BSI Diretas, Adakah Jaminan Keamanan Data Dari Negara?




Oleh: Nun Ashima
(Aktivis Muslimah)


Beberapa hari yang lalu, sejumlah nasabah Bank Syariah Indonesia atau BSI mengeluhkan tidak bisa mengakses aplikasi BSI Mobile. Perusahaan mengatakan, pihaknya tengah melakukan maintenance system sehingga membuat layanan BSI tidak bisa diakses sementara waktu.
Setelah mengalami gangguan berhari-hari, keluhan para nasabah membanjiri media sosial. Bahkan ada nasabah yang mengaku merugi hingga ratusan juta rupiah.

Sontak, Pengamat Perbankan Doddy Ariefianto meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ikut melakukan investigasi merespons kendala yang dialami sistem Bank Syariah Indonesia (BSI). Kejadian ini bisa menjadi satu citra buruk bagi perbankan di Indonesia.
Usut punya usut, kelompok peretas atau hacker ransomware, LockBit, diduga melakukan serangan terhadap sistem IT PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk. atau BSI.

Pakar keamanan siber sekaligus Pendiri Ethical Hacker Indonesia Teguh Aprianto yang mengungkap kabar BSI diserang ransomware ini melalui akun Twitternya @secgroun, Sabtu (13/5/2023).
"Setelah kemarin seluruh layanan @bankbsi_id offline selama beberapa hari dengan alasan maintenance, hari ini confirm bahwa mereka jadi korban ransomware," kata Teguh melalui akun Twitternya.
Lebih lanjut, total data yang dicuri penjahat siber sebesar 1,5 TB, di antaranya adalah 15 juta data pengguna dan password untuk akses internal dan layanan yang mereka gunakan.

Gangguan sistem BSI ini tentu memunculkan pertanyaan atas kemampuan negara melindungi data rakyat. Karena negeri ini menganut sistem kapitalisme, kasus ini menjadi niscaya berulang terjadi. Karena kapitalisme membuat cara pandang manusia hanya berorientasi pada materi dan keuntungan belaka, tanpa memperhatikan kepentingan dan keamanan rakyatnya.

Seharusnya, negara wajib turun tangan atas masalah ini. Tapi sayangnya, kapitalisme menjadikan negara beralih fungsi sebagaimana seharusnya. Dimana disfungsi ini telah membuat negara tidak bisa memberikan jaminan keamanan data bagi setiap warga negaranya. Negara hanya bertindak sebagai fasilitator dan regulator saja. Maka, wajar ketika banyaknya kasus peretasan yang merugikan rakyat, solusi yang diberikan hanya membuat RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) tanpa ada solusi yang paripurna.
Selain itu, tentang tanggung jawab negara atas kerugian yang ditanggung nasabah atau rakyat tidak pernah ada solusi tuntas dari negara.

Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam yang disebut Khilafah. Islam mewajibkan negara menjamin keamanan data rakyat, termasuk menjaga harta rakyat. Negara akan menjadi perisai yang akan melindungi warga negaranya. Negara akan semaksimal mungkin menjaga data pribadi warga negaranya, bahkan membuat sistem IT yang canggih dan terbaru sehingga tidak bisa diserang oleh para syber. 
Demikian juga setiap individu, termasuk para pegawai negara harus amanah dan profesional.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).

_Wallahu a'lam bishawab_

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak