Oleh: Yuni Damayanti
Siapa yang tidak mengenal aplikasi Tik Tok? Dari aplikasi ini kita dapat melihat segala jenis konten yang disuguhkan oleh jutaan pengguna tik tok. Mirisnya banyak konten yang tidak mendidik bertebaran. Seperti yang terjadi di Kendari, demi viral sekelompok pemuda membuat konten vidio pembusuran di Tugu Kelurahan Talia, Kecamatan Abeli.
Hal itu terungkap setelah Kepolisian Sektor atau Polsek Abeli bergerak cepat menelusuri pelaku vidio viral pembusuran sempat menggegerkan warga itu. Kapolsek Abeli AKP Iyan Sofyan mengatakan kalau vidio viral tersebut sengaja dibuat untuk kepentingan konten Tik Tok, (Tribunnews.Sultra.com, 29/04/2023).
Bukan hanya konten pembusuran yanng menyayat hati, masih ada konten remaja lainya yang membuat mata terbelalak, yaitu konten gantung diri yang berakhir dengan kematian. Sungguh miris keadaan pemuda saat ini demi konten mereka rela mengorbankan oang lain bahkan sampai mengorbankan nyawanya sendiri.
Pemuda saat ini cenderung berpikir instan dan pragmatis, seolah tidak ada lagi sikap kritis terhadap permasalahan di sekitarnya. Wajar hal ini terjadi pada sistem sekuler-liberal karena mereka tidak dididik untuk mandiri dan berjiwa kritis tetapi lebih pada perolehan materi. Kurikulum merdeka belajar dan kampus merdeka lebih diarahkan pada profit oriented sehingga para pemuda melakukan sesuatu untuk mengejar materi.
Demi mengejar materi mereka membuat konten tidak berfaedah dan mengesampingkan dampak buruk bagi orang lain. Hidup di sistem kapitalisme sekuler kesuksesan seseorang diukur dari banyaknya materi yang dimiliki, inilah yang mendorong pemuda menghalalkan segala cara demi mendapatkan materi untuk meraih predikat sukses dimata orang lain. Apalagi di dukung dengan sistem pendidikan yang mencetak generasi pemburu profit. Rasanya tujuan pendidikan negara ini telah berubah, bukan untuk mencerdaskan bangsa dan melahirkan ilmuwan hebat untuk masa depan bangsa.
Jika sistem kapitalis sekuler melahirkan pemuda pemburu materi lantas seperti apa sosok pemuda dalam Islam? Islam menetapkan standar kebahagiaan adalah ridho Allah Swt yang diperoleh melalui ketaatan terhadap syariatnya. Dari sinilah muncul pemuda-pemuda hebat pengemban dakwah dan pemimpin peradaban.
Salahuddin Ayyubi atau dikenal sebagai Saladin merupakan seorang panglima perang dan pejuang Islam Kurdi di Tikrit (sekarang Irak). Ia pernah menjabat sebagai sultan Mesir dan juga pendiri dinasti Ayyubiyah.
Salahuddin terkenal di dunia karena mengalahkan pasukan besar Tentara Salib dalam Pertempuran Hattin dan merebut kota Yerusalem pada 1187. Ia dihormati oleh umat Islam dan banyak orang Barat dari generasi selanjutnya sebab keterampilan politik dan militer, serta kemurahan hati dan sifat kesatrianya.
Salahuddin lahir dengan nama An-Nashir Salahuddin Yusuf Ibn Ayyub di kota Tikrit, Irak pada 1138 masehi. Sang ayah, Najmuddin Ayyub tinggal bersama seorang pemimpin besar lainnya yakni Imaduddin az-Zanki. Imaduddin az-Zanki memuliakan keluarga ini, dan Salahuddin pun tumbuh di lingkungan yang penuh keberkahan dan kerabat yang terhormat.
Di lingkungan barunya dia belajar menunggang kuda, menggunakan senjata, dan tumbuh dalam lingkungan yang sangat mencintai jihad. Di tempat ini juga Salahuddin kecil mulai mempelajari Al-Quran, menghafal hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, mempelajari bahasa dan sastra Arab, dan ilmu-ilmu lainnya.
Persiapan Salahuddin untuk menggempur Tentara Salib dinilai benar-benar matang. Pasalnya, ia telah melakukan persiapan keimanan dengan membersihkan akidah Syiah bathiniyah dari dada-dada kaum muslimin dengan membangun madrasah dan menyebarkan dakwah, persatuan dan kesatuan umat ditanamkan dan dibangkitkan kesadaran mereka menghadapi Tentara Salib.
Dengan kampanyenya ini ia berhasil menyatukan penduduk Syam, Irak, Yaman, Hijaz, dan Maroko di bawah satu komando. Dari persiapan non-materi ini terbentuklah sebuah pasukan dengan cita-cita yang sama dan memiliki landasan keimanan yang kokoh.
Sedangkan dari segi materi, ia telah mempersiapkan pembangunan markas militer, benteng-benteng perbatasan, memperbanyak jumlah pasukan, memperbaiki kapal-kapal perang, membangun rumah sakit, dan sebagainya.
Pada tahun 580 Hijriah atau 1184 Masehi, Salahuddin menderita penyakit yang cukup berat, namun dari situ tekadnya untuk membebaskan Yerusalem semakin membara. Ia bertekad apabila sembuh dari sakitnya, ia akan menaklukkan Tentara Salib di Yerusalem. Setelah sembuh dari sakitnya, Salahuddin pun sembuh dari sakitnya, Ia mulai mewujudkan janjinya untuk membebaskan Yerusalem.
Setelah hampir satu dekade bertempur dalam pertempuran kecil melawan kaum Frank (sebutan Tentara Salib dari Eropa Barat), Salahuddin bersiap untuk melancarkan serangan skala penuh ke Yerusalem pada 1187. Ia telah berhasil mengumpulkan pasukan dari seluruh wilayahnya di selatan Damaskus dan armada Mesir yang mengesankan di Alexandria. Pasukannya bertemu dengan kaum Frank dalam bentrokan besar-besaran di Hattin, dekat Tiberias (Israel modern) dan mengalahkan mereka dengan telak pada 4 Juli 1187.
Kemenangan dalam Pertempuran Hattin diikuti oleh serangkaian kemenangan cepat di seluruh Kerajaan Yerusalem, yang berpuncak pada 2 Oktober 1187, ketika Kota Yerusalem menyerah kepada tentara Salahuddin setelah 88 tahun di bawah kendali Kristen. Awalnya, Salahuddin telah merencanakan untuk membunuh semua orang Kristen di Yerusalem sebagai pembalasan atas pembantaian Muslim pada 1099, namun ia setuju untuk membiarkan mereka membeli kebebasan mereka sebagai gantinya.
Demikianlah sosok pemuda yang dibesarkan dengan bimbingan Islam, tumbuh menjadi individu cerdas dan tangguh. Berbanding terbalik dengan pemuda didikan kapitalisme krisis jati diri dan pemburu materi, wallahu 'alam bishowab.