Oleh: Resa Ristia Nuraidah
Korupsi terus terjadi, bahkan meski ada badan khusus menyelesaikan korupsi. Korupsi seolah sudah menjadi tradisi tak terpisahkan dalam sistem kapitalisme demokrasi.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Waskita Karya Destiawan Soewardjono (DES) sebagai tersangka dugaan korupsi penggunaan fasilitas pembiayaan bank PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP).
Keterlibatan tersangka DES dalam dugaan korupsi penggunaan fasilitas pembiyaan bank oleh WSKT dan WSBP. Menurut Ketut, tersangka DES adalah pihak yang memerintahkan dan menyetujui pencairan dana supplay chain financing (SCF). Dari penyidikan terungkap dokumen dalam pencairan SCF tersebut palsu.
Ada dua klaster kasus yang penyidikannya terpisah, namun saling terkait. Yakni penyidikan dugaan korupsi khusus menyangkut proyek fiktif yang pengerjaannya dilakukan oleh PT Waskita Beton Precast. Serta penyidikan tersendiri terkait dengan penggunaan dana pembiayaan bank oleh PT Waskita Karya, dan PT Waskita Beton Precast.
Terkait kasus dugaan korupsi di PT Waskita Karya dan PT Waskita Beton Precast, tim penyidikan di Jampidsus sementara sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Selain tersangka DES, empat nama yang sudah dijebloskan ke sel tahanan. [Republika.co.id]
Hal ini menjadi bukti rusaknya moral individu negeri ini. Individu berlomba-lomba memperkaya diri tanpa melihat halal-haram juga tanpa memikirkan dana milik siapa yang mereka renggut. Berapa banyak rakyat yang terkena impasnya dari perbuatan mereka.
Semua ini merupakan hasil diterapkannya sistem kapitalis-sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Mereka tidak peduli akan kehalalan dan keharaman perbuatan mereka. Berbeda dengan islam yang mana hal itu menjadi tolok ukur setiap perbuatan.
Islam menjadikan korupsi sebagai satu kemaksiatan dan menetapkan hukuman yang jelas dan menjerakan untuk pelakunya. Islam juga memiliki mekanisme yang jitu untuk mencegah dan memberantas korupsi hingga tuntas.
Islam sebagai sistem hidup memiliki aturan super lengkap dalam menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal pertama yang akan dilakukan adalah penanaman akidah Islam setiap individu. Dengan akidah yang kuat akan terbentuk kepribadian Islam yang khas. Pembentukan akidah ini dilakukan secara berkesinambungan melalui sistem pendidikan Islam yang akan menghasilkan individu-individu beriman dan bertakwa. Kesadaran iman dan ketaatan inilah yang akan mencegah seseorang berbuat maksiat.
Kedua, penerapan sistem sosial masyarakat berdasarkan syariat secara kaffah. Dengan penerapan ini, pembiasaan amar makruf nahi mungkar akan terbentuk. Jika ada anggota masyarakat yang terindikasi berbuat kriminal atau korupsi, masyarakat dengan mudah bisa melaporkannya pada pihak berwenang. Tradisi saling menasihati dan berbuat amal saleh akan tercipta seiring ditegakkannya hukum Islam di tengah mereka.
Ketiga, mengaudit harta kekayaan pejabat secara berkala. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengontrolan dan pengawasan negara agar mereka tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk meraup pundi-pundi uang ke kantong pribadinya.
Keempat, sistem kerja lembaga yang tidak rentan korupsi. Dalam sistem Islam, ada lembaga yang bertugas memeriksa dan mengawasi kekayaan para pejabat, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan.
Kemudian untuk penegakan sanksi hukum Islam adalah langkah terakhir jika masih terjadi pelanggaran seperti korupsi. Sistem sanksi yang tegas memiliki dua fungsi, yaitu sebagai jawabir (penebus dosa) dan zawajir (pencegah dan berefek jera). Sebagai jawabir (penebus) dikarenakan uqubat dapat menebus sanksi akhirat. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan negara ketika di dunia.
Sementara zawajir, yaitu mencegah manusia berbuat jahat karena hukumannya mengandung efek jera. Para pelaku dan masyarakat yang punya niatan untuk korupsi akan berpikir seribu kali untuk mengulangi perbuatan yang sama. Untuk kasus korupsi, dikenai sanksi takzir. Sanksi takzir ini bisa berupa penjara, pengasingan, hingga hukuman mati. Wallahu a'lam bi Ash-shawāb
Tags
Opini