Oleh : Ummu Aqeela
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Lestari Priansari Marsudi buka suara terkait 20 warga negara Indonesia (WNI) yang diduga disekap di Myawaddy, Myanmar.
Dalam konferensi pers di Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Jumat (5/5/2023), Retno mengatakan saat ini pemerintah sedang memberikan perhatian besar dan sedang terus berusaha memberikan perlindungan terhadap WNI yang menjadi korban perdagangan manusia di Myanmar.
"Saat ini pemerintah terus melakukan komunikasi baik dengan otoritas pusat di Myanmar dan otoritas lokal di Myawaddy, serta organisasi lain seperti IOM (International Organization Migran)," ujar Retno.
Sebagai informasi, 20 WNI yang yang diduga disekap di Myawaddy dilaporkan kerap mengalami kejadian menyiksa, seperti naik kapal dijaga orang bersenjata hingga disetrum kala bekerja. Hal ini sempat disampaikan oleh kerabat salah satu korban. Para WNI yang menjadi korban rata-rata terpaksa melakukan penipuan (scamming) agar bertahan hidup selama di Myanmar. Jika mereka tak mencapai target, mereka akan disiksa. Mereka juga tidak dapat meminta bantuan dari luar karena hampir semua ponsel disita.
WNI yang menjadi korban di Myanmar awalnya masuk ke Thailand tanpa visa kerja. Mereka hanya mengandalkan bebas visa kunjungan agar dapat mendapatkan pekerjaan di luar negeri. Mereka kemudian direkrut pekerjaan palsu oleh para pelaku online scam. Ini membuat mereka berakhir di Myanmar hingga kini. ( CNBC Indonesia, 05 Mei 2023 )
Kemiskinan, lagi-lagi, disinyalir sebagai salah satu penyebab jutaan orang Indonesia berbondong-bondong bekerja di luar negeri menjadi Tenaga Kerja Indonesia . Sulitnya lapangan pekerjaan dan kian tidak menjanjikannya sektor agraria yang semula menjadi tumpuan hidup masyarakat perdesaan mendorong banyak orang mencoba mengadu nasib sebagai pekerja migran. Pilihan sulit terkait dengan ketersediaan sumber daya ekonomi membelit beberapa bagian masyarakat yang tersebar tidak hanya di luar Jawa, tetapi juga di Pulau Jawa yang disebut-sebut sentra pembangunan.
Pilihan menjadi tenaga buruh kasar sangatlah tidak menjanjikan di Indonesia. Alih-alih mencukupi kebutuhan pendidikan yang kian mahal, penghasilan yang diperoleh melalui kerja kasar pun terkadang tidak mencukupi untuk dijadikan tumpuan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Usah bicara hidup layak, hidup dengan terpenuhinya kebutuhan pokok pun sulit bagi pekerja kasar. Migrasi, menjadi buruh migran di negeri orang menjadi sebuah harapan untuk perbaikan taraf hidup banyak orang. Meski faktanya di luar negeri pekerja migran Indonesia lebih banyak bekerja di sektor nonformal, seperti pekerja rumah tangga (PRT), buruh konstruksi bangunan dan perkebunan, hal tersebut tidak menyurutkan minat banyak orang untuk menjadi buruh migran, belum lagi resiko taruhan nyawa yang tidak jarang mengancam perjuangan mereka. Selain karena faktor ketersediaan pekerjaan, menjadi pekerja migran dengan pekerjaan informal diminati mengingat tidak diberlakukannya persyaratan pendidikan yang ketat. Situasi tersebut menempatkan Indonesia kini menjadi salah satu negara penyuplai pekerja migran terbesar di dunia, selain Filipina, Thailand, Myanmar, Nepal dan beberapa negara berkembang lainnya.
Ironisnya, kebijakan mengirimkan warga Indonesia ke luar negeri tidak dibarengi dengan kesiapan aturan perlindungan, sikap politik dan pengawasan yang memadai dari negara. Buruh migran ibarat orang yang diminta berperang tanpa dipersenjatai dengan cukup. Alih-alih melindungi, pemerintah justru memberikan peluang cukup luas bagi sektor swasta untuk menjadi pelaku ekonomi dalam penempatan pekerja migran di luar negeri. Keberadaan Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) sebagai pelaku ekonomi dalam penempatan pekerja migran menjadikan sektor penempatan buruh migran sangat bernuansa kapitalis. Implikasinya, sektor ini kemudian lebih mengedepankan perolehan keuntungan belaka. Wajar jika kemudian banyak warga mempertanyakan hak-hak mereka. Mereka juga semakin sakit hati setelah tahu kekayaan luar biasa para pejabat serta kebiasaan gaya hidup mewah mereka.
Islam sebagai ideologi sempurna telah mewajibkan Negara melindungi harta rakyat dan menjamin kehidupan mereka. Rakyat adalah Amanah. Mereka layaknya gembalaan yang wajib dijaga dan dilindungi oleh penggembalanya.
Nabi saw. bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Rasulullah saw., sebagai kepala Negara Islam di Madinah, juga Khulafaur-Rasyidin, selain menerapkan hukum-hukum Allah SWT, juga diperintahkan untuk menjaga hak-hak kaum Muslim beserta seluruh rakyat untuk menjamin kebutuhan hidup mereka. Rasulullah saw., misalnya, menyediakan dokter yang beliau terima dari Raja Mesir untuk melayani umat. Beliau juga menyediakan jaminan hidup untuk para Ahlus-Suffah yang merupakan kaum dhu’afa dan para pencari ilmu di Madinah.
Sebaliknya, Islam mengancam para penguasa yang menelantarkan kebutuhan rakyat, apalagi menghalangi hak-hak mereka.
Sabda Rasulullah saw.:
مَا مِنْ إِمَامٍ يُغْلِقُ بَابَهُ دُونَ ذَوِي الْحَاجَةِ وَالْخَلَّةِ وَالْمَسْكَنَةِ إِلَّا أَغْلَقَ اللَّهُ أَبْوَابَ السَّمَاءِ دُونَ خَلَّتِهِ وَحَاجَتِهِ وَمَسْكَنَتِهِ
Tidak seorang pemimpin pun yang menutup pintunya dari orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan dan orang miskin, kecuali Allah akan menutup pintu langit dari kekurangan, kebutuhan dan kemiskinannya (HR at-Tirmidzi).
Dalam Islam, negara berkewajiban memberikan pekerjaan kepada mereka yang membutuhkan serta menciptakan dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya agar setiap orang yang mampu bekerja dapat memperoleh pekerjaan. Negara pun boleh mempekerjakan pekerja secara mutlak, baik muslim maupun kafir. Mereka mendapatkan perlakuan adil sejalan dengan hukum syariat.
Jaminan kesejahteraan era Daulah Islamiyah dapat terwujud bukan karena kebetulan, namun karena Daulah Islamiyah memiliki seperangkat aturan atau kebijakan. Aturan maupun kebijakan ini bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah. Karena sejatinya Daulah Islamiyah adalah representasi dari penerapan Islam secara menyeluruh dan utuh. Aturan-aturan ini mencakup ranah individu, keluarga, masyarakat dan negara. Sehingga secara sederhana semua keagungan Daulah Islamiyah terwujud karena Islam diterapkan secara menyeluruh.
Wallahu’alam bishowab