Oleh: Tri, S.Si
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia meminta agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Kesehatan dihentikan. Salah satu poin yang dipermasalahkan di RUU itu adalah perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dan tenaga medis yang dinilai belum terjamin. PB IDI meminta agar penolakan berbagai pihak terhadap RUU ini diperhatikan secara serius oleh pemerintah. Tanpa perlindungan hukum, tenaga kesehatan dikhawatirkan mudah terlibat masalah hukum. Jaminan keselamatan dan keamanan juga perlu bagi tenaga kesehatan yang bertugas di area konflik.
Hal ini berkaca dari kematian Mawarti Susanti, dokter spesialis paru di Rumah Sakit Umum Daerah Nabire, Papua. Kematian tenaga kesehatan juga pernah menimpa dokter Soeko saat kerusuhan di Wamena, Papua Pegunungan (dulu Papua), pada 2019. Adapun dokter Ayu di Manado, Sulawesi Utara, pernah mengalami kriminalisasi pada 2012 (Kompas.id, 13/3/2023). Tenaga medis dan tenaga kesehatan tidak akan kehilangan hak yang sebelumnya ada di UU Kesehatan. Ratusan tenaga kesehatan melakukan demo tolak RUU Kesehatan Omnibus Law di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (28/11/2022).
Demo digelar untuk mendesak anggota DPR untuk mencabut RUU Kesehatan Omnibus Law dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas di tahun 2023.
Perlindungan dan hak imunitas tenaga kesehatan mesti dijamin karena tanpa itu, pelayanan kesehatan untuk masyarakat tidak akan optimal. Pelayanan kesehatan akan berbiaya tinggi karena risiko hukumnya tinggi pula. Padahal, program Jaminan Kesehatan Nasional menerapkan pelayanan kesehatan dengan biaya yang efisien.
Ia juga berharap agar pembahasan RUU Kesehatan tidak sampai ke pengesahan pada pembahasan tingkat II di DPR. Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menyatakan, perlindungan hukum ekstra diberikan kepada tenaga kesehatan. Hal ini ditampung dalam daftar isian masalah (DIM) RUU Kesehatan yang telah disampaikan ke DPR pada 5 April 2023. Ia menambahkan, RUU memuat aturan soal hak tenaga kesehatan dan tenaga medis untuk menghentikan pelayanan jika memperoleh kekerasan fisik dan verbal. Adapun pemerintah mengusulkan tambahan substansi tentang hak perlindungan hukum bagi peserta didik kesehatan di RUU (kompas.com, 11/04/2023).
Beberapa kasus diatas adalah secuil gambaran betapa buruknya pelayanan pemerintah terhadap rakyat. Tidakkah pemerintah negeri ini merasa bertanggung jawab atas derita yang menimpa sebagian besar rakyatnya? Atau sekedar iba lalu tergerak membantu, adakah? Karena kedudukan mereka sebagai wakil rakyat bukanlah untuk kemaslahatan rakyat melainkan untuk kepentingan segelintir orang yang punya kuasa dan harta. Begitulah kapitalisme, sangat ampuh menggerus kemanusiaan elite politik negeri ini. Kehadiran BPJS yang di gadang-gadang akan meringankan urusan perobatan semua kalangan dengan sistem ”tolong-menolong” nya hanyalah bualan “penguasa boneka” semata. Toh, yang menjadi pusat perhatian mereka bukanlah mudahnya masyarakat mengakses layanan kesehatan, melainkan meraup keuntungan sebesar-besarnya dari iuran “paksa” yang mereka berlakukan pada kalangan menengah kebawah. Lihatlah betapa menggiurkannya gaji seorang Dirut BPJS Kesehatan. Bahkan setelah 2 bulan kabinet baru dilantik, mereka masih berkutat dengan defisit, defisit dan defisit yang dialami BPJS. Hingga detik ini politikus negeri ini masih sibuk mengkalkulasikan keuntungan yang bisa“dikantongi” BPJS Kesehatan dengan kenaikan premi per bulannya. Berbicara tentang kebobrokan kapitalisme memang tak akan ada habisnya. Karena sejatinya kapitalisme sudah cacat sejak lahir dan akan menimbulkan kecacatan-kecatan turunan selama masih diterapkan.
