Mengulik Kasus Kenakalan Murid, Guru Menjadi Tersangka




Penulis: Chaleedarifa
Pegiat Literasi 


Baru-baru ini kita disuguhi kasus seorang guru honorer yang dituntut penjara dan denda 60 juta rupiah karena menghukum murid yang bandel.

Dalam mencermati kasus ini, kita perlu melibatkan beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan. Di satu sisi, penting untuk diingat bahwa tugas pokok guru berdasarkan Permendikbud No. 15 Tahun 2018, adalah 7 M yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, mengevaluasi, dan menilai siswa, bukan melukai atau merendahkan mereka. Setiap tindakan yang melanggar hak asasi manusia atau melampaui batas dalam mendisiplinkan siswa sudah seharusnya ditangani secara serius. 

Di sisi lain, penting pula mempertimbangkan kondisi dan tantangan yang dihadapi oleh seorang guru honorer. Guru honorer sering kali bekerja dalam situasi yang sulit, dengan gaji rendah dan sumber daya yang terbatas. Dapat dibayangkan kondisi tersebut, di sisi lain ada tuntutan untuk mencapai target akademik dan menghadapi tingkat disiplin tinggi di sekolah. Kekurangan sumber daya dan pelatihan yang memadai juga dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengelola kelas dengan efektif. (Okezone[dot]com, 03/05/2023)

Dalam kasus seperti ini, sistem pendidikan dan pemerintah perlu memastikan bahwa guru-guru mendapatkan dukungan dan bimbingan yang memadai. Diperlukan juga peningkatan dalam penyediaan pelatihan dan pembinaan untuk guru, terutama bagi guru honorer yang mungkin memiliki akses terbatas ke sumber daya tersebut. Selain itu, perlu ada transparansi dalam aturan dan kebijakan sekolah terkait tindakan disiplin yang diizinkan dan tidak diizinkan.
Sementara itu, proses hukum yang berlaku harus menilai tindakan guru secara objektif dan adil. Putusan hukum harus mempertimbangkan faktor-faktor yang relevan, termasuk niat dan konteks dari tindakan yang dilakukan. Tujuan utama dari hukuman dalam kasus ini sudah semestinya adalah untuk memastikan keadilan dan keamanan siswa, serta untuk mendorong perubahan perilaku dan pengembangan profesionalisme guru.

Secara keseluruhan, penting untuk mencari solusi yang seimbang dalam kasus seperti ini, dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terlibat. Sistem pendidikan perlu memberikan dukungan yang lebih baik kepada guru honorer, sambil memastikan bahwa tindakan yang melanggar batas-batas etis atau hukum tetap mendapatkan penanganan yang tepat.

Lain halnya dalam pandangan agama Islam, terdapat beberapa prinsip yang dapat memberikan panduan dalam memahami situasi seperti guru honorer yang menghadapi tantangan ekonomi dan tuntutan penegakan disiplin terhadap murid bandel.

Islam menganjurkan keadilan dalam semua interaksi dan perlakuan terhadap orang lain. Keadilan yang seimbang perlu diterapkan dalam menghadapi situasi ini. Meskipun gaji guru honorer mungkin rendah, tidak boleh menjadi alasan untuk melakukan tindakan yang melanggar hak-hak siswa. Tindakan harus didasarkan pada keadilan dan juga memperhatikan kasih sayang terhadap murid.

Islam juga menekankan pentingnya mengelola emosi dengan baik. Meskipun menghadapi kesulitan dan tekanan, seorang guru diharapkan menjaga kesabaran dan mengendalikan amarahnya. Memperlakukan murid dengan kasar atau menggunakan tindakan yang merendahkan tidak diperbolehkan dalam Islam.

Islam sangat menghargai peran pendidikan dan pembinaan. Seorang guru memiliki tanggung jawab moral untuk mendidik dan membimbing murid-muridnya dengan sabar, penuh perhatian, dan memotivasi mereka untuk belajar. Dalam menghadapi murid yang bandel, pendekatan yang lebih konstruktif dan pedagogis dapat digunakan untuk memperbaiki perilaku mereka.

Islam juga menganjurkan adanya keadilan sosial dalam masyarakat. Pemerintah dan lembaga pendidikan harus berusaha untuk memastikan kesejahteraan guru dan memenuhi hak-hak mereka. Jika gaji guru honorer sangat rendah, upaya harus dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan agar mereka dapat menjalankan tugas dengan baik tanpa tekanan keuangan yang berlebihan.

Sedangkan hukuman terhadap anak yang nakal atau bandel perlu dipahami dengan konteks yang tepat dan dalam batas-batas tertentu, ada beberapa poin yang perlu diperhatikan: yang pertama, prinsip menghormati martabat anak. Islam menekankan pentingnya menghormati martabat dan hak-hak anak. Anak memiliki hak untuk diperlakukan dengan kasih sayang, perhatian, dan keadilan. Oleh karena itu, hukuman yang diberikan tidak boleh melanggar hak-hak anak atau merendahkan martabat mereka.

Yang kedua, pendidikan dan pembinaan. Tujuan utama hukuman dalam Islam adalah mendidik dan membimbing anak agar mereka memahami konsekuensi dari tindakan mereka. Hukuman haruslah konstruktif dan bertujuan memperbaiki perilaku, bukan menyakiti fisik, emosi, atau mental anak.

