Penista Agama Tak Kunjung Jera

 



Oleh Irohima
(Pegiat Literasi)

Memuliakan tamu merupakan perbuatan mulia dan dianjurkan oleh agama. Namun seorang tamu juga sudah semestinya menghormati dan menghargai sang pemilik rumah dengan tidak mencampuri kepentingan atau mengintervensi aturan yang berlaku di dalam rumah. Konsekuensi bertamu apalagi sampai menginap tentu harus ikut mematuhi aturan yang diberlakukan, suka atau tidak suka. Tapi bagaimana jadinya jika seorang tamu tak mengindahkan itu semua ? bahkan bertindak kasar dan menghina ? Sungguh itu perbuatan kurang ajar dan tak beretika.

Sama halnya dengan yang dilakukan oleh seorang warga negara asing asal Australia berinisial BCAA (43) yang meludahi imam Masjid Jami Al-Muhajir, Buahbatu, Kota Bandung. Ia adalah wisatawan yang berani berbuat seenaknya di negeri yang bukan tempatnya. Sebelumnya aksi WNA tersebut sempat viral di media sosial. Setelah melalui pengusutan, si Bule akhirnya ditetapkan sebagai tersangka (Kompas.com, 30/4/2023).

Meski BCAA dikenai pasal 335 dan 315 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan penghinaan. Namun perbuatannya meludahi seorang Imam bukan lagi perbuatan yang tidak menyenangkan ataupun menghina secara personal tapi lebih kepada penghinaan dan penistaan agama secara umum karena Imam dalam Islam adalah orang yang dikenal masyarakat bukan hanya sebagai pemimpin salat namun juga tokoh atau panutan umat. Apalagi ia melakukannya dalam sebuah masjid.

Sementara itu, selebgram Lina Mukherjee yang mengucapkan basmallah saat memakan olahan daging babi dalam sebuah kontennya yang viral juga ditetapkan sebagai tersangka dugaan penistaan agama oleh Kepolisian daerah Sumatera Selatan (CNN Indonesia, 29/4/2023 ).

Miris, kasus-kasus seperti ini terus saja terjadi di negeri kita yang berpenduduk mayoritas Muslim. Tentu kita masih ingat akan beberapa kasus penistaan agama yang pernah dilakukan oleh beberapa orang mulai dari publik figur hingga orang awam yang berujung dengan klarifikasi atau permohonan maaf disertai materai.

Parahnya lagi orang-orang kerap menjadikan agama sebagai bahan candaan dan menganggap persoalan agama adalah sesuatu yang remeh temeh. Bukan lagi soal keyakinan yang harus diperjuangkan dan dipertahankan namun lebih kepada sesuatu yang bisa diparodikan bahkan diperdagangkan, naudzubillah mindzalik.

Penistaan kepada agama, ajaran agama bahkan kepada para penganutnya yang selalu berulang adalah bukti bahwa hukum yang diterapkan telah gagal dan tak mampu  memberi efek jera kepada pelaku. Negara seharusnya memiliki aturan yang jelas dan tegas dalam menindaklanjuti persoalan ini. Hukum yang kurang tegas dan sanksi yang ringan membuat orang tak takut dan melanggar aturan dengan tenang.

Kegagalan hukum dalam memberi efek jera pada para pelaku penistaan dan makin banyaknya orang yang berani melakukan pelanggaran adalah dampak dari diterapkannya sekularisme di negeri ini.

Dalam sekularisme agama hanyalah urusan individu dan hanya diterapkan dalam ruang privat rakyat. Terlebih kebebasan dalam segala hal merupakan sesuatu yang sangat dijunjung tinggi dalam sistem ini, hingga perkataan, tindakan atau sikap yang terkadang menyinggung sebuah keyakinan selalu saja mengatas namakan kebebasan beropini atau kebebasan berekspresi. Jika ini kita biarkan, yang akan terjadi adalah kehancuran karena kita lebih menghamba pada hukum buatan manusia yang lemah daripada menghamba pada hukum yang berasal dari Allah Swt.

Sekularisme membuat kita makin menjauh dari Tuhan. Padahal sebagai makhluk seharusnya kita yang mengikuti aturan agama dalam menjalankan kehidupan dan menjadikan hukum agama sebagai tolok ukur dalam setiap perbuatan. Setiap tindakan dan perkataan idealnya sesuai dengan perintah dan larangan Tuhan bukan sesuai dengan keinginan.

Sekularisme telah merusak segalanya karena meniscayakan semua hanya  sesuai selera. Sekularisme akan menganggap sikap marah kita akan penistaan dan kritisi kita akan berbagai narasi kebencian terhadap Islam sebagai sesuatu yang berlebihan. Kita dituntut untuk selalu toleran dan memaafkan padahal para penista lah yang selalu memancing kemarahan.

Sebagai orang yang beriman, kita tentu tak menginginkan hal itu terjadi. Kita tak pernah menginginkan jatuh dalam kehinaan, kita juga tak sekalipun menginginkan agama Islam, ajaran Islam dan penganut Islam menjadi bulan-bulanan. Namun dalam sekularisme kita tak akan pernah mendapatkan jaminan penjagaan kemuliaan agama. Kita akan dihadapkan pada kekecewaan yang berkepanjangan.

UU penodaan agama yang berlaku nyatanya tak mampu mengatasi para pelaku. Para penista agama selalu mendapatkan pembenaran atas nama kebebasan berekspresi dan beropini. Sanksi yang tegas pun akan selalu dibenturkan dengan HAM. Maka dari itu tak sepantasnya kita masih berpegang dan bertahan dalam sistem sekularisme yang menyedihkan. Saatnya kita kembali kepada Islam, karena hanya sistem Islam yang bisa menjamin kemuliaan agama, melindungi para ulamanya dan meriayah para penganutnya.

Islam memiliki mekanisme untuk membuat jera para penista agama. Sanksi yang tegas akan diberlakukan karena dalam Islam agama itu wajib dijaga dan dimuliakan. Negara tidak akan membiarkan para penista tumbuh subur bak cendawan.

Tegasnya hukum dan beratnya sanksi akan membuat orang berpikir ribuan kali untuk menghina agama ini. Seperti yang pernah terjadi pada masa kekhalifahan Sultan Abdul Hamid II di mana beliau murka akan rencana Perancis yang akan mementaskan sebuah teater yang melecehkan Nabi Muhammad saw. bahkan beliau akan menghancurkan mereka jika tak menghentikan pertunjukan tersebut.

Sungguh, kita butuh pemimpin seperti itu, pemimpin yang begitu mencintai rakyatnya, bersedia mengorbankan jiwa dan raganya demi kemuliaan agama. Namun pemimpin seperti itu hanya akan terlahir dan kita dapatkan dalam sistem Islam.

Wallahu a'lam bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak