Oleh: Ledy Nuraini Ramadhani, S.Pd
Dewasa ini, mencari pekerjaan yang ideal di negeri ini bukanlah sesuatu hal yang mudah dilakukan, bahkan sangat sulit seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Bagaimana tidak, di negeri dengan penduduk terpadat peringkat empat di dunia, nyatanya lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sepadan dengan banyaknya penduduk yang ada. Walhasil tidak sedikit yang rela jauh-jauh mengadu nasib hingga negeri tetangga. Dalam hal ini, kemiskinan menjadi alasan utama bagi mereka yang nekat mencari kerja hingga negeri tetangga, mengabaikan ancaman bahaya yang mengintai setiap saat.
Adapun salah satu ancaman yang amat mengerikan dan bisa berujung fatal adalah ancaman perdagangan manusia yang masih kerap terjadi. Korbannya pun tidak sedikit. Pemerintah berhasil memulangkan 1.138 WNI dari Kamboja yang terlibat kasus online scam atau penipuan terkait ketenagakerjaan melalui media sosial, dikutip dari voaindonesia.com (05/05/23). Tak hanya itu, baru-baru ini yang masih hangat diperbincangkan adalah temuan 20 WNI yang disekap dan diperdagangkan di Myanmar. Dilansir dari cnnindonesia.com (06/05/23), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengklaim kasus perdagangan manusia di negara-negara tetangga, khususnya kawasan Asia Tenggara mengalami peningkatan. Tentu hal ini bukanlah suatu prestasi, melainkan sesuatu yang harus dicari solusi.
Adanya fenomena semacam ini hari ini adalah buah dari sistem sekuler yang menganut asas kapitalisme. Segala sesuatu diukur dengan materi dan menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkannya. Tak jarang sesuatu yang instan pun dielu-elukan, seperti mencari kerja hingga negeri tetangga dengan hanya bermodalkan keberanian. Ancaman bahaya pun tidak menjadi momok yang menakutkan bagi mereka yang nekat demi mendapatkan pundi-pundi rupiah. Lagi-lagi akhirnya negara kecolongan ketika mereka tersangkut kasus perdagangan manusia.
Islam sangat memperhatikan kesejahteraan setiap individu rakyat, dan ini adalah kewajiban negara. Oleh karena itu, islam memiliki berbagai mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan tersebut, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai di dalam negeri. Berbeda dengan keadaan hari ini dimana syariat Islam tidak digunakan untuk mengatur kehidupan. Janji seribu lapangan pekerjaan pun tak kunjung nyata, hanya omong kosong belaka. Keberpihakan pada para pemilik modal asing menjadi dominan. Terlihat dari ketersediaan lapangan pekerjaan yang loyal bagi warga negara asing. Sungguh ironi, rakyat seperti terjajah dan terbelenggu di negeri sendiri.
Selain itu, islam juga memiliki mekanisme untuk menjaga keamanan rakyatnya di negara tetangga. Hal ini karena islam sangat menjaga nyawa seorang muslim seperti yang disampaikan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam dalam hadist, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani). Dari sini, dapat kita lihat bahwasanya Islam sangat menjaga kesejahteraan rakyatnya, baik di dalam dan luar negeri. Perlindungan negara atas keamanan rakyat di luar negeri dapat terwujud nyata. Kebutuhan rakyatnya pun akan dipenuhi dengan sangat baik sehingga rakyat tidak perlu mencari nafkah hingga ke luar negeri. Kasus penyekapan dan perdagangan manusia seperti yang baru-baru ini terjadi di Myanmar pun bisa dihindari. Wallahu a’lam bisshowab.