Perjanjian Lapangan Pekerjaan yang Akhirnya Terampas Kembali



Oleh: Anindya

Jumlah Peminat kerja dari tahun ketahun semakin besar, tetapi kenyataan lapangan pekerjaan semakin menyempit, dilansir dari CNN Indonesia,  Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran  Indonesia menembus 8,42 juta orang pada Agustus 2022. Jawa Barat (Jabar) menjadi provinsi paling banyak penyumbang pengangguran.
Untuk daerah dengan pengangguran terbanyak di Indonesia, BPS melaporkan urutan satu ada Jawa Barat (8,31 persen), Kepulauan Riau (8,23 persen), Banten (8,09 persen), DKI Jakarta (7,18 persen), dan Maluku (6,88 persen). Kemudian, Sulawesi Utara (6,61 persen), Sumatra Barat (6,28 persen), Aceh (6,17 persen), Sumatra Utara (6,16 persen), dan Kalimantan Timur (5,71 persen).

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah lantas mengatakan 2,8 juta dari 8,42 juta pengangguran di Indonesia pasrah mencari kerja. Ida menyebut 33,45 persen pengangguran itu hopeless of job. "Jadi karena tingkat pendidikan rendah, mereka tak memiliki harapan untuk memiliki pekerjaan. Ini mengindikasikan tingkat pendidikan mereka tak mampu menyiapkan mereka memasuki pasar kerja, baik pendidikan yang rendah maupun kompetensi mereka," katanya dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forum Kordinasi Pimpinan di Daerah (Forkompimda) di Bogor.

Menurut Ida, tantangan kedua dalam penurunan pengangguran adalah tekanan untuk meningkatkan penciptaan lapangan kerja, khususnya di sektor formal. Ketiga, nilai budaya kerja baru. "Generasi Y dan Z yang masuk dalam pasar kerja telah membawa nilai-nilai budaya kerja baru. Misalnya nilai work-life-balance, pekerjaan yang bermakna dan worktainment," ungkap Ida.

   Dari contoh diatas kita bisa tahu bahwa Tak hanya itu, tetapi masih banyak sekali tantangan-tantangan baru yang terus bertambah setiap tahunnya, dari salah satu contoh diatas kurangnya taraf pendidikan di Indonesia, juga tidak menutup peluang mudahnya masyarakat Indonesia untuk teriming-imingi gaji besar dengan persyaratan mudah untuk bekerja di luar negeri. 

Baru-baru ini Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam jumpa pers, Jumat, menjelaskan pemerintah telah berhasil memulangkan 1.138 warga Indonesia yang menjadi korban perdagangan orang yang dipekerjakan di perusahaan-perusahaan abal-abal yang dipromosikan lewat media internet atau online scam.

Bahkan dalam perekrutan online scam ini dilakukan melalui media sosial. Yang ditawarkan sebagian besar adalah bekerja di bagian layanan konsumen dengan gaji $1.000-$1.200 atau sekitar Rp14,7 juta-Rp17,6 juta tanpa meminta kualifikasi khusus.
Kemudian mereka berangkat ke negara tujuan tidak dengan menggunakan visa kerja dari kedutaan besar negara bersangkutan di Jakarta. Namun, menggunakan fasilitas bebas visa untuk kunjungan wisata sebagai sesama negara anggota ASEAN. Selain itu, ada yang berangkat dengan biaya sendiri atau dibiayai oleh perekrut. 

Apabila melihat dari taraf pendidikan rendah, kurangnya kualifikasi untuk dapat bekerja, hingga banyaknya terjadinya penipuan yang tidak ada hentinya ini, bahkan sebagian korban juga tidak merasa kapok, dan bisa terkena penipuan yang sama lagi. Menunjukkan bahwa banyak sekali problema diatas, mulai dari problem pendidikan, kualitas manusia, hingga kualitas pemerintahannya. 

Dilansir dari IDNTimes Peringkat pendidikan Indonesia ada di urutan ke-67 dari 203 negara. “Yah paling tidak, masih top 100” , bisa jadi saja ada yang berpikiran seperti itu, tetapi Indonesia adalah negara ke-4 dengan penduduk terbanyak di seluruh dunia, bukankah seharusnya sumber daya yang dihasilkan jauh lebih besar ?, lalu apa yang salah dari sini ?. 

Kalau dilihat sepertinya sistem yang digunakan Inilah yang kurang sistematis dalam menyelesaikan masalah yang ada, kebanyakan masih lebih mementingkan masyarakat dikota besar dan yang berada diluar negeri, sehingga terkadang muncul pemikiran bahwa “kalau ingin kerja bagus dan sukses harus pergi ke kota besar”, sedangkan Indonesia Ini Luas dan sangat kaya akan sumberdaya. Namun sebagian besar tambang dan perairan di Indonesia Akhirnya terkuasai oleh Asing, yang terkadang memiliki perikatan perjanjian tak masuk akal, mulai dari jangka waktu panjang, hingga pengeksploitasian sumberdaya. Padahal dengan kekayaan sumberdaya alam di Indonesia banyak sekali lapangan pekerjaan yang bisa tercipta dari sana, Bukan hanya untuk para pekerja formal, tapi dapat membuka banyak peluang sebgai pekerja lapangan. Lantas apakah sistem ini masih patut untuk diperjuangkan ?

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak