Sanksi dalam Islam, Atasi dan Cegah Kriminalitas dengan Tegas



Oleh : Andini


Pada momen Idul Fitri 1444 Hijriah kemarin, sebanyak 146.260 dari 196.371 narapidana beragama Islam di Indonesia menerima remisi khusus (RK). Hal ini disampaikan oleh Direktorat Jenderal Hukum dan Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemkumham.

"Tak hanya mempercepat reintegrasi sosial narapidana, pemberian RK Idul Fitri ini juga berpotensi menghemat biaya anggaran makan narapidana hingga Rp 72.810.405.000," kata Koordinator Humas dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti dalam keterangan tertulis, Minggu (23/4/2023).

Kemkumham menilai bahwa pemberian remisi ini berkaitan dengan "keseriusan bertobat dan memperbaiki diri". (kompas.com, 23/04/2023)

Salah satu narapidana yang mendapatkan remisi khusus adalah Setya Novanto. Narapidana atau Napi kasus korupsi proyek KTP elektronik atau korupsi e-KTP itu mendapatkan remisi hari raya selama satu bulan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung, dikutip dari ANTARA. (tempo.co, 23/04/2023)

Remisi merupakan pengurangan masa pidana yang diberikan pada narapidana yang memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Remisi khusus diberikan pada hari besar keagamaan yang dianut oleh narapidana yang bersangkutan.

Adanya remisi dalam sistem sanksi saat ini menunjukkan ketidakseriusan dalam memberikan efek jera pada pelaku kejahatan. Belum lagi, gaya hidup di dalam sel tahanan bisa dibeli. Banyak narapidana yang mempunyai fasilitas mewah dalam kamar tahanan mereka.

Begitupun sering kita temukan fakta, mantan narapidana yang telah bebas dari jeruji besi mengulangi kejahatannya, atau malah lebih parah lagi. Tak kalah mengejutkan, mantan napi juga bisa memangku jabatan di pemerintahan seolah tidak punya rekam jejak kriminal.

Sistem sanksi yang dapat dijual-beli dan diotak-atik seperti ini pasti akan selalu ada dalam sistem liberal kapitalisme yang saat ini diterapkan. Karena dalam sistem kapitalisme, mendapat materi dan keuntungan sebanyak-banyaknya adalah asas kebahagiaan para penganutnya.

Tak peduli akan berefek bagaimana, apakah pelaku kejahatan jera atau tidak, pemberian remisi akan tetap ada salah satunya dengan dalih menghemat anggaran. Maka tumbuh suburnya kejahatan karena sanksi yang tidak memberi efek jera adalah keniscayaan.

Sanksi dalam sistem liberal kapitalisme berbeda dengan sanksi dalam sistem Islam. Sanksi dalam Islam ditetapkan oleh Allah Swt. Dalam Islam disebut hukum-hukum uqubat (hukum pidana, sanksi, dan pelanggaran), yang mana hukum-hukum tersebut berfungsi sebagai pencegah dan penebus. 

Sebagai pencegah karena ia berfungsi mencegah manusia dari tindakan kriminal; dan sebagai penebus karena ia berfungsi menebus dosa seorang muslim dari azab Allah pada hari kiamat.

Keberadaan uqubat dalam Islam yang berfungsi sebagai pencegah, telah ditetapkan dalam nas Al-Qur’an, Allah berfirman,

وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ يّٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Dalam kisas (hukuman matifu) itu ada kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal.” (QS Al-Baqarah: 179)

Bagi orang yang berakal, tentu tidak akan berani melakukan pembunuhan ketika ia mengetahui bahwa hukuman dari membunuh orang lain adalah ia akan dibunuh juga. Atau seorang yang berniat mencuri, ketika ia mengetahui hukumannya adalah potong tangan, tentu ia akan takut melakukannya. Demikian pula halnya dengan semua bentuk pencegahan.

Syariat Islam telah menjelaskan bahwa pelaku tindakan-tindakan kriminal akan mendapat hukuman di dunia maupun di akhirat. Hukuman di akhirat akan dijatuhkan oleh Allah terhadap para pelakunya. Allah akan mengazab mereka pada hari kiamat, sebagaimana dijelaskan dalam firman-firman-Nya,

يُعْرَفُ الْمُجْرِمُوْنَ بِسِيْمٰهُمْ فَيُؤْخَذُ بِالنَّوَاصِيْ وَالْاَقْدَامِۚ

“Orang-orang yang berbuat kejahatan dapat dikenal dari tanda-tandanya. Maka direnggutlah mereka dari ubun-ubun dan kaki-kaki mereka.” (QS Ar-Rahman: 41)

Adapun hukuman di dunia, Allah telah menjelaskannya dalam Al-Qur’an dan hadits. Allah Swt. telah memberikan wewenang pelaksanaan hukuman tersebut kepada negara. Jadi, hukuman dalam Islam dilaksanakan oleh Imam (khalifah) atau wakilnya (hakim), yaitu dengan menerapkan sanksi-sanksi yang dilakukan oleh Daulah Islamiah, baik yang berupa had, takzir, dan atau kafarat (denda).

Hukuman yang dijatuhkan oleh negara Islam di dunia ini akan menggugurkan siksaan di akhirat terhadap pelaku kejahatan. Hukuman uqubat tersebut bersifat sebagai pencegah dan penebus, yaitu akan mencegah manusia dari melakukan tindakan kejahatan, sekaligus berfungsi sebagai penebus siksaan di akhirat nanti sehingga gugurlah siksaan itu bagi seorang muslim yang melakukannya.

Maka sudah jelas, uqubat yang dilaksanakan dalam sistem Islam selain akan memberantas kejahatan secara tegas dan memberi efek jera tanpa pandang bulu, juga akan membawa berkah bagi kehidupan. Berbeda dengan sanksi dalam sistem saat ini, yang sekalipun pelaku kejahatan sudah dihukum, tetapi hukumannya masih bisa dipermainkan dan tidak dapat mencegah kriminalitas yang terus tumbuh subur. Wallahu a'lam bisshawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak