Oleh : Maulli Azzura
Dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID,JOMBANG - Puluhan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) Kabupaten Jombang menggelar unjuk rasa di Unit Pelaksana Teknis Balai Latihan Kerja (UPT BLK) Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (10/5/2023).
Dalam aksinya mereka menuntut penuntasan kasus buruh terbengkalai yang terkena PHK sepihak dan tidak direspon Pemerintah serta menyoroti anggaran Rp900 juta untuk melaksanakan pelatihan yang seolah hanya dibuat kegiatan serimonial tanpa ada pendampingan.
Ajaran Islam yang direpresentasikan dengan aktivitas keshalihan Rasulullah SAW yang dengan tegas mendeklarasikan sikap anti perbudakan untuk membangun tata kehidupan masyarakat yang toleran dan berkeadilan. Islam tidak mentolerir sistem perbudakan dengan alasan apa pun. Terlebih lagi adanya praktik jual-beli pekerja dan pengabaian hak-haknya yang sangat tidak menghargai nilai kemanusiaan.
Penghapusan perbudakan menyiratkan pesan bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk merdeka dan berhak menentukan kehidupannya sendiri tanpa kendali orang lain. Penghormatan atas independensi manusia, baik sebagai pekerja maupun berpredikat apa pun, menunjukan bahwa ajaran Islam mengutuk keras praktik jual-beli tenaga kerja.
Islam menempatkan setiap manusia, apa pun jenis profesinya, dalam posisi yang mulia dan terhormat. Hal itu disebabkan Islam sangat mencintai umat Muslim yang gigih bekerja untuk kehidupannya. Allah SWT berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”(Al-Jumu’ah : 10)
Kemuliaan orang yang bekerja terletak pada kontribusinya bagi kemudahan orang lain yang mendapat jasa atau tenaganya. Salah satu hadis yang populer untuk menegaskan hal ini adalah
“Sebaik-baik manusia di antara kamu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari beberapa dalil tersebut, dapat dipahami bahwa Islam sangat memuliakan nilai kemanusiaan setiap insan. Selain itu, tersirat dalam dalil-dalil tersebut bahwa Islam menganjurkan umat manusia agar menanggalkan segala bentuk ‘stereotype’ atas berbagai profesi atau pekerjaan manusia.
Upah atau gaji adalah hak pemenuhan ekonomi bagi pekerja yang menjadi kewajiban dan tidak boleh diabaikan oleh para majikan atau pihak yang mempekerjakan. Sebegitu pentingnya masalah upah pekerja ini, Islam memberi pedoman kepada para pihak yang mempekerjakan orang lain bahwa prinsip pemberian upah harus mencakup dua hal, yaitu adil dan mencukupi.
Prinsip tersebut terangkum dalam sebuah Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi, “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan upahnya, terhadap apa yang dikerjakan.”
Seorang pekerja berhak menerima upahnya ketika sudah mengerjakan tugas-tugasnya, maka jika terjadi penunggakan gaji pekerja, hal tersebut selain melanggar kontrak kerja juga bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam. Selain ketepatan pengupahan, keadilan juga dilihat dari proporsionalnya tingkat pekerjaan dengan jumlah upah yang diterimanya.
Dan di masa sekarang, proporsioanlitas tersebut terbahasakan dengan sistem UMR (Upah Minimum Regional). Lebih dari itu, Islam juga mengajarkan agar pihak yang mempekerjakan orang lain mengindahkan akad atau kesepakatan mengenai sistem kerja dan sistem pengupahan, antara majikan dengan pekerja. Jika adil dimaknai sebagai kejelasan serta proporsionalitas, maka kelayakan berbicara besaran upah yang diterima haruslah cukup dari segi kebutuhan pokok manusia, yaitu pangan, sandang serta papan.
Rasulullah SAW mempertegas pentingnya kelayakan upah dalam sebuah Hadis,
“Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah SWT menempatkan mereka di bawah asuhanmu, sehingga barangsiapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri), dan tidak membebankan pada mereka tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya).”
(HR. Muslim)
Apabila ada suatu perusahaan yang dengan secara tiba-tiba melakukan PHK tanpa alasan yang jelas. Maka perusahaan tersebut telah melakukan sebuah kelalaian yang mana telah di ajarkan oleh Rasulullah SAW. Karena yang namanya seorang pegawai, ia juga memiliki keadilan dan hak yang harus terpenuhi juga oleh perusahaan tersebut, memang tidak disebutkan dosa atau ganjaran yang akan didapat oleh perusahaan tersebut akan tetapi yang sudah pasti perusahaan tersebut telah melakukan sebuah dosa karena telah bersikap tidak adil kepada pegawainya.