Inilah potret rumitnya memperoleh akses pelayanan kesehatan dalam lingkup sistem kapitalis. Paradigma kapitalis menganggap bahwa fungsi pelayanan kesehatan adalah untuk meraih keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Akibatnya kesehatan dijadikan ladang bisnis yang menggiurkan. Maka jangan heran, kalaupun ada program kesehatan yang berbiaya murah atau gratis, warga harus menempuh birokrasi yang panjang dan berbelit meskipun pasien sakit parah, bahkan tak sedikit berujung kehilangan nyawa. Kalau ingin mendapatkan pelayanan yang cepat, maka penggunaan dana pribadi adalah pilihan yang tepat namun biaya yang dikeluarkan sudah pasti tak mungkin sedikit.
Selain itu, seringkali juga ditemukan pelayanan dari petugas kesehatan yang tidak ramah kepada masyarakat pengguna PBJS dan sejenisnya. Berbeda jika pasien menggunakan dana pribadi atau asuransi kelas premium. Sekalipun ada kalanya sikap tidak ramah ditunjukkan petugas karena lelah menghadapi jumlah pasien pengguna layanan yang begitu banyak. Namun itulah resiko yang memang harus dihadapi, sebab layanan kesehatan adalah kebutuhan semua kalangan masyarakat dari berbagai kelas. Sudahlah menunggu lama karena birokrasi, pasien juga harus menelan sikap tidak menyenangkan dari petugas kesehatan. Padahal logikanya semua orang yang sakit, baik ringan apalagi yang kronis ingin segera tertangani penyakitnya.
Inilah bukti bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh dalam memberikan pelayanan dan fasilitas kesehatan terbaik untuk warganya. Ada pilihan murah atau gratis tapi tidak diikuti dengan pelayanan, fasilitas dan juga obat-obatan yang berkualitas. Bagi masyarakat yang menengah ke atas akan lebih mudah memperoleh pelayanan dengan kualitas terbaik, karena mampu membayar dengan harga tinggi. Terlihat ada perbedaan kelas dan perlakuan antara lapisan masyarakat yang kaya raya dengan yang tidak mampu. Sisi lain hal ini semakin memberikan keuntungan pada para kapitalis yang terjun di bisnis kesehatan, seperti bisnis obat, alkes, asuransi kesehatan kelas premium dan lain sebagainya.
Adalah Bymaristan sebuah Rumah Sakit sekaligus Sekolah Kedoktoran bersejarah yang menjadi garda terdepan dalam masalah pelayanan medis di saat bangsa-bangsa Barat sedang dalam masa keterpurukan. Pelayanan kesehatan melalui Rumah Sakit yang dalam bahasa Persia disebutBymaristan ini dirintis oleh Khalifah Al Walid dari Dinasti Bani Umayyah (hidayatullah.com)
Rumah sakit ini dibiayai oleh para sultan, pejabat, maupun para saudagar yang menyerahkan istana dan aset mewahnya guna pengembangan pelayanan kesehatan masa itu. Termasuk, untuk gaji para dokter, tenaga kesehatan, serta staf rumah sakit lainnya.
Pemerintah pada masa itu memfasilitasi masyarakat dengan layanan kesehatan yang menakjubkan dan berstatus high quality sebagai bentuk riayah (pengaturan) mereka terhadap rakyat. Penguasa di masa peradaban Islam memahami betul bahwa kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Dimana mekanisme pemenuhannya adalah langsung dipenuhi oleh negara. Karena negara dalam Islam adalah sebagai pengatur urusan rakyat, dan penguasa sebagai pelaksana negara akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT atas pelaksanaan pengaturan ini.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya (HR al–Bukhari dari Abdullah bin Umar ra.)"
Sudah Menjadi kewajiban Negara mengadakan rumah sakit, klinik, obat-obatan dan kebutuhan-kebutuhan kesehatan lainnya yang diperlukan oleh kaum Muslim dalam terapi pengobatan dan berobat. Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Anas ra. Bahwa serombongan orang dari Kabilah Urainah masuk Islam. Lalu mereka jatuh sakit di Madinah. Rasulullah SAW selaku kepala Negara saat itu meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul Mal di dekat Quba’. Mereka dibolehkan minum air susunya sampai sembuh. Semua itu merupakan dalil bahwa pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar bagi seluruh rakyat yang wajib disediakan oleh Negara secara gratis dan tanpa diskriminasi.
