Oleh: Ummu Taqiy
(Pemerhati Anak & Remaja)
Publik kembali disodorkan dengan kasus yang menimpa anak bahkan menimpa anak usia sekolah dasar. Kekerasan yang menimpa bocah kelas 2 SD di Sukabumi pada pertengahan Mei 2023 sungguh membuat miris. MHD yang baru berusia 9 tahun mengalami luka pada bagian organ dalamnya. Berdasar hasil visum, korban mengalami dada retak, tulang punggung retak dan mengalami luka pecah pembuluh darah. Polisi Sukaraja saat ini tengah menyelidiki kasus dugaan perundungan berupa pengeroyokan yang dilakukan kakak kelas sehingga MHD meninggal dunia.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyebutkan bahwa kekerasan yang menimpa anak terus mengalami peningkatan yang signifikan. Pada 2019 ada 11.057 kasus, 2020 ada 11.278 kasus, sedangkan 2021 ada lonjakan sebesar 14.517 kasus dan pada 2022 ada 16.106 kasus kekerasan yang menimpa anak. Kekerasan yang menimpa anak tak hanya berupa fisik tetapi kekerasan seksual, penelantaran, psikis, perdagangan orang hingga eksploitasi.
Dari data ini bisa diambil kesimpulan bahwa negara telah gagal memberi perlindungan dan keselamatan bagi anak. Bergantinya kurikulum pendidikan pun tak mampu mengatasi permasalahan kekerasan anak yang semakin sadis bahkan pelaku dan korbannya berasal dari anak usia dini.
Tak hanya gagalnya kurikulum pendidikan, pola asuh dalam keluarga juga menjadi penyebab atas meningkatnya kekerasan pada anak. Orang tua yang sudah disibukkan dengan mencari nafkah menjadi abai dengan pendidikan anak dalam keluarga. Masyarakat pun cenderung acuh dengan perilaku-perilaku pada anak yang mengalami penurunan moral.
Marak dan mudahnya mengakses tayangan televisi ataupun internet yang mengandung unsur kekerasan, pornografi dan pornoaksi pun memberi kontribusi pada kasus kekerasan yang menimpa anak. Gaya hidup menuntut kebebasan dalam segala hal sudah menjadi hal lumrah saat ini pun sikap individualistis.
Inilah efek dari penerapan sistem Sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang dianut kaum Muslim saat ini. Masyarakat menggunakan agama hanya untuk hal-hal semisal ibadah. Tetapi enggan menggunakan agama untuk mengatur seluruh urusan hidupnya termasuk mengatasi kekerasan yang menimpa anak. Padahal Allah mengatakan dalam Al Maidah ayat 3 bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Mengapa kaum Muslim di negeri ini masih enggan menerapkan syariat Islam secara sempurna tanpa pilih-pilih?
Hanya sistem Islam lah solusi untuk mengatasi kekerasan yang menimpa anak. Islam akan membangun pendidikan yang berbasis akidah Islam sehingga akan menghasilkan karakter individu yang berkepribadian mulia dan berakhlakul karimah. Mereka akan paham mana perbuatan yang akan menghasilkan pahala dan mana perbuatan yang akan menghasilkan dosa.
Tak hanya membangun sistem pendidikan yang tepat, Islam juga akan memberi jaminan keselamatan pada setiap orang termasuk anak-anak. Hukum akan diterapkan dengan tegas terhadap pelaku kekerasan anak sehingga tidak akan terulang lagi. Hal ini sejalan dengan sifat hukum syariat islam yaitu jawazir (pencegah).
Islam juga akan membangun sistem agar pemenuhan kebutuhan hidup bisa diakses dengan mudah dan murah, pola asuh keluarga yang sesuai syariat, masyarakat yang peduli pada amar ma’ruf nahi munkar serta melarang segala hal yang berpotensi memicu timbulnya kekerasan. Maka, sudah sewajarnya kaum Muslim memilih menerapkan Islam secara sempurna bukan lagi berpihak pada sistem kufur buatan manusia seperti Sekularisme.