Adanya undang -undang yang lahir dari kebijakan pemimpin/penguasa mengenai kesejahteraan buruh, tentu melahirkan pasal-pasal lain yang berkenaan dengan dunia pekerja. Misal saja dalam UU Omnibuslaw mengatur tentang pemotongan gaji lewat pph 21 , atau THR yang tak luput dari pasal tersebut, belum lagi praktik ribawi tentunya tak lepas dari dunia BPJSK dan sejenisnya. Jika kita mencermati hal tersebut, tentu pekerja adalah pihak yang dirugikan dan negara seperti layaknya lintah darat yang siap menghisap darah buruh. Ironisnya ditambah lagi ikatan antara pekerja dan pemberi kerja ( perusahaan) yang sangat merugikan buruh. Tidak ada jaminan kesejahteraan dan yang ada adalah ketakutan nasib kedepannya jika terjadi pemutusan hubungan kerja.
Kesemua tidak lepas dari asas ekonomi kapitalis yang memang hanya berpihak pada kalangan borju atau pemilik modal saja. Sedang seperti karyawannya layaknya hanya seperti sapi perahan semata. Sungguh sangat jauh dari idaman dan impian para pekerja. Dimana mereka menginginkan kelayakan hidup yang bukan hanya diperoleh dari kegiatan ibadahnya mencari nafkah, melainkan peran sebuah negara menjamin rakyatnya dalam mencapai kehidupan yang cukup.
Jika demikian, selama sistem ekonomi yang berkembang dinegri ini terus bertumpu pada sistem ekonomi kapitalis, maka selama itu juga, kesejahteraan buruh hanya halusinasi belaka dan bertambahnya kemiskinan adalah keniscayaan.
Wallahu A'lam Bishowab
“Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah SWT menempatkan mereka di bawah asuhanmu, sehingga barangsiapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri), dan tidak membebankan pada mereka tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya).”
(HR. Muslim)
Apabila ada suatu perusahaan yang dengan secara tiba-tiba melakukan PHK tanpa alasan yang jelas. Maka perusahaan tersebut telah melakukan sebuah kelalaian yang mana telah di ajarkan oleh Rasulullah SAW. Karena yang namanya seorang pegawai, ia juga memiliki keadilan dan hak yang harus terpenuhi juga oleh perusahaan tersebut, memang tidak disebutkan dosa atau ganjaran yang akan didapat oleh perusahaan tersebut akan tetapi yang sudah pasti perusahaan tersebut telah melakukan sebuah dosa karena telah bersikap tidak adil kepada pegawainya.
Adanya undang -undang yang lahir dari kebijakan pemimpin/penguasa mengenai kesejahteraan buruh, tentu melahirkan pasal-pasal lain yang berkenaan dengan dunia pekerja. Misal saja dalam UU Omnibuslaw mengatur tentang pemotongan gaji lewat pph 21 , atau THR yang tak luput dari pasal tersebut, belum lagi praktik ribawi tentunya tak lepas dari dunia BPJSK dan sejenisnya. Jika kita mencermati hal tersebut, tentu pekerja adalah pihak yang dirugikan dan negara seperti layaknya lintah darat yang siap menghisap darah buruh. Ironisnya ditambah lagi ikatan antara pekerja dan pemberi kerja ( perusahaan) yang sangat merugikan buruh. Tidak ada jaminan kesejahteraan dan yang ada adalah ketakutan nasib kedepannya jika terjadi pemutusan hubungan kerja.
Kesemua tidak lepas dari asas ekonomi kapitalis yang memang hanya berpihak pada kalangan borju atau pemilik modal saja. Sedang seperti karyawannya layaknya hanya seperti sapi perahan semata. Sungguh sangat jauh dari idaman dan impian para pekerja. Dimana mereka menginginkan kelayakan hidup yang bukan hanya diperoleh dari kegiatan ibadahnya mencari nafkah, melainkan peran sebuah negara menjamin rakyatnya dalam mencapai kehidupan yang cukup.
Jika demikian, selama sistem ekonomi yang berkembang dinegri ini terus bertumpu pada sistem ekonomi kapitalis, maka selama itu juga, kesejahteraan buruh hanya halusinasi belaka dan bertambahnya kemiskinan adalah keniscayaan.
Wallahu A'lam Bishowab