Hal ini Jauh berbeda dari pelayanan kesehatan yang saat ini diberikan oleh penguasa negeri ini. Karena kepemimpinan mereka dijalankan dengan sistem kapitalis yang hanya mementingkan uang, uang dan uang. Penguasa negeri ini betul-betul abai terhadap urusan rakyat yang dipimpinnya. Padahal semua itu berat pertanggung jawabaanya dihadapan ALLAH SWT. Sebagaimana nasihat yang pernah disampaikan Rasulullah yang mulia kepada salah seorang sahabatnya Abu Dzar Alghifari tentang kekuasaan. Dari Abu Dzarr , ia berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberiku kekuasaan?” Lalu beliau memegang pundakku dengan tangannya, kemudian bersabda:
“Wahai Abu Dzarr, sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah. Dan kekuasaan itu adalah amanah, dan kekuasaan tersebut pada hari kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan tersebut dengan haknya dan melaksanakan kewajibannya pada kekuasaannya itu.” (HR. Muslim).
Luarbiasanya Islam ketika diterapkan dalam aturan kehidupan yang komprehensif dalam seluruh sendi kehidupan. Jangankan manusia bahkan tumbuhan dan hewan pun tidak akan dizhalimi oleh penguasanya. Sebab aturan dari maha pencipta adalah aturan paripurna tiada cela. Semoga Allah mengizinkan kita segera merasakan sejahteranya hidup dibawah naungan aturan Islam yang sempurna dalam seluruh sendi kehidupan.
Pelayanan kesehatan prima diberikan kepada seluruh penduduk tanpa memandang status ekonomi. Tidak ada birokrasi rumit, karena sistem administrasi dalam Daulah Islam bersifat mempermudah bukan mempersulit. Tak ada pembeda dalam kelas ekonomi. Kelas sultan ataupun rakyat jelata semua berhak mendapatkan pelayanan kesehatan paripurna dan dilayani dengan sepenuh hati oleh seluruh nakes berikut para pegawainya. Dari sisi fasilitas kesehatan pun daulah memberikan yang terbaik. Daulah menyediakan rumah sakit-rumah sakit, klinik-klinik ataupun puskesmas dengan alat-alat yang lengkap dan memadai. Begitu pula dengan penyediaan obat-obatan halal dengan kualitas terbaik. Semua diberikan secara gratis karena memang pelayanan kesehatan adalah bentuk pengurusan yang wajib diberikan daulah kepada seluruh warganya tanpa kecuali, tanpa melihat status sosial, agama, etnis, dan golongan.
Tidak hanya sampai di situ saja, Daulah juga memberikan dukungan penuh terhadap riset obat-obatan, vaksin, penyakit-penyakit, atapun alat-alat kesehatan dengan memberikan laboratorium atau balai-balai penelitian dengan anggaran dan perlengkapan yang memadai demi kemajuan IPTEK dalam bidang kesehatan. Seluruh nakes seperti dokter perawat, apoteker dan para pegawainya termasuk para peneliti atau pakar-pakar di bidang kesehatan akan memperoleh gaji sesuai dengan jasa yang diberikan sebagai bentuk penghargaan terhadap jasa mereka.
Mereka pun ketika memberikan pelayanan bukan semata-mata mengejar materi, tetapi karena didorong keinginan berkontribusi untuk kesehatan masyarakat dan memperoleh ridho Allah lewat pekerjaannya. Dengan totalitas pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Daulah, semua lapisan masyarakat akan mendapatkan pelayanan yang cepat dan terbaik tanpa harus berlama-lama dengan birokrasi yang panjang ataupun pelayanan yang minimalis. Daulah tidak akan menerapkan pelayanan kesehatan dengan mekanisme atau regulasi hitungan dagang antara penjual dan pembeli yang tujuannya mencapai keuntungan materi, seperti realitas yang terjadi pada saat ini.
Semua dilakukan Khalifah (pemimpin Daulah Islam) sebagai bentuk tanggung jawab dari amanah yang diberikan Allah sekaligus sebagai bentuk kewajiban mengurus warganya sesuai standar syariat Islam. Bahkan bukan hanya dari segi pelayanan kesehatan saja, Daulah juga akan memberikan pelayanan paripurna dari aspek lainnnya seperti ekonomi, sosial, pendidikan dan sebagainya. Wallahu alam bi showab.