Tanpa Tindak Tegas Negara, Penistaan Agama Akan Terus Berulang

 



Oleh Hamsia
(Pegiat Literasi)


Di tengah kebahagiaan umat Islam merayakan hari Raya Idul Fitri 1444 H, agama Islam kembali dinistakan di negeri yang memiliki penduduk Muslim terbesar di dunia. Bahkan ada dua kejadian berbeda dalam waktu yang berdekatan. 

Kali ini dilakukan oleh seorang selebgram  bernama Lina Mukherjee. Lina yang diketahui beragama Islam mengonsumsi daging babi sembari mengucapkan Basmallah. Hal ini memantik respon keras dari netizen. Salah satu pemuka agama di Palembang, syarif Hidayat melaporkan Lina Mukherjee ke polisi. Polda Sumsel Kombes Pol Agung Marliantio akhirnya menetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama karena imbas konten makan babi. (CnnIndonesia,  29/4/2023)

Kasus penistaan berikutnya dilakukan oleh seorang warga negara asing (WNA) asal Australia yang berinisial BCAA (42) telah ditetapkan sebagai tersangka setelah ia meludahi Imam Masjid Jami Al-Muhajir Bandung. Dikarenakan  WNA tengah menginap di salah satu hotel tidak jauh dari Masjid Jami Al-Muhajir, Bandung. Namun, ketika imam masjid M.Basri Anwar memutar rekaman murottal Al-Quran bule tersebut tiba-tiba datang meludahi wajahnya. Sebelumnya ia juga mengeluarkan kata-kata kasar dan hendak memukul sang imam masjid. Semua kejadian tersebut terekam kamera cctv hingga viral di sosial media. (Kompas.com, 30/4/2023).

Sungguh ironis, berulangnya kasus penistaan agama sejatinya  menunjukkan negara tidak mampu memberi efek jera pada pelaku atas kasus-kasus penistaan agama sebelumnya. Hal itu merupakan satu keniscayaan dalam sistem sekuler, karena sistem sekuler yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan.

Sekularisme yang dianut adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Paham ini telah menjamin berbagai kebebasan termasuk kebebasan berpendapat dan berekspresi. Meski negara ini menggolongkan penistaan agama sebagai tindak pidana, namun tidak ada sanksi tegas yang membuat jera. Dalam Pasal 156a KUHP, penistaan agama diancam dengan penjara lima tahun penjara. Artinya, hukumannya bisa lebih ringan dari penjara lima tahun.

Meskipun telah ada undang-undang yang mengatur sanksi terhadap penistaan agama, namun suara para penistaan agama masih nyaring terdengar. Penistaan ini akan terus berulang dengan cara yang baru dan pelaku yang baru karena negara yang berlandaskan pada kebebasan menjamin setiap orang berkata dan bertindak semaunya tanpa takut ditindak aparat. Tak ayal dikatakan selama sistem sekuler liberal, penistaan agama yang melukai kaum muslimin tampak sangat bisa ditolerir. Nilai HAM, demokrasi dan toleransi pun hanya omong kosong saat dihubungkan dengan Islam dan kehormatan kaum Muslim.

Sementara negara seolah bungkam dengan kasus penistaan agama. Negara tidak melihat hal ini adalah persoalan serius yang harus dicari akar masalahnya dan diselesaikan hingga tuntas. Negara seolah meminta umat Islam untuk bersabar dan tidak anarkis terhadap penista agama. Inilah gambaran negara sekuler yang menggunakan aturan selain Islam dalam mengatur negara. Wajar saja tidak ada keadilan dan penjagaan akidah warga negaranya.

Berbeda dengan sistem Islam, yang memiliki mekanisme untuk membuat jera penista agama  dengan tetap berpegang pada prinsip toleransi yang ada padanya. Islam diposisikan sebagai landasan konstitusi dan arah pandang manusia.  Sebab Islam memiliki aturan sangat rinci, digali dari Al-Qur’an dan sunah berkaitan dengan hukuman para penista agama Islam dan tidak akan berubah-ubah.

Pertama, sanksi bagi penghina Nabi secara sengaja atau tidak yakni hanya sebuah lelucon atau meremehkan maka tetap sanksinya dihukum mati. Berbeda halnya jika mereka yang melakukannya dengan keadaan terpaksa, sedangkan hatinya tetap beriman maka mereka lepas dari hukuman.

Kedua, jika pelakunya kafir harbi bukan hanya terkena hukum bagi penghina Nabi, namun harus ditegakkan hukum perang. Karena hubungannya adalah perang (Jihad). Negara harus mengumumkan perang karena telah menghina Rasulullah saw.

Ketiga, jika pelakunya adalah kafir dzimmi maka sanksinya adalah hukum mati karena mereka sudah tidak ada lagi perlindungan. Jadi, mereka dibunuh karena kekafiran mereka.

Negara yang menerapkan Islam kafah mengemban dakwah ke seluruh dunia, melindungi kaum muslimin dan mengurus kemaslahatan mereka. Negara menjadi junnah (perisai) bagi kaum muslimin dari setiap teror dan serangan musuh-musuh Islam. Sebab salah satu fungsi negara adalah menjaga agama dengan jalan menjaga akidah umat.

Negara juga tidak akan pernah membiarkan siapa pun menista agama Islam. Negara akan selalu menggencarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia untuk menciptakan kondisi yang kondusif agar umat Muslim selalu tunduk terdapat penciptanya. Sekaligus mengantisipasi dan menutup semua celah terjadinya penyimpangan melalui penerapan sanksi yang tegas sesuai Al-Quran dan sunah.

Wallahu a’lam bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak