Oleh : Ni’mah Fadeli
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Berita apa yang kerap menjadi headline di media nasional dan dilakukan oleh mereka yang berpendidikan, terpelajar serta memiliki kedudukan? Tidak lain adalah korupsi. Betapa sering kasus korupsi terjadi dan baru-baru ini mega korupsi di tubuh BUMN kembali terungkap. Kali ini terjadi pada PT. Waskita Karya yang diduga telah merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun. Direktur Utama PT. Waskita, Destiawan Soewardjono pun telah ditetapkan sebagai tersangka. Kasus korupsi ini terjadi pada periode 2016 hingga 2020 namun baru terendus dan dilaporkan pada tahun 2022. Kasus korupsi berjamaah ini melibatkan 7 orang tersangka yang merupakan jajaran manajemen PT. Waskita Karya dan PT. Waskita Beton Precast. Bukan hanya itu yang membuat miris, selaku BUMN PT. Waskita juga menyumbang utang sebesar 89,sebelas triliun pada tahun 2020. (suara.com, 04/05/2023).
Hampir setiap hari kasus korupsi terungkap, baik yang hanya kelas teri maupun kelas kakap namun setiap hari pula bermunculan kasus korupsi baru seperti jamur di musim hujan, tak pernah ada habisnya. Tentu saja yang paling dirugikan dengan adanya korupsi adalah rakyat. Bertriliun uang negara masuk kantong para pejabat yang tak pernah puas dengan gaji yang telah di dapat. Jika uang korupsi tersebut digunakan untuk kepentingan rakyat maka tak akan ada sekolah ambruk karena bangunan yang lapuk, anak-anak berangkat ke sekolah dengan berenang menyeberangi sungai hingga basah kuyup karena tiadanya jembatan penghubung atau tak ada ibu yang ketika mau melahirkan harus terombang-ambing di atas ombak laut berhari-hari karena tak ada fasilitas kesehatan di desanya. Sungguh korupsi adalah kejahatan yang sangat luar biasa karena tidak hanya merugikan individu atau keluarga namun rakyat dalam satu negara.
Keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi yang telah jelas merugikan negara menjadi hal yang sangat dinantikan rakyat. Namun hukuman bagi pelaku korupsi selama ini sarat dengan berbagai kepentingan. Hukuman yang dapat dikompromikan sehingga masa hukuman berkurang bahkan bebas dari jerat hukum membuat para pelaku korupsi tak mengenal kata jera. Sistem kapitalis sekuler menjadikan materi sebagai tuhan dan menjauhkan syariat dari kehidupan. Tak ada ketakutan terhadap larangan agama selama dapat menghasilkan cuan. Maka tak heran pelaku korupsi silih berganti bermunculan. Individu- individu dengan moral minus dalam sistem kapitalis sekuler ini justru menjadikan korupsi sebagai tradisi.
Sementara Islam menjadikan aturan Allah sebagai landasan. Setiap perbuatan disandarkan pada halal haram berdasarkan syariat-Nya. Korupsi adalah sesuatu yang dilarang maka Islam memiliki ketegasan dalam memberi hukuman pada pelakunya. Hukuman dalam Islam bersifat zawajir atau pencegah, artinya pelaku diberikan hukuman setimpal agar orang lain takut untuk melakukan kejahatan yang sama dan jawabir atau penebus yang berarti hukuman dapat menjadi penebus dosa atas kejahatan yang telah dilakukan. Hukuman dalam Islam bersifat tuntas dan tak dapat ditawar.
Begitu juga dengan individu yang berada dalam sistem Islam maka akan memiliki pondasi iman yang kokoh karena negara membuat setiap lini kehidupan senantiasa bersandar pada syariat Allah. Maka ketika ada individu yang melakukan kesalahan dengan segera akan bertaubat dan tak berlama-lama dalam kemaksiatan atau malah justru mencari pembenaran atas dosa yang dilakukannya. Hukuman yang diberikan akan dijalani dengan suka rela tanpa berkompromi karena takut hukuman yang lebih berat di akhirat nanti.
Wallahu a’lam bishawwab.
Tags
Opini