Oleh: Dyah Putri Ratnasari
Bima, pemuda asal Lampung Timur merilis video berdurasi 3 menit 28 detik di media sosial miliknya @awbimaxreborn dan mendadak membuat gempar se-Indonesia. Bagaimana tidak, ia secara terang-terangan menyampaikan kekecewaannya terhadap kondisi di Lampung yang menurutnya tidak mengalami kemajuan. Bima menyindir sejumlah sektor di Provinsi Lampung yang tak kunjung dibenahi dan menyebabkan wilayah tersebut tidak bisa berkembang, di antaranya infrastruktur, sistem pendidikan, birokrasi, dan pertanian.
Dampak dari viralnya video tesebut, Bima dilaporkan ke Polda Lampung oleh Gindha Ansori pada Kamis (13/4/2023). Dalam laporan bernomor LP/B/161/IV/2023/SPKT/POLDA LAMPUNG, Bima diduga telah menyebarkan ujaran kebencian yang mengandung SARA melalui video kritiknya terhadap pemerintah Lampung. Dalam video tersebut, Bima menggunakan kata ”Dajjal” saat memberi kritik. Tidak hanya itu, keluarga Bima diduga mengalami intimidasi dan intervensi. Buntut konten sang anak, ayah Bima mendapat panggilan dari Bupati Lampung Timur dan diperiksa pihak kepolisian.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengakui belakangan ini muncul fenomena "no viral, no justice" di media sosial. Listyo mengatakan dari fenomena ini, masyarakat berpandangan bahwa suatu laporan harus viral terlebih dulu agar segera mendapat atensi kemudian ditindaklanjuti aparat kepolisian atau pemerintah. Padahal pesan Bima adalah aspirasi. Tangkaplah aspirasinya, bukan orangnya. Keluhan Bima adalah keluhan rakyat yang mengharapkan Lampung lebih baik lagi. Masalah infrastruktur adalah keluhan yang paling utama dan selalu ditanyakan. Persoalan jalan rusak selalu ada dalam aspirasi warga.
Melihat kegaduhan ini, presiden Jokowi Dodo beserta rombongan buru-buru menyambangi Lampung untuk menjajal sendiri jalanan rusak disana. Akhirnya pemerintah pusat turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan infrastruktur jalan di Lampung yang sempat dinyatakan sebagai “kawasan wisata seribu lubang” dengan menggelontorkan dana hingga Rp. 800 M untuk memperbaiki 15 ruas jalan. Walaupun sebelumnya sempat terjadi saling tuduh-menuduh antara Pemda dan pengusaha dengan menganggap perusahaan-perusahaan tidak fair karena tidak memperhatikan kondisi jalan sehingga menggunakan jalan dengan kendaraan yang bobotnya melebihi kapasitas jalan tersebut. Namun, pengusaha pun tidak mau tahu karena mereka sudah membayar pajak kepada pemerintah yang merupakan bentuk tanggung jawab sebagai warga negara.
Persoalan jalan, baik jalan nasional, jalan provinsi, maupun jalan kabupaten adalah tanggung jawab pemerintah sebagai pengelola.
Mereka seharusnya peduli terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat terutama permasalahan transportasi yang menjadi tulang punggung aktivitas atau kegiatan masyarakat, baik kegiatan sosial maupun ekonomi. Kondisi di Lampung ini sejatinya menggambarkan fenomena gunung es yang juga terjadi di tempat lain. Buktinya, setelah Jokowi turun ke Lampung, banyak para netizen menyampaikan aspirasi mereka, mengabarkan kondisi jalan di wilayah mereka juga tidak baik-baik saja. Kondisi jalanan yang dibiarkan rusak selama bertahun-tahun jelas sebuah bentuk ketakpedulian atau abainya jajaran pemerintahan, baik itu eksekutif maupun legislatif dalam melihat problematik masyarakat atau kebutuhan rakyat pada umumnya.
Islam memandang kekuasaan adalah amanah dari Allah Swt. yang akan dimintai pertanggungjawabannya. Penguasa ibarat penggembala dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas gembalaannya. Penguasa—yang dalam Islam disebut sebagai khalifah—harus melayani rakyatnya, memenuhi kebutuhan pokok setiap kepala rakyatnya, termasuk membangun fasilitas-fasilitas jalan dan infrastruktur lainnya untuk memudahkan kehidupan agar rakyat mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab R.A., dikenal sebagai pemimpin yang sangat peduli pada rakyatnya. Beliau tidak mencari citra baik di tengah masyarakatnya juga tidak semena-mena kepada mereka. Suatu hari Umar bin Khattab pernah berkata ketika melihat sebuah jalan yang rusak. Beliau berkata "seandainya seekor keledai terperosok ke sungai di kota Baghdad, nicaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya dan ditanya, ‘Mengapa engkau tidak meratakan jalan untuknya?’." Ucapan itu adalah ketakutan Umar bin Khattab akan pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah SWT sebagai pemimpin rakyatnya. Umar bin Khattab ra tidak akan tega membiarkan bahkan seekor keledai sekalipun terperosok ke dalam lubang jalan yang rusak. Terlebih lagi bila ada manusia yang terluka akibat hal itu.
Di sisi lain, rakyat pun berhak untuk menyampaikan aspirasinya, bahkan wajib melakukan muhasabah lil hukam. Hal itu juga dapat dilakukan oleh wakil rakyat yang terhimpun dalam Majelis Umat yang secara aktif memperhatikan permasalahan-permasalahan umat yang terjadi dan menyampaikannya kepada khalifah. Dengan demikian, setiap permasalahan segera teratasi dan tidak dibiarkan berlarut-larut, tanpa menunggu adanya potensi kerugian atau bahaya yang mengancam keselamatan rakyat.
Dalam pandangan islam, setiap pembangunan sarana publik seperti transportasi dan jalan dibangun dalam rangka melayani masyarakat dan memberikan sebaik baik kemaslahatan.
Negara wajib menyediakan sarana jalan atau transportasi tersebut dengan kulaitas yang baik lagi gratis. Pembangunan sarana publik tidak hanya dipandang dalam aspek percepatan ekonomi semata, sehingga hanya berpusat pada wilayah perkotaan dan mengabaikan daerah yang dianggap tidak produktif padahal masyarakat sangat membutuhkannya. Jalan seharusnya dipandang sebagai sarana untuk mempermudah proses perpindahan manusia dan barang. Baik untuk menyalurkan hasil kebun atau peternakan, mempermudah menuju akses pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Islam menjadikan pengelolaan sumber daya alam yang melimpah ruah ini seharusnya dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat. Termasuk untuk membiayai perbaikan jalan dan infrastruktur lainnya dengan kualitas yang baik dan gratis.
Tags
Opini