Ketiga, tindakan proporsional. Dalam memberikan hukuman kepada anak, penting untuk menjaga proporsionalitas. Hukuman yang diberikan harus sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh anak. Hukuman yang berlebihan atau tidak sebanding dengan pelanggaran dapat dianggap tidak adil.

Keempat, menghindari kekerasan. Islam secara tegas menentang kekerasan terhadap anak. Hukuman yang melibatkan kekerasan fisik atau tindakan yang menyebabkan cedera pada anak dilarang dalam Islam. Anak harus dilindungi dan diperlakukan dengan kelembutan.

Kelima, pendekatan pedagogis. Lebih disukai pendekatan pedagogis yang melibatkan komunikasi, nasihat, pembinaan, dan konsekuensi yang tepat harus digunakan untuk mengubah perilaku anak. Hukuman yang diberikan haruslah dalam konteks pendekatan yang mempromosikan pembelajaran dan pemahaman.

Dalam Islam, lebih diutamakan pendekatan pencegahan dan pembinaan dalam mendidik anak, bukan hanya mengandalkan hukuman sebagai satu-satunya metode. Oleh karena itu, orang tua dan pengajar diharapkan berusaha untuk memahami penyebab perilaku nakal atau bandel dan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah tersebut melalui komunikasi dan pendekatan yang pedagogis. Penting pula berkonsultasi dengan ulama atau orang-orang yang ahli dalam pendidikan Islam untuk mendapatkan pandangan yang lebih terperinci dan berdasarkan konteks dan hukum Islam.

Di sisi lain, maraknya kasus kenakalan murid dapat menunjukkan adanya kegagalan atau kelemahan dalam sistem pendidikan yang ada. Walaupun tidak semua kasus kenakalan murid langsung menunjukkan kegagalan sistem pendidikan secara keseluruhan. Beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap maraknya kasus kenakalan murid, yaitu kurikulum yang tidak relevan.

Kurikulum yang tidak relevan atau terlalu teoretis tanpa kaitan dengan kehidupan nyata dapat membuat murid kehilangan minat dalam belajar. Ini dapat mendorong perilaku kenakalan sebagai bentuk perlawanan atau cara untuk mencari pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi.

Faktor berikutnya adalah metode pengajaran yang tidak efektif. Metode pengajaran yang monoton, tidak interaktif, atau hanya berpusat pada peningkatan nilai ujian dapat mengurangi motivasi dan keterlibatan murid. Ketidakmampuan untuk menangkap minat dan perhatian murid dapat menyebabkan kebosanan dan perilaku nakal.

Selain itu, kurangnya perhatian individual juga menjadi faktor yang berkontribusi pada kenakalan murid. Dalam kelas yang besar atau dengan sumber daya yang terbatas, guru mungkin kesulitan memberikan perhatian individual kepada setiap murid. Kurangnya perhatian individual ini dapat membuat beberapa murid merasa terabaikan atau tidak dihargai, sehingga meningkatkan risiko perilaku kenakalan.

Faktor lainnya, yaitu kurangnya pendidikan emosional dan sosial. Sistem pendidikan yang terlalu fokus pada aspek akademik seringkali mengabaikan pentingnya pendidikan emosional dan sosial. Kurangnya pemahaman dan keterampilan dalam mengelola emosi, membangun hubungan yang sehat, dan menyelesaikan konflik dapat berkontribusi pada kasus kenakalan murid.

Faktor kurangnya pendekatan holistik juga menjadi penyumbang kenakalan murid. Sistem pendidikan yang hanya berfokus pada aspek akademik dan mengabaikan kebutuhan psikologis, sosial, dan fisik murid dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam perkembangan mereka. Pendekatan pendidikan yang holistik, yang memperhatikan seluruh aspek perkembangan murid, menjadi penting untuk mengurangi kasus kenakalan murid.

Dalam menghadapi maraknya kasus kenakalan murid, penting untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan, termasuk kurikulum, metode pengajaran, pendekatan pendidikan, dan dukungan sosial yang disediakan. Reformasi dan peningkatan yang berkelanjutan diperlukan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih inklusif, relevan, dan peduli terhadap kebutuhan dan perkembangan seluruh murid.

Dan lebih dari itu semua, sistem pendidikan Islam adalah solusi tepat yang dapat diterapkan dalam dunia pendidikan. Sistem pendidikan pada masa keemasan Islam menekankan pentingnya etika dan moral, sehingga pendidikan tidak hanya melibatkan aspek akademik tetapi juga aspek karakter. Para guru pada masa itu juga dianggap sebagai teladan moral dan spiritual bagi siswa mereka.

Sistem pendidikan pada masa keemasan Islam dianggap sebagai contoh yang menggabungkan ajaran Islam dengan pendidikan inklusif, ilmiah, dan etis. Sistem ini menekankan pentingnya pendidikan dalam kehidupan masyarakat dan memfasilitasi perkembangan intelektual dan spiritual siswa, serta keunggulan akademik dan sosial. Sistem pendidikan pada masa keemasan dunia Islam dianggap sebagai contoh sistem pendidikan yang inklusif, berkualitas tinggi, dan mencakup berbagai bidang ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral. Sistem ini terus menjadi inspirasi dalam pengembangan sistem pendidikan modern di seluruh dunia. Namun, sistem pendidikan Islam bukanlah sistem yang berdiri sendiri, karena sistem berkehidupan dalam Islam adalah sistem yang komprehensif (menyeluruh), sehingga tidak dapat dipisahkan dari sistem tata kelola dalam pemerintahan (sistem pemerintahan).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak