Tanggal 1 Mei diperingati sebagai May Day atau Hari Buruh Internasional. Seperti tahun-tahun sebelumnya peringatan hari buruh pada tanggal 1 Mei lalu di negeri diwarnai oleh aksi demonstrasi yang dilakukan para buruh. Puluhan ribu buruh menuntut perbaikan nasib mereka. Di Jakarta aksi demonstrasi dilakukan di beberapa titik antara laian depan Istana Negara, Gedung DPR/MPR, Lapangan Panahan Senayan dan GOR Rawa Badak Jakarta Utara. Said Iqbal selaku presiden Partai Buruh atau Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengatakan demonstrasi diikuti 50.000 orang. Dalam aksinya para buruh mengajukan beberapa tuntutan antara laian pertama cabut ambang batas parlemen sebesar 4 persen dan ambang batas presiden sebesar 20 persen karena membahayakan demokrasi. Dua Sahkan RUU DPR dan perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT). Tiga Tolak RUU Kesehatan. Empat Reformasi Agraria dan kedaulatan pangan. Tolak bank tanah , tolak impor beras, kedelai dan lainnya. Lima, pilih calon presiden yang pro buruh dan kelas pekerja. Partai Buruh haram hukumnya berkoalisi dengan partai yang mengesahkan UU Cipta Kerja. Enam. HOSTUM, hapus outsourcing dan tolak upah murah. (bbc.com, 1/05/23).
Tuntutan demonstrasi para buruh tidak lepas dari jaminan kesejahteraan kaum buruh, perbaikan upah dan jaminan kesehatan buruh . Apa yang mereka tuntut sebenarnya merupakan perkara yang wajar. Karena sejatinya setiap manusia memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Namun meski setiap hari buruh selalu melakukan demonstrasi yang diikuti oleh puluhan ribu kaum buruh namun kesejahteraan yang mereka impikan malah semakin menjauh, nasib mereka kian keruh terlebih setelah adanya UUD Omnibus Law cipta kerja.
Kondisi seperti ini merupakan buah dari penerapan sistem kapitalis. Prinsip ekonomi kapitalis adalah dengan modal sekecil-kecilnya mendapatkan keuntungan sebesar besarnya. Dengan prinsip ini para pemilik modal ingin mendapatkan keuntungan materi sebesar-besarnya dengan biaya produksi serendah rendahnya. Para kapitalis tidak akan puas dengan keuntungan yang sudah mereka dapatkan yang sebenarnya sudah besar, mereka akan terus mencari keuntungan yang lebih besar lagi. Salah satunya dengan cara menekan upah buruh. Karenanya kesejahteraan kaum buruh sering harus dikorbankan.
Dalam sistem kapitalis upah buruh didasarkan pada upah minimum daerah, upah didasarkan pada standar kebutuhan minimum. Hal ini tentu tidak bisa menjamin kesejahteraan kaum buruh, karena sekeras apapun kaum buruh bekerja upahnya tidak akan melampaui batas hidup yang ditentukan daerah. Upah buruh yang ditentukan daerah berdasarkan kebutuhan minimal daerah ini tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar kaum buruh bersama keluarganya. Terlebih sikap serakah para pemilik modal yang senantiasa ingin mendapat keuntungan yang besar.
Dalam sistem kapitalis pemerintah hanya berperan sebagai regulator, kaum buruh harus berjuang secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti sandang, pangan, papan, yang harganya kian mahal. Demikian pula kebutuhan dasar public sepert pendidikan, kesehatan dan keamanan tidak mudah diakses, kaum buruh mesti membayar mahal untuk mendapatkannya. Dengan upah yang hanya standar minimal mereka mesti membiayai kebutuhan dasar publik secara mandiri. Karenanya meski hari buruh tiap tahun diperingati, kesejahteraan buruh kian keruh
Kondisi ini berbeda dengan sistem Islam. Islam sebagai dien sempurna yang bersumber dari dzat yang maha sempurna memiliki mekanisme untuk menjamin kesejahteraan seluruh rakyatnya, termasuk kaum buruh.
Dalam sistem Islam Hubungan antara buruh (ajir) dan majikan(mu’ajir) diatur melalui akad ijarah. Dalam akad ijarah antaha buruh atau pekerja dan majikan atau pemilik modal memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi satu sama lain sesuai dengan ketentuan hukum syara’. Majikan atau pemilik modal akan mendapatkan jasa dari pekerja sesuai dengan kesepakatan. Dalam ijarah majikan sebelumnya harus menjelaskan akad kerja kepada buruh tentang besar upah yang diterima, jenis pekerjaan, durasi pekerjaan, tempat pekerjaan dan hal-hal yang terkait dengan pekerjaan. Majikan tidak boleh mempekerjakan buruh diluar kesepakatan.
Apabila pada awal akad tidak disebutkan besaran upah, maka pekerja harus diberi upah yang sepadan yaitu upah yang sepadan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan. Perkirakan besaran upah dalam Islam ditentukan oleh para ahli sesuai dengan jasa yang diberikan. Jadi antara majikan dan pekerja sama-sama mendapatkan manfaat dari ijarah tersebut. Majikan mendapatkan jasa dari pekerja. Pekerja mendapatkan upah yang layak.
Majikan tidak boleh mendolimi pekerja, tidak boleh mengulur-ulur memberian upah. Rasulullah saw bersabda. “Berikan kepada seorang pekerja upah sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah
Upah tidak didasarkan standar minimum daerah tetapi didasarkan kepada besaran jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu bekerja dan tempat bekerja. Semakin besar jasa yang diberikan pekerja semakin besar pula upah yang diterima. Buruh yang sudah mahir akan mendapatkan upah yang tinggi dibanding dengan buruh pemula.
Hak pekerja adalah mendapatkan jaminan upah yang layak sesuai pekerjaan atau jasa yang diberikan, mendapat jaminan keselamatan di tempat kerja, mendapatkan tunjangan sosial dan sejenisnya. Kaum buruh wajib bekerja atau memberikan jasa kepada majikan sesuai akad ijarah. Buruh tidak boleh melakukan hal-hal yang merugikan majikan. Jika ada masalah antara buruh dan majikan negara menyediakan khubaro atau tenaga ahli perburuan untuk menyelesaikan.
Negara sebagai pengurus urusan rakyat akan senantiasa menjaga tersedianya barang kebutuhan pokok secara cukup dan terjangkau masyarakat. Sementara kebutuhan pokok public seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan disediakan secara cuma-cuma oleh negara. Mekanisme seperti inilah yang diterapkan negara untuk menjamin kesejahteraan semua rakyat termasuk kaum buruh. Dengan demikian tidak aka nada demonstrasi yang dilakukan kaum buruh untuk menuntut kesejahteraan, Wallahu a’lam bi ash-showwab.