Oleh : Ummu Aqila
Korupsi berasal dari bahasa latin yaitu Corruptus dan Corruption, artinya buruk, bejat, menyimpang dari kesucian, perkataan menghina, atau memfitnah. Negara bebas korupsi adalah impian bagi setiap negara. Negara besar, kecil, moderen, terbelakang pun tak terkecuali. Perhatian masalah korupsi tidak hannya di lingkup negara tapi dunia dengan Hakordia. Segala bentuk perubahan regulasi muncul dengan harapan negara bebas korupsi. Namun, korupsi seolah satu keniscayaan dalam sistem kapitalis demokrasi.
Sepanjang 2023 ini setidaknya sudah ada 8 pejabat yang kena Operasi Tangkap Tangan alias OTT. Seakan lupa bahwa ada hukum yang bakal menjerat, nyatanya masih banyak pejabat publik yang terseret kasus korupsi sepanjang tahun 2023 ini. Penangkapan Direktur Utama Waskita Karya (WSKT) Destiawan Soewardjono ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Penetapan tersangka ini terkait dengan kasus dugaan korupsi penyimpangan atau penyelewengan penggunaan dana PT Waskita Beton Precast pada 2016—2020 dengan kerugian negara sekitar Rp 2,5 triliun.
Penangkapan Wali Kota Bandung Yana Mulyana ditangkap KPK, pada Jumat (14/4/2023). Dalam kasus dugaan suap pengadaan CCTV dan penyedia jasa internet dalam program Bandung Smart City. Harno Trimadi, Salah satu pejabat eselon II di Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Selasa 11 April 2023.
Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil yang sempat viral setelah menyebut Kementerian Keuangan 'setan' dalam operasi tangkap tangan beberapa waktu lalu. Tagop Sudarsono Soulissa, Bupati Buru Selatan tersangka terduga pemberi suap baru dalam kasus dugaan korupsi eks Bupati Buru Selatan, Maluku. Pada akhir Maret lalu, KPK juga menetapkan Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah, Ben Brahim S Bahat dan anggota DPR Fraksi NasDem Ary Egahni Ben Bahat sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. OTT KPK menyeret dua hakim agung, Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh menjadi terdakwa korupsi. Kaki tangannya ikut diringkus. Salah satu perkara yang beraroma suap yaitu kasus pailit rumah sakit di Makassar dan masih banyak lagi dalam daftar KPK.
Sederetan regulasi digulirkan tidak mampu untuk mencegah tindakan korupsi. Publik makin mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi yang sudah terlanjur membudaya di Indonesia, bahkan berjemaah. Upaya pemberantasan korupsi pun terkesan setengah hati. Keseriusan penguasa patut kita pertanyakan. Uji wawasan kebangsaan justru digulirkan untuk menjegal para penyidik senior di lembaga antisuap. Pemilihan pejabat-pejabat teras di dalamnya pun diketahui sebagai bagian dari proyek bagi-bagi kue jabatan dan kekuasaan. Ini sungguh bukti luar biasa keruh dan hitamnya lumpur korupsi. Lumpur pengisap yang bisa menjerat siapapun yang dulunya bersih, dikarenakan kuatnya cengkeraman kapitalis.
Kasus-kasus besar dan fantastis juga tidak berbau, berbeda dengan kasus-kasus receh di daerah yang begitu cepat tercium busuknya. Padahal, kasus di daerah biasanya bukanlah kasus kelas paus, melainkan hanya kelas teri. Tidak heran, kinerja pemberantasan korupsi juga tampil sebatas formalitas, tetapi sangat jauh dari kredibilitas. Pelakunya pun tidak malu, alih-alih jera. Sungguh menjijikkan ketika peradaban korup disamakan dengan salah satu jalan untuk mencari nafkah. Semua ini adalah mimpi buruk menunggu kehancuran. Selama sistem ini masih dipakai maka Indonesia Bebas Korupsi Hanya Mimpi.
Tidak bisa dipungkiri sistem kapitalisme memberikan ruang yang rawan korupsi. Konsekuensi tegaknya kapitalisme adalah tentakel korupsi itu sendiri. Sebab, kapitalisme mendudukkan uang/modal sebagai mahkotanya. Ini tentu saja akan membuat semua orang yang terlibat di dalamnya akan memiliki fokus yang sama saat beraktivitas, yakni demi uang dan uang. Ketika mereka tidak puas (kurang) dengan sejumlah keuntungan yang telah dihasilkan dari jalur resmi, maka mereka akan selalu mencari celah baru untuk bisa mengumpulkan uang lebih banyak lagi meski melalui jalur yang tidak resmi.
Kondisi ini tentu sangat berbeda dengan sistem peradilan dan sanksi Islam. Dalam Sistem peradilan dan sanksi Islam benar-benar tegak dengan syariah yang akan menuntaskan semua permasalahan tidak hanya korupsi. Peradilan dalam sistem Islam didukung tegaknya dengan tiga pilar; negara, masyarakat, dan individu.
Pilar negara, memberlakukan penerapan seluruh syariat Islam dan kekuasaan pada seorang Khalifah yang menjadi perisai bagi seluruh umat. Ketegasan peradilan Islam dalam memberantas korupsi tidak terlepas dari sifat sistem persanksian dalam Islam, yakni sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Maknanya, agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, maka sanksi tersebut dapat menebus dosanya.
Pilar masyarakat, yang memiliki perasaan yang sama dalam menerapkan seluruh aturan bernegara dengan memberikan koreksi pada penguasa apabila terjadi pelanggaran hukum. Dan pilar individu, yang beriman dan bertakwa. Dengan ketakwaan yang dimiliki, pelaku tindak kriminal tidak akan tahan berlama-lama menyimpan kesalahan. Dirinya meyakini bahwa hukuman di akhirat akan lebih dahsyat. Oleh karena itu, pelaku akan menyerahkan diri pada pihak berwenang dan mengakui kesalahannya. Dirinya pun ridha dengan sanksi yang menjadi konsekuensi untuk ia terima. Hal ini jelas memudahkan proses hukum pada pelaku.
Dan dalam peradilan Islam menetapkan seorang hakim adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa. Hakim yang mengadili dengan hukum Islam dan hakim yang menerapkan hukum secara adil sesuai ketetapan syariat. Khalifah memberikan pengawasan maksimal termasuk pengaudit semua kekayaan para hakim. Wallahu’alam bisyowab