata dia.
Zuliansyah menjelaskan pemerintah pusat memang bisa melakukan 'intervensi' terhadap pemerintah daerah, misalnya pada proyek-proyek yang bersifat prioritas nasional, tapi bukan untuk infrastruktur dasar seperti pembangunan jalan.
Haruskah Menunggu Viral untuk Mendatangkan Pimpinan?
Viral rusaknya jalan di Lampung ‘berakhir’ dengan kunjungan Presiden dan kucuran dana dari pusat. Mengapa harus menunggu viral untuk mendapat perhatian pemerintah? Jika pemerintah pusat tak tahu, bukankah sudah punya wakil di pemerintah kota dan daerah?
Jalan adalah kebutuhan penting untuk akses umat memenuhi hajat hidupnya. Para pekerja yang setiap hari lewat, bisa terlambat jika jalan rusak. Bagaimana efeknya terhadap pelayanan masyarakat? Kesal karena jalan rusak, perasaan tak nyaman, fisik capek, jadi bekerja tak maksimal.
Anak-anak sekolah bisa terlambat masuk sekolah jika kendaraan melewati jalan berlubang besar sana sini tak ada yang aman. Tak ada rasa gembira dan semangat menuju sekolah jika tak betul-betul anak pintar berorientasi masa depan. Harus menekan perasaan kesal dan marah untuk bisa tetap eksis belajar.
Bagaimana akses masuknya kebutuhan pokok dari luar? Pantas saja jika harga kebutuhan pokok di Lampung sangat mahal. Karena akses keluar masuk perlu perjuangan dan kesabaran tinggi. Kondisi seperti itu sudah bertahun-tahun tak ada perbaikan.
Apakah masyarakat diam saja melihat kedzaliman seperti itu?
Suara masyarakat tak terdengar. Jangankan ke pemerintah pusat, pemerintah daerah pun tak menghiraukan. Butuh kritik keras hingga jadi viral baru didengar?
Persoalan ini menunjukkan banyak hal, mulai dari abainya pemerintah daerah, lemahnya pengawasan pusat, hingga viral menjadi metode mendapatkan solusi. Haruskah menunggu viral untuk menghadirkan pimpinan untuk meriayah warganya? Bukankah ini jadi tamparan yang memalukan karena jadi tahu betapa pemimpin abai terhadap kebutuhan umat.
Apalagi masalah jalan rusak merupakan faktor penting karena jadi akses keluar masuknya warga untuk memenuhi hajat hidupnya. Jalan rusak pasti sangat menghambat terpenuhinya hajat hidup masyarakat.
Bagaimana kalau ada warga sakit yang harus segera dilarikan ke Rumah Sakit atau Klinik yang bisa membantu segera? Bagaimana jika ada ibu hamil akan melakukan persalinan yang membutuhkan pertolongan cepat? Betapa besar penderitaan masyarakat di sana. Hal itu terjadi setiap hari, sudah puluhan tahun terjadi. Kemudian bukan hanya satu dua jalan tapi banyak terjadi jalan rusak dan berlubang.
Kondisi seperti itu tak membuat hati pemimpin tergerak untuk menunaikan amanahnya. Tak mungkin tak melihat fakta yang terpampang di depan mata. Apa sengaja menutup mata dan telinga agar tak mendengar fakta yang ada?
Semua menggambarkan betapa lemahnya sistem pengurusan umat berdasarkan demokrasi. Suara rakyat hanya dibutuhkan ketika akan mengadakan pesta raya pemilihan pemimpin pusat, kota, maupun daerah. Setelah para pemimpin terpilih maka rakyat yang dulu akan dijanjikan hidup aman sejahtera justru dilupakan, diabaikan, bahkan didzalimi.
Masihkah Bertahan dengan Sistem Sesat, atau sudah Saatnya Beralih ke Sistem Islam?
Islam menjadikan penguasa sebagai pihak yang bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. dan akan memberikan amanah kepada individu yang memiliki kompetensi dan komitmen tinggi.
Pemimpin Islam akan turun ke masyarakat, mencari umat yang membutuhkan pertolongan. Masyarakat yang tak punya pekerjaan akan disediakan lapangan pekerjaan agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
Masyarakat yang sakit akan diberikan jaminan kesehatan dan layanan kesehatan gratis dan jika berbayar akan membayar rumah.
Apalagi masalah jalan yang merupakan akses penting masyarakat demi memenuhi segala kebutuhan, maka akan sangat diperhatikan oleh negara.
Ketika menjabat sebagai khalifah, Umar bin Khattab Ra suatu kali pernah bertutur, "Seandainya seekor keledai terperosok ke sungai di kota Baghdad, niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya dan ditanya, ‘Mengapa engkau tidak meratakan jalan untuknya?’ "
Demikian berat cakupan definisi tanggung jawab seorang pemimpin bagi Umar bin Khattab. Ia yang berada di Madinah dengan segala keterbatasan komunikasi dan transportasi saat itu masih memikirkan tanggung jawabnya akan apa yang terjadi ribuan mil di Kota Baghdad.
Begitulah gambaran pemimpin dalam Islam. Seekor keledai yang jauh dari jangkauan saja dipikirkan, apalagi nyawa seorang manusia. Begitu sangat berharga nilai sebuah nyawa manusia. Bahkan lebih utama daripada dunia seisinya. Maka seorang pemimpin yang paham aturan Islam akan berupaya maksimal menjaga keamanan dan keselamatan manusia yang menjadi tanggung jawabnya.
Begitu baiknya tatanan pemerintahan Islam, masihkah mau bertahan dengan pemerintahan demokrasi? Atau segera beralih dengan pemerintah Islam yang menyejahterakan umat?
Wallahu a'lam bish shawwab
Tags
Opini