Refleksi Mayday : Kapitalisme Akan Tetap Abai Pada Nasib Buruh




Oleh : Ami Ammara


Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan sebanyak 50 ribu massa akan menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional alias May Day pada Senin, 1 Mei 2023.

Said menyebut massa bakal menggelar aksi di depan Istana Negara dan Gedung Mahkamah Konstitusi.

Massa buruh yang hadir pada May Day 2023 ini merupakan gabungan dari sejumlah kelompok buruh di Indonesia,” kata Said dalam keterangannya, Sabtu, 29 April 2023.
TEMPO.CO, Jakarta.

Said menjelaskan, kelompok buruh ini di antaranya Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), serta Serikat Petani Indonesia.

Rencananya, aksi digelar sejak pukul 09.30 hingga 12.30 WIB. Usai menunaikan aksi di Istana dan Gedung MK, Said menyebut massa akan diarahkan bergerak menuju Istora Senayan. Sebab, kata dia, Istora akan jadi tempat May Day Viesta.

Setiap tahun selalu ada peringatan hari Buruh, bahkan internasional.
Namun tetap saja nasib buruh tak makin sejahtera bahkan makin berat hidupnya.

Tuntutan mengenai gaji selalu menjadi poin dalam setiap demonstrasi buruh. Ya, jika kita telisik, problem mendasar masalah perburuhan/ketenagakerjaan adalah persoalan upah.

Problem seperti jam kerja, cuti kerja, keselamatan kerja, etos kerja, keterampilan kerja, dll. adalah turunan dari permasalahan upah.

Lantas mengapa problem upah tidak kunjung selesai? Semua ini berawal dari cara pandang sistem ekonomi kapitalisme yang dipakai oleh hampir seluruh negara saat ini.

Sistem ini memposisikan upah sebagai bagian dari faktor produksi. Walhasil, jika ingin meraih keuntungan yang setinggi-tingginya maka upah harus ditekan seoptimal mungkin.

Sistem Islam Solusi Problem Perburuhan

Konflik antara buruh dan pengusaha merupakan masalah abadi dalam sistem kapitalisme. Mengapa demikian? Karena kapitalisme menciptakan eksploitasi oleh pengusaha kapitalis terhadap kaum buruh sehingga tidak pernah ada titik temu di antara keduanya. Yang ada justru konflik tiada akhir.

Lantas, apakah ini memang problem yang tidak akan pernah selesai? Nyatanya tidak. Konflik perburuhan dalam skala massal tidak pernah ada dalam sistem Islam. Kalau konflik individual yang sifatnya kasuistik, bisa jadi ada, tetapi tidak marak.

Mesranya hubungan buruh dan pengusaha ini terwujud dalam sistem Islam karena Khilafah Islamiah berhasil mewujudkan keadilan sebagai hasil penerapan aturan dari Allah Swt.. Firman Allah Taala,

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan mizan (neraca, keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (QS Al-Hadid: 25).

Keadilan tersebut tampak dari penempatan pengusaha dan pekerja dalam level yang sama, yaitu sama-sama sebagai hamba Allah Taala yang wajib taat pada syariat-Nya.

Dengan demikian, tidak ada “kastanisasi” antara pengusaha dan pekerja sebagaimana dalam kapitalisme yang memposisikan pengusaha pada level yang tinggi karena punya banyak materi (kekayaan) sehingga semua kemauannya dituruti. Sedangkan buruh dianggap rendah karena lemah secara materi (kekayaan) sehingga harus patuh pada kehendak pengusaha.

Dalam Islam, pengusaha dan pekerja terikat oleh satu kontrak (akad) yang adil dan bersifat saling rida di antara keduanya. Rida itu meliputi aspek upah, jam kerja, jenis pekerjaan, dll.. Ketika keduanya sepakat dan saling rida, barulah pekerjaan dilakukan. Dengan demikian, tidak ada pihak yang terpaksa dan terzalimi.

Sistem upah yang adil juga terwujud dalam sistem Islam. Seorang pekerja mendapatkan upah sesuai dengan manfaat yang ia berikan, bukan disesuaikan dengan kebutuhan minimum. Upah tersebut adalah hak pekerja dan wajib ditunaikan oleh pengusaha pada tanggal yang disepakati.

Upah pekerja akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya berupa sandang, pangan, dan papan. Sedangkan kebutuhan dasar komunal seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan disediakan oleh negara secara gratis. Untuk transportasi umum, Khilafah menyediakannya secara gratis atau murah.

Adapun para pekerja yang sudah bekerja maksimal, tetapi upahnya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup, negara akan turun tangan untuk membantu. Bantuan Khilafah bisa berupa pelatihan untuk meningkatkan keterampilannya, modal untuk wirausaha, atau santunan jika terkategori lemah.

Semua solusi ini akan menjadikan hubungan buruh dan pengusaha selalu harmonis. Jika pun ada konflik personal, Khilafah akan menyelesaikannya melalui pengadilan yang adil dan menjamin kesejahteraan nyata bagi para buruh.
Wallahu alam bi ash-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak