Oleh: Nabila Sinatrya
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat (5/5) mengatakan bahwa COVID-19 tidak lagi memenuhi syarat untuk dianggap sebagai darurat global. Ini menandai akhir simbolis pandemi virus corona yang menghancurkan, yang pernah memicu lockdown yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, menjungkirbalikkan ekonomi global dan menewaskan sedikitnya tujuh juta orang di seluruh dunia. (voaindonesia.com/05/05/2023)
Hal ini bukan berarti kasus covid-19 telah selesai. Bahkan di Indonesia dalam tujuh hari terakhir per 1 juta penduduk ada sebanyak 46 orang akibat covid-19. Worldometer menempatkan Indonesia berada diurutan ke 13 Asia.
Varian Arcturus yang muncul beberapa waktu lalu membuat lonjakan kasus yang cukup tinggi, di India misalnya, juga dengan mudahnya penularan. Mengakhiri darurat pandemi secara simbolis akan memberi kebebasan bagi masing-masing negara dalam menanggulanginya sendiri. Bagi masyarakat, berarti pembiayaan jika terinfeksi Covid, tidak lagi ditanggung pemerintah. Tanpa ada edukasi akan kondisi ini, dapat terjadi mispersepsi atas penyakit ini di tengah masyarakat.
Untuk mengatasi pandemi Covid-19 ini butuh kerjasama yang kompak antara masyarakat dan negara, namun itu hanya menjadi ilusi belaka dalam kehidupan yang mengadopsi sistem kapitalisme. Asas materi yang dijadikan sebagai landasan tidak membuat pandemi benar-benar teratasi secara tuntas.
Sistem kapitalisme menjadikan layanan kesehatan sebagai objek komersialisasi para pemilik modal. Akibatnya, masyarakat akan dilayani sesuai dengan harga yang dibayar. Untuk masyarakat menengah ke bawah akan sulit menjangkaunya karena dirasa cukup mahal.
Edukasi yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat juga tidak optimal. Pasalnya masih banyak masyarakat yang tidak memahami langkah pencegahan (preventif) dan pengobatannya. Tak heran banyak dari mereka yang seolah mengabaikan Covid-19 ini.
Sedangkan dalam Islam, pengaturan layanan kesehatan dikembalikan kepada ketentuan syara’, yaitu dalam naungan Khilafah. Layanan kesehatan menjadi tanggung jawab Khilafah secara total, yaitu dengan fasilitas terbaik dan gratis.
Penanganan Covid-19 harus ditinjau dari dua sisi, yaitu preventif (pencegahan) juga kuratif (pengobatan). Khilafah akan memberikan edukasi ke seluruh lapisan masyarakat untuk menyadari bahaya dari ancaman infeksi virus. Masyarakat juga diperintahkan untuk menaati protokol kesehatan, segera melaporkan jika merasakan tanda-tanda terinfeksi virus, juga menjaga kebersihan dan kesehatan.
Khilafah hadir sebagai pelayan umat, kesehatan menjadi kebutuhan pokok komunal yang wajib dipenuhi oleh negara selain dari keamanan dan pendidikan. Ketika virus terdeteksi, maka khilafah akan memaksimalkan perannya untuk melakukan test massal agar segera terdeteksi siapa yang terinfeksi dan tidak. Karena dengan mengetahui yang terinfeksi bisa segera diobati dan yang tidak terinfeksi bisa menjalankan aktivitas sehari-hari.
Fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, obat-obatan, dan tenaga medis akan diperbanyak untuk bisa cepat dan tanggap dalam mengatasi pandemi. Begitulah cara khilafah dalam menangani pandemi.
Wallahu’Alam bishowab