Oleh : Ummu Aqeela
Model penghitungan garis kemiskinan oleh Bank Dunia, melalui ukuran paritas daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP), membuat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati khawatir 40% masyarakat Indonesia jatuh miskin seketika. Menurut hitungan baru Bank Dunia, setidaknya ada 13 juta warga Indonesia yang turun kelas dari kelas berpenghasilan menengah ke bawah ke kelompok miskin. Jumlah warga miskin Indonesia meningkat menjadi 67 juta berdasarkan PPP 2017 dari 54 juta menurut PPP 2011. Jika menggunakan batas kelas menengah ke atas, maka jumlah warga miskin Indonesia akan bertambah 27 juta menjadi 168 juta. (CNBC Indonesia, 10 Mei 2023)
Kemiskinan sendiri adalah keadaan saat ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan, dan lain-lain. (Wikipedia)
Indonesia saat ini berpredikat sebagai negara demokrasi sesungguhnya tidak lepas dari pengaruh asing yang mengembangkan logika ekonomi kapitalisme yang mendikte keputusan politik yang menguntungkan kepentingan kapitalis. Menurut Karl Marx, negara demokrasi identik dengan negara kapitalis, dimana yang diuntungkan umumnya adalah para pemilik modal yang lazim disebut kapitalis atau investor. Sedangkan rakyat kecil berada dalam lingkup kemiskinan yang sulit dihilangkan dari waktu ke waktu.
Kapitalisme pada hakikatnya adalah sistem sosial yang berdasarkan pada pengakuan hak-hak individu. Dalam ranah ekonomi, kapitalisme memisahkan intervensi negara dengan perekonomian, seperti halnya ada sekuler yang memisahkan agama dengan negara. Bagaimanapun, kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Bahkan dalam perjalanannya, kapitalisme telah memberikan efek buruk bagi perekonomian dan kesenjangan sosial yang semakin melebar (gap) antara si kaya dan si miskin. Itu semua merupakan dampak dari kejamnya kapitalisme yang terjadi di beberapa negara termasuk Indonesia.
Kalau kita perhatikan jumlah kemiskinan di negeri ini bukan berkurang, tetapi malah terus bertambah. Disadari atau tidak, semua itu merupakan buah pahit dari kapitalisme yang terus merajalela. Jadi, tujuan kapitalisme tidak sekadar memenuhi kebutuhan dasar manusia, tetapi juga untuk memuaskan nafsu manusia yang tidak pernah puas. Karena nafsu manusia yang tidak dilandasi dengan moralitas dan keimanan menjadikan seseorang serakah dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Lalu sistem kapitalisme digerakkan secara dominan oleh ekonomi berbasis sektor keuangan yang penuh spekulatif, bukan diarahkan ke sektor riil yang produktif.
Berbeda dengan Islam, Islam memandang masalah kemiskinan erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan akan terwujud apabila kebutuhan asasi rakyat terpenuhi. Karenanya, negara Islam akan memenuhi kebutuhan asasi rakyat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Jika kapitalisme mengajarkan para penganutnya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi setinggi tingginya, maka Islam jauh mengungguli man-made ideology tersebut. Dalam Islam produksi tidak hanya tumbuh, tapi dia harus terdistribusi ke seluruh masyarakat dan berkelanjutan.
Tumbuh dalam artian volum produksi harus mengimbangi pertambahan jumlah penduduk negara dan mengimbangi kewajiban belanja negara dalam melaksanakan kebijakan politik dalam dan luar negerinya, utamanya dakwah dan jihad. Hal ini terkait pula dengan pemerataan, sebab suatu hal yang wajib bagi negara untuk mendistribusikan kebutuhan primer secara merata ke setiap warga negara. Kewajiban ini akan senantiasa terbebankan kepada negara sehingga negara harus mengusahakan kemakmuran ekonomi berjalan secara terus menerus tanpa mentolerir krisis periodik. Karena jika tidak tertunaikan barang sebentar saja, khalifah dan segenap perangkatnya dianggap lalai dan berdosa.
Negara juga akan mengelola sumber daya alam yang dimiliki secara mandiri, sehingga negara akan memiliki keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat secara gratis. Islam melarang siapa pun baik perorangan, perusahaan apalagi asing untuk mengelola SDA yang dalam jumlah melimpah. Karena, SDA tersebut merupakan kepemilikan rakyat.
Rasulullah SAW bersabda, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Tidak hanya itu, negara akan memberikan kemudahan kepada kepala keluarga (laki-laki) dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya.
And the end,,,,,, solusi yang ditawarkan Islam dalam mengatasi kemiskinan, sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bukanlah sesuatu yang menarik sebatas dalam tataran konsep semata. Perjalanan panjang sejarah kaum Muslim, membuktikan bahwa solusi tersebut benar-benar dapat berjalan dan direalisasikan. Yaitu ketika kaum Muslim hidup di bawah naungan Negara yang menerapkan Islam secara kaffah.
Wallahu a’lam bishowab