Oleh: Tri S, S.Si
Covid-19 varian baru sudah masuk di Indonesia. Covid-19 varian baru, Arcturus, tengah menjadi kekhawatiran Indonesia. Momen lebaran juga dikhawatirkan membuat penyebaran varian tersebut semakin cepat. Tujuh kasus Covid-19 subvarian Omicron XBB 1.16 atau Arcturus di Tanah Air. Kasus tersebut terus bertambah dari yang sebelumnya hanya lima kasus, dengan kasus awal dua kasus. Kementerian Kesehatan RI sempat mengungkap kasus awal memiliki riwayat perjalanan luar negeri dari India sedangkan satunya berasal dari penularan lokal (CNBCIndonesia.com, 23/04/2023).
Kabar covid-19 varian baru telah dikabarkan secara resmi oleh WHO pada Jumat (22/4/2023). Varian baru ini adalah Acturust ,yaitu XBB.1.16, telah menjadi varian of interest. Keberadaannya dikabarkan lebih menular daei Omicron, namun tidak lebih mematikan dari varian Delta.
Meskipun tidak banyak membawa kematian, varian baru tersebut tetaplah virus yang mudah menular. Sedangkan saat ini, kondisi masyarakat sudah sangat biasa dengan kehadiran varian baru meski telah banyak beredar beritanya. Sedikit sekali masyarakat yang memakai masker.
Apalagi menjaga jarak, sudah tidak tampak adanya tanda silang pada tempat duduk di ruang-ruang tunggu fasilitas umum seperti stasiun dan terminal. Kebijakan vaksinasi juga seakan seperti angin lalu. Masih banyak rakyat yang parno dan enggan untuk vaksin. Apalagi mereka ada yang berpikir, “Toh, di perjalanan juga tak begitu dibutuhkan.” Sepertinya, kedatangan varian baru dengan berbagai kasus kematian ataupun tertular dianggap masih dalam kondisi aman. Seakan tak tampak alarm siaga sebagai antisipasi agar tak kembali menyiram luka yang belum sembuh sempurna.
Tidak Mengukir Kesalahan yang Sama
Meski tampak biasa saja, pandemi covid-19 tentu masih lekat dalam ingatan. Dampaknya juga luar biasa, bukan hanya melumpuhkan satu dua ekonomi dan kesehatan rumah tangga, tetapi juga melumpuhkan ekonomi dan kesehatan dunia. Hampir seluruh negara babak belur atas hadirnya pandemi covid-19, termasuk negeri ini. Betapa tidak, saat pandemi covid-19 menerjang, kebijakan terkesan plin-plan. Belum lagi kesigapan dalam penanganan juga terkesan lamban.
Penanggulangan dan penanganan covid-19 selama dua tahun lebih, terutama saat varian Delta datang, menyisakan duka yang sangat mendalam. Betapa banyak jiwa dan nyawa melayang. Tidak hanya rakyat biasa, tetapi tim medis atau nakes istimewa juga banyak yang diantar varian Delta menjemput ajalnya. Maka, hadirnya varian Acturust ini jangan sampai mengulang kembali masa kelam pandemi covid-19.
Negara seyogiayanya hadir terdepan dalam melindungi rakyat dari serangan varian baru. Kesiapan dan kelengkapan nakes harus memadai. Laboraborium dan penelitian harus dibiayai sampai membuahkan hasil. Negara tak boleh berlepas tangan hanya dengan memberikan instruksi atau kebijakan yang bersandar pada individu rakyat semisal memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan ikut program vaksinasi covid-19 lengkap.
Segala akses yang bisa membuka peluang tersebarnya varian baru harus segera ditutup. Kebutuhan rakyat, terutama kesehatan harus diperhatikan dengan saksama. Karantina harus ditegakkan dengan tegas atas wilayah yang tersebar virus. Nahasnya, semua itu tidak dilakukan oleh negara. Apa yang dilakukan negeri ini saat pandemi beberapa waktu lalu merupakan cerminan dari tatanan kapitalisme yang meniadakan pelayanan negara terhadap rakyat.
Islam menjamin kesehatan setiap individu rakyat. Sebab, kesehatan merupakan salah satu kebutuhan asasi yang menjadi tanggung jawab negara. Dalam Islam, nyawa seorang manusia sangatlah berharga. Sehingga, saat penyakit menjadi wabah yang mematikan, maka negara wajib menanggulangi wabah tersebut dengan cepat dan tepat. Bagi wabah penyakit menular, karantina wilayah adalah solusi tepat untuk memutus rantai sebaran penyakit menular seperti covid-19. Rasulullah saw. bersabda:
“Thoun (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Swt. untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka, apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kondisi wabah penyakit menular juga pernah terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Beliau membatalkan perjalanannya menuju Syam saat tahu di sana ada thoun. Beliau langsung memenuhi segala kebutuhan medis dan pokok individu rakyat Syam karena mereka tidak bisa beraktivitas dan tertutup aksesnya. Di sinilah, negara benar-benar hadir menjamin proses penyembuhan dan logistik tiap rakyat.
