Lagi-lagi, kasus korupsi terjadi di tahun 2023 ini. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir bersuara soal langkah Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Destiawan Soewardjono menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan. Ia menghormati proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung tersebut. Erick menambahkan peristiwa ini sudah sepatutnya menjadi peringatan bagi BUMN lainnya untuk bekerja secara profesional, transparan dan bersih.(cnnindonesia/29/4/2023)
Korupsi Terus Menggurita
Mengguritanya kasus korupsi di negeri ini membuat kita cukup prihatin dengan kondisi negeri ini. Indonesia merupakan salah satu negeri yang memiliki masalah dalam bidang pemberantasan korupsi. Terbilang lamban dan belum sinergis dalam menangani kasus korupsi. Hal ini dibuktikan dengan kasus yang sering muncul di permukaan.
ICW mengeluarkan kajian Tren Penindakan Kasus Korupsi BUMN dengan intensi untuk melihat kasus-kasus korupsi yang disidik oleh aparat penegak hukum di lingkaran BUMN sepanjang 2016-2021. Kajian ini juga bertujuan untuk memetakan titik rawan praktik korupsi di dalam tubuh BUMN.
Sangat wajar jika kita menyaksikan kondisi ekonomi Indonesia yang begitu runyam dan terus saja mengalami keabnormalan akibat tikus-tikus nakal yang hadir di lingkup pelayanan publik dan sumber penghasilan negara. Mereka yang seharusnya diamanahkan untuk mengurusi dan menyejahterakan rakyat, justru lalai dalam urusan ini.
Menjamurnya praktik korupsi di Indonesia tidak terlepas dari seberapa ketat aturan hukum yang diterapkan dalam memberantas tindakan haram tersebut. Merujuk UU No.30/2002, tindakan korupsi dikategorikan oleh KPK sebagai kejahatan luar biasa(extraordinary crime) dengan ancaman hukum luar biasa.
Dalam Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor, diterangkan bahwa koruptor mendapat hukuman dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar, ketika diketahui terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Namun, UU tersebut belum juga menjadi solusi efektif terhadap kasus korupsi di kehidupan politik Indonesia. Yang jelas, ekonomi Indonesia masih terpuruk akibat praktik korupsi baik di tingkat nasional atau provinsi.
Tentu saja keresahan masyarakat belum terobati, jika tiap tahun kasus korupsi masih terus ditemukan oleh KPK dan penegak hukum lainnya, rakyat pasti menuntut pemerintah untuk menuntaskan masalah turun temurun negeri ini. Pemerintah diharapkan mengambil langkah tegas dan efektif dalam memerangi kasus korupsi yang menggurita.
Semua ini menunjukkan ada yang salah terhadap tatanan aturan yang dijalankan di negeri ini. Sistem yang berjalan di Indonesia masih banyak yang memberikan peluang terjadinya tindak pidana korupsi.
Inilah hasil dari sekularisme dalam kepemimpinan dan pengaturan ekonomi. Di mana, paham ini meminggirkan peran agama dalam kehidupan. Manusia merasa bebas melakukan apa saja tanpa memikirkan dosa dan rasa takut pada kemaksiatan. Akibat paham ini akhirnya, aturan agama diberi porsi sangat sedikit dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. Agama hanya boleh disinggung dalam urusan ibadah semata, bukan untuk mengurus masalah ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan lainnya.
Islam Solusi Pemberantasan Korupsi
Sistem Islam adalah sistem yang menjaga umat dari bentuk-bentuk kemaksiatan. Dengan basis akidah Islam, individu akan dibentuk pola pikir dan pola sikapnya sesuai dengan nilai-nilai islam. Dengan kesadaran seperti ini, umat akan berusaha menghindari segala bentuk perbuatan haram baik di jajaran penguasa, kelompok masyarakat, serta individu.
Islam akan membentuk kehidupan yang bersih dan jauh dari segala bentuk kerusakan, tentunya dengan basis sistem penerapan hukum Islam secara kaffah. Penerapan syariat Islam secara totalitas sejatinya menjadi bukti keimanan kita kepada sang Khaliq, olehnya itu ketataan kita kepada Allah SWT menuntut kita menjalankan kehidupan sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan berdasarkan hawa nafsu semata.
Islam juga akan melahirkan sistem politik yang menjamin fungsi negara sebagai pengurus rakyat akan terlaksana. Selain itu, sistem hukum berbasis aqidah Islam, akan berusaha menjaga keadilan di tengah masyarakat.Pengadilan Islam tidak pandang bulu dalam menjatuhkan hukuman kepada siapa pun, meskipun itu kepada jajaran pemerintahan. Asalkan terbukti salah dan dikuatkan dengan saksi, maka sanksi tersebut akan dijatuhkan kepada para pelaku maksiat. Bukan hanya memberikan efek jera, namun sistem sanksi ini diyakini bisa menghapus dosa di hari akhir kelak .
Dalam sejarah Islam, Rasulullah pernah menyita harta yang dikorupsi pegawainya. “Nabi pernah mempekerjakan Ibn Atabiyyah, sebagai pengumpul zakat. Setelah selesai melaksanakan tugasnya Ibn Atabiyyah datang kepada Rasulullah seraya berkata, ‘Ini kuserahkan kepadamu, sedangkan harta ini adalah yang diberikan orang kepadaku…’ lalu Rasulullah bersabda, Seorang pegawai yang kami pekerjakan, kemudian dia datang dan berkata, ‘Ini kuserahkan kepadamu, sedangkan harta ini adalah yang diberikan orang kepadaku. Apakah tidak lebih baik dia duduk (saja) di rumah bapak/ibunya, kemudian dapat mengetahui apakah dia diberi hadiah atau tidak. Demi Zat yang nyawaku ada di tangan-Nya, salah seorang dari kalian tidak akan mendapatkan sedikitpun dari hadiah itu, kecuali pada hari kiamat dia akan datang dengan membawa unta di lehernya…'” (HR Bukhari-Muslim, Abdul Qadim Zallum, Sistem Keuangan Khilafah, hlm. 119).
Menurut KH. Hafidz Abdurahman, korupsi ini tidak termasuk mencuri dalam pengertian syariat, maka kejahatan ini tidak termasuk dalam kategori hudud. Tetapi, masuk dalam wilayah ta’zir, yaitu kejahatan yang sanksinya diserahkan kepada ijtihad hakim. Sanksinya bisa berbentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk, hingga hukuman mati.
Inilah konsep Islam dalam memberantas segala bentuk kemaksiatan, termasuk kasus korupsi. Konsep seperti ini tidak akan lahir dari sistem yang menjauhkan peran pencipta dalam mengatur kehidupan, seperti sistem demokrasi. Jika demokrasi telah nyata tak mampu menyelesaikan masalah korupsi, mengapa masih dipertahankan?
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. Al-A’raf: 96). Wallahu 'alam bi shawwab.