Pemenuhan itu memerlukan dana yang tak sedikit pastinha. Namun, negara tetap bisa optimal menjamin tiap kebutuhan individu rakyat sebab wilayah yang tidak terdampak wabah tetap beroperasi sebagaimana mestinya sesuai tuntunan syariah. Dengan dorongan keimanan, khalifah dan para wali di wilayah tidak terdampak wabah akan menolong rakyat dalam wilayah terdampak wabah penuh kerelaan.
Sistem kesehatan yang prima bukanlah mimpi belaka dalam sistem Islam. Pelayanan atas kesehatan individu rakyat dijamin negara tanpa menunggu datangnya wabah. Sebab, setiap nyawa adalah tanggung jawab negara, nyawa wajib dilindungi oleh negara dalam pandangan syariat. Sudah saatnya, negeri ini yang mayoritas penduduknya muslim mencampakkan sistem kapitalisme dan mempersiapkan sistem kesehatan prima dalam naungan sistem Islam.
Tidak Mengukir Kesalahan yang Sama
Meski tampak biasa saja, pandemi covid-19 tentu masih lekat dalam ingatan. Dampaknya juga luar biasa, bukan hanya melumpuhkan satu dua ekonomi dan kesehatan rumah tangga, tetapi juga melumpuhkan ekonomi dan kesehatan dunia. Hampir seluruh negara babak belur atas hadirnya pandemi covid-19, termasuk negeri ini. Betapa tidak, saat pandemi covid-19 menerjang, kebijakan terkesan plin-plan. Belum lagi kesigapan dalam penanganan juga terkesan lamban.
Penanggulangan dan penanganan covid-19 selama dua tahun lebih, terutama saat varian Delta datang, menyisakan duka yang sangat mendalam. Betapa banyak jiwa dan nyawa melayang. Tidak hanya rakyat biasa, tetapi tim medis atau nakes istimewa juga banyak yang diantar varian Delta menjemput ajalnya. Maka, hadirnya varian Acturust ini jangan sampai mengulang kembali masa kelam pandemi covid-19.
Negara seyogiayanya hadir terdepan dalam melindungi rakyat dari serangan varian baru. Kesiapan dan kelengkapan nakes harus memadai. Laboraborium dan penelitian harus dibiayai sampai membuahkan hasil. Negara tak boleh berlepas tangan hanya dengan memberikan instruksi atau kebijakan yang bersandar pada individu rakyat semisal memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan ikut program vaksinasi covid-19 lengkap.
Segala akses yang bisa membuka peluang tersebarnya varian baru harus segera ditutup. Kebutuhan rakyat, terutama kesehatan harus diperhatikan dengan saksama. Karantina harus ditegakkan dengan tegas atas wilayah yang tersebar virus. Nahasnya, semua itu tidak dilakukan oleh negara. Apa yang dilakukan negeri ini saat pandemi beberapa waktu lalu merupakan cerminan dari tatanan kapitalisme yang meniadakan pelayanan negara terhadap rakyat.
Islam menjamin kesehatan setiap individu rakyat. Sebab, kesehatan merupakan salah satu kebutuhan asasi yang menjadi tanggung jawab negara. Dalam Islam, nyawa seorang manusia sangatlah berharga. Sehingga, saat penyakit menjadi wabah yang mematikan, maka negara wajib menanggulangi wabah tersebut dengan cepat dan tepat. Bagi wabah penyakit menular, karantina wilayah adalah solusi tepat untuk memutus rantai sebaran penyakit menular seperti covid-19. Rasulullah saw. bersabda:
“Thoun (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Swt. untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka, apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kondisi wabah penyakit menular juga pernah terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Beliau membatalkan perjalanannya menuju Syam saat tahu di sana ada thoun. Beliau langsung memenuhi segala kebutuhan medis dan pokok individu rakyat Syam karena mereka tidak bisa beraktivitas dan tertutup aksesnya. Di sinilah, negara benar-benar hadir menjamin proses penyembuhan dan logistik tiap rakyat.
Pemenuhan itu memerlukan dana yang tak sedikit pastinha. Namun, negara tetap bisa optimal menjamin tiap kebutuhan individu rakyat sebab wilayah yang tidak terdampak wabah tetap beroperasi sebagaimana mestinya sesuai tuntunan syariah. Dengan dorongan keimanan, khalifah dan para wali di wilayah tidak terdampak wabah akan menolong rakyat dalam wilayah terdampak wabah penuh kerelaan.
Sistem kesehatan yang prima bukanlah mimpi belaka dalam sistem Islam. Pelayanan atas kesehatan individu rakyat dijamin negara tanpa menunggu datangnya wabah. Sebab, setiap nyawa adalah tanggung jawab negara, nyawa wajib dilindungi oleh negara dalam pandangan syariat. Sudah saatnya, negeri ini yang mayoritas penduduknya muslim mencampakkan sistem kapitalisme dan mempersiapkan sistem kesehatan prima dalam naungan sistem